Sedangkan dampak terparah dari penerapan BPNT adalah tidak adanya mekanisme control dari pemerintah. Artinya Pemerintah memang sengaja membiarkan masyarakat untuk membeli pada harga tingkat pasar dan semaunya. Sungguh hal ini merupakan tindakan yang sangat berbahaya. Secara teori ekonomi, uang Rp 110.000/bulan akan dilihat para pedagang sebagai peningkatan pendapatan yang identik dengan tingginya permintaan. Permintaan yang tinggi dari eks penerima rastra akan mereka manifestasikan sebagai daya beli yang meningkat. Sehingga secara realita, permintaan yang tinggi sudah pasti akan mereka barengi dengan harga yang tinggi pula. Bukan tidak mungkin, akan terjadi kenaikan harga beras dari hari ke hari.
Kedua; adanya mafia pangan yang sengaja bermain untuk mengatur pasokan beras sehingga harga terus naik sesuai dengan yang mereka inginkan. Ini sudah dibuktikan, dengan penggerebekan yang dilakukan oleh satgas pangan.
Dengan fakta diatas, sehingga sangat riskan jika apa yang saya asumsikan benar-benar terjadi, yaitu peralihan selera konsumsi dari beras medium ke beras premium. Karena, tidak ada pihak yang bisa memantau dan yang bisa melarang penerima BPNT, agar tetap mengkonsumsi beras medium. Jika mereka ikut-ikutan mengkonsumsi beras premium (daya beli semu), konsekuensinya juga harus mereka terima. Dimana pada tingkat ini, konsumen tidak perduli dengan harga beras berapapun harganya. Ujung-ujungnya uang tersebut semakin tidak mencukupi dan sedikit sekali untuk ditukarkan dengan bahan kebutuhan pokok.
Padahal secara gizi, tidak ada beda antara beras premium dengan beras medium. Perbedaan harga ini hanya berdasarkan mutu fisik saja. Sehingga, justru tujuan awal BPNT agar masyarakat mendapatkan gizi beragam dan berimbang, malah sebaliknya. Masyarakat penerima BPNT menderita kurang gizi bisa saja terjadi, jika tetap dibiarkan membeli harga beras semaunya. Bagaimana jika mereka benar-benar kurang gizi... ? rantai setan perangkap rawan pangan sudah menunggu. Akibat gizi kurang, kerja tidak semangat, anaknya menjadi tidak fokus belajar, ujung-ujungnya produktivitas dan prestasi rendah.
Oleh karena itulah, desain perubahan kebijakan perberasan dari rastra menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) perlu ditunjang ulang oleh pemerintah. Terlalu banyak tenaga, waktu, biaya dan pikiran yang dikorbankan akibat perubahan kebijakan ini.Beras haruslah dikontrol penuh oleh pemerintah dan jangan dibiarkan tenggelam dalam pertarungan mekanisme pasar. Ini semua demi terciptanya stabilisasi harga dan menjamin jalannnya roda perekonomian bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H