Mohon tunggu...
Julkhaidar Romadhon
Julkhaidar Romadhon Mohon Tunggu... Administrasi - Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Pengamat Pertanian Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya. Http//:fokuspangan.wordpress.com Melihat sisi lain kebijakan pangan pemerintah secara objektif. Mengkritisi sekaligus menawarkan solusi demi kejayaan negeri.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

DPR tak Pantas sebut Ombudsman seperti LSM

3 Mei 2018   07:16 Diperbarui: 7 Mei 2018   16:41 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Komisioner Ombudsman RI, Lely Pelitasari Soebekti mengingatkan Direktur Utama (Dirut) Bulog yang baru Budi Waseso atau Buwas mengenai mafia pangan.

Lely mengatakan bahwa Buwas harus mempertegas apa itu indikator yang dinamakan mafia pangan. Sehingga harus dibuktikan dan bukan hanya bicara.

Namun, pernyataan ini mendapat respon langsung dari anggota komisi II DPR RI, Firman Subagyo. Ia mengecam Lely, komisioner Ombudsman yang menantang Buwas membuktikan janjinya memberantas mafia beras.

Menurutnya, sikap menantang ini seolah memposisikan lembaga Ombudsman layaknya seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan oleh karena itu tidak perlu dilontarkan.

Ia menambahkan bahwa tugas Ombudsman adalah melakukan pengawasan dan proses ketika ada pengaduan masyarakat yang bersifat publik. Dengan pernyataan yang seolah meragukan sosok Buwas, ia meminta Ombudsman untuk instropeksi diri dan lebih memahami fungsi dan tugas lembaga tersebut.

Sebenarnya permasalahan apa yang terjadi hingga DPR mengecam Ombudsman?

Jika kita melihat secara jernih persoalan diatas, secara logika tidak ada yang salah dengan pernyataan komisioner Ombudsman Lely Pelitasari Soebekti. Adalah hal wajar jika ia mengingatkan Buwas, agar berhati-hati dan terperinci untuk mendefinisikan kata-kata mafia beras.

Sebagai lembaga negara yang fungsinya mengawasi kebijakan publik, Lely sudah berada pada jalur yang benar. Pernyataan yang ia lontarkan hanyalah semacam early warning atau bernada mengingatkan bukan nada tantangan. 

Seharusnya, pernyataan seperti ini ditanggapi positif oleh DPR dan bila perlu diikuti oleh lembaga negara yang lain. Mengapa? karena saling mengingatkan adalah baik bagi bangsa ini, agar kedepannya tindakan yang dilakukan tidak jauh melenceng atau salah dalam melangkah.

Tindakan yang salah diambil, tidak hanya merugikan negara namun masyarakat pada umumnya. Ketika sudah diingatkan tetapi tetap salah melangkah, maka tindakan boleh dilakukan. Bukankah, pencegahan lebih baik daripada mengobati. Nah, itu sebenarnya yang dilakukan Komisioner Ombudsman Lely. 

bmxezdiw6t-5af01e40f13344520819f0b4.jpg
bmxezdiw6t-5af01e40f13344520819f0b4.jpg
Ia hanya mengingatkan bahwa indikator mafia beras harus lebih jelas. Andaikata indikator tersebut tidak jelas, maka semua pedagang beras bisa dituduh sebagai mafia atau spekulan dan penimbun. Dampaknya adalah justru akan membuat pelaku usaha ketakutan dan tidak mau berdagang. Selanjutnya adalah harga beras ditingkat petani jatuh karena tidak ada pembeli, petani miskin dan akhirnya roda perekonomian berjalan lambat.

Sangat bisa dipahami statement Lely, mengingat sebelum awal ia berkarir di Ombudsman ia puluhan tahun bekerja di Bulog. Ia merintis karir dari bawah hingga mencapai level top direktur pimpinan Bulog. Sehingga boleh dikata, permasalahan beras dan Bulog sudah ia kuasai dengan matang.

Secara tidak langsung, Lely hanya mengingatkan Buwas bahwa lembaga Bulog tidak lagi memiliki kewenangan layaknya era Presiden Soeharto. Waktu itu Bulog memiliki kewenangan untuk melakukan stabilisasi harga dengan dukungan penuh pemerintah. Sehingga stabilnya harga sembako sangat dirasakan oleh masyarakat banyak.

Bulog era sekarang, sudah sangat jauh berbeda. Ketika MoU dengan IMF ditandatangani, disitu pula kewenangan Bulog diamputasi. IMF tidak mau pemerintah mengontrol penuh harga pangan. Mereka menginginkan harga sembako harus dilepas sesuai mekanisme pasar yang berlaku.

Oleh karena itu Bulog sekarang sudah berubah menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan kewenangan yang terbatas. Semuanya harus menunggu perintah atau penugasan dari Kementerian. Dan perlu dicatat, setiap penugasan yang dilakukan harus berorientasi keuntungan. 

Sehingga sangat wajar, jika Bulog terkesan lambat mengambil keputusan akibat lambatnya proses birokrasi, administrasi. Serta ditambah lagi dengan perhitungan bisnis yang matang. Karena prinsipnya jangan sampai rugi.

629-kepala-badan-narkotika-nasional-budi-waseso-buwas-696x341-5af01d7fdd0fa80c0f707362.jpg
629-kepala-badan-narkotika-nasional-budi-waseso-buwas-696x341-5af01d7fdd0fa80c0f707362.jpg
Oleh karena itu, Buwas yang merupakan orang baru di Bulog mungkin juga kaget dengan perubahan yang selama ini terjadi. Karena sebagian orang juga termasuk para pejabat negara masih menganggap Bulog masih powerfull mengendalikan harga sembako.

Dari uraian panjang diatas, bisa disimpulkan bahwa pernyataan lely soebekti tidak ada yang salah. Pernyataannya hanyalah mengingatkan dan merupakan bagian tugas seorang komisioner Ombudsman. 

Sebenarnya pernyataan Firman Subagyo lah yang terlalu berlebihan. Dengan mengatakan Ombudsman layaknya LSM justru merendahkan martabat lembaga negara. Karena komisioner Ombudsman diangkat dan langsung dilantik oleh Presiden. Seharusnya lembaga negara seperti DPR saling mendukung dan memberikan dukungan penuh antar sedama lembaga negara. Ini semua bertujuan agar nawa cita untuk mewujudkan kedaualatan pangan dapat tercapai dengan cepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun