(d) kemasan yang simpel
Beras biasanya disimpan di dalam kemasan plastik mulai dari 2 kg, 5 kg hingga 20 kg tersedia semua. Ukuran butir beras yang kecil memudahkan dalam pengemasannya dalam kantong-kantong plastic. Kemasan plastic tersebut tidak membuat kotor lantai, sehingga membuat supermarket maupun minimarket mau memajangnya di etalase mereka. Coba kita bandingkan dengan singkong yang ukurannya besar sehingga sulit dalam pengemasannya.
(e) harga yang stabil
Faktor harga juga sangat menentukan dalam hal ketertarikan masyarakat untuk mengkonsumsi beras. Perhatian yang besar dari pemerintah dalam hal kebijakan harga dasar dan harga eceran tertinggi membuat harga beras stabil dan mudah diakses. Dengan membeli 1 kg beras, sudah dapat dikonsumsi seharian oleh rumah tangga. Coba bandingkan dengan 1 kg singkong yang jika diolah hanya mendapatkan sedikit hasil, dikarenakan mempunyai ukuran kulit yang lebar.
Sebenarnya solusi itu didapatkan ketika Menteri BUMN Dahlan Iskan menghadiri hari peringatan 60 tahun pendidikan pertanian di Institut Pertanian Bogor tanggal 17 April 2012. Ketika itu Dahlan Iskan memberikan tantangan terkait alternatif pengganti karbohidrat yang serupa dengan beras tetapi bukan beras untuk kemudian dikembangkan di Sorong, Papua. Jawaban itupun ditantang Anisa dan timnya yang merupakan mahasiswi dari IPB Bogor dengan menunjukkan segenggam beras analog ke tangan pak menteri Dahlan Iskan. Oleh karena hasil penelitian itulah yang akhirnya membuat mereka bertiga akan diboyong oleh pak menteri untuk belajar ke luar negeri.
Menurut anisa, Beras analog bentuknya sangat mirip dengan beras yang biasa dikonsumsi masyarakat, tetapi bukan berasal dari tanaman padi. Secara garis besar proses pembuatan beras analog sangatlah sederhana.Â
Beras analog memiliki komposisi berupa karbohidrat yang dapat ditukar dengan jagung, sagu atau sorgum. Komposisi tersebut bisa berupa 40 persen tepung jagung, 30 persen tepung sorgum dan 30 persen tepung yang lainnya. Setelah komposisi tersebut ditimbang, bahan-bahan tersebut dicampur dengan menggunakan mikser yang kemudian ditambah air biar menjadi adonan.Â
Adonan yang sudah jadi tersebut dimasukkan dalam "hopper ekstruder" yang kemudian dilakukan pengaturan kondisi proses dan setelah beras analog keluar dari mesin ekstruder selanjutnya dilakukan proses pengeringan sebagai tahap akhir.
Beras analog memang merupakan hasil penelitian yang difokuskan untuk diversifikasi pangan. Beras ini sudah menjalani masa uji selama satu tahun penelitian dan bisa direkayasa untuk pengobatan berbagai penyakit seperti diabetes. Beras analog ini juga memiliki kadar protein delapan persen dan kadar seratnya di atas empat persen. Beras analog ini juga sudah masuk dalam daftar satu dari 103 inovasi nasional dan pada 2011 mendapat penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Beras analog yang merupakan inovasi baru IPB ini diluncurkan secara resmi oleh menteri Pertanian Suswono pada saat Wisuda IPB di Kampus Dramaga pada awal September. Dalam sambutannya Suswono menyatakan bahwa ini adalah bukti Indonesia mampu menciptakan mode pangan berbeda. Peluncuran tersebut juga dibarengi dengan acara makan bersama beras analog sebagai bentuk kampanye yang diikuti 4.200 mahasiswa di gedung Graha Widya. Acara tersebut berhasil meraih rekor MURI kategori makan beras nonpadi dengan jumlah peserta terbanyak.