Mohon tunggu...
Julkhaidar Romadhon
Julkhaidar Romadhon Mohon Tunggu... Administrasi - Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Pengamat Pertanian Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya. Http//:fokuspangan.wordpress.com Melihat sisi lain kebijakan pangan pemerintah secara objektif. Mengkritisi sekaligus menawarkan solusi demi kejayaan negeri.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menanti Gebrakan Teten Mengatasi Polemik Pangan

30 April 2018   21:47 Diperbarui: 30 April 2018   22:48 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: tribunnews.com

Terpilihnya Teten Masduki sebagai Dewan Pengawas (Dewas) Perum Bulog dinilai tepat. Pergantian ini satu paket dengan Budi Waseso yang menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) Bulog. Memang baru kali ini, mantan birokrat menjadi pucuk pimpinan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang nota bene dituntut mencari keuntungan.

Fenomena apa yang bisa ditangkap dengan pergantian tersebut? Apakah pemerintah menginginkan ada lembaga yang mampu secara independen mengurusi isu pangan tanah air.

Tidak tanggung-tanggung Pemerintah menunjuk  mantan pejabat dan orang nomor  satu di instansinya masing-masing. Teten Masduki adalah mantan Kepala Kantor Staf Presiden(KSP) sedangkan Budi Waseso mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).

Namun dalam artikel kali ini, saya hanya mengupas sosok Teten Masduki dalam dunia bisnis. 

Menarik memang jika Presiden Jokowi menempatkan sosok Teten duduk sebagai Ketua Dewas Perum Bulog. Bukan tanpa sebab jika ia didudukan disana. Pertama latar belakang sebagai kepala KSP dan kedua sebagai pendiri Indonesian Corruption Watch (ICW). 

Pengalaman sebagai kepala kantor staf presiden menunjukkan bahwa ia biasa melakukan koordinasi dan menghadapi para Menteri. Dalam beberapa peristiwa  belakangan ini, kerap terjadi silang pendapat tentang kebijakan pangan yang diambil.

Tengok saja kasus impor beras diawal tahun dari Vietnam dan Thailand. Kementerian Pertanian dan Perdagangan saling bersitegang tentang perlu tidaknya impor beras. Kementan bersikeras tidak perlu impor beras karena surplus sedangkan, Kemendag bersikukuh impor harus dilakukan karena harga beras tinggi dan stock beras pemerintah menipis.

Tida hanya soal impor beras, namun impor gula, garam serta impor kebutuhan pokok yang lainnya selalu menuai polemik. Sebab itulah, diperlukan sosok Teten  sebagai jembatan penghubung beberapa Kementerian yang suka saling berseberangan pandangan. 

Kepiawaian Teten sebagai Kepala KSP tentu masih sangat disegani oleh mantan koleganya. Walaupun sekarang strukturnya sudah dibawah koleganya, namun tentu mereka masih memandang sosok Tenten yang terkenal bersih. 

Track record sebagai founder ICW, juga semakin menegaskan akan transparansi impor yang akan dilakukan Bulog. Teten pasti akan tampil ke publik ketika impor yang dilakukan Bulog menuai polemik.  Sudah pasti ia akan tampil ke publik menjelaskan butuh tidaknya negeri iini melakukan impor pangan.

Ketika keputusan impor menuai polemik, atau tidak mempunyai alasan tepat maka kredibilitas Teten sebagai koordinator ICW akan dipertaruhkan. Sehingga sangat tidak mungkin ia mengambil resiko yang terlalu besar ini.

Pemberantasan mafia pangan yang diharapkan oleh semua pihak, tentu tidak bisa serta merta dilakukan. Mengingat lembaga Bulog bukanlah lembaga super power di era orde baru. Ketika masih berwujud lembaga negara non kementerian (LPNK), Bulog begitu gagahnya mengontrol sembilan bahan pokok harganya tetap stabil. 

Para pedagang pun tidak berani melakukan spekulasi. Apalagi menimbun barang dalam jumlah besar. Pasti mereka jatuh bangkrut, karena Bulog didukung dengan anggaran negara berikut fasilitas untuk melaksanakannya. Selain itu, dengan kewenangannya yang besar pengusaha besar harus melaporkan stock sembako yang mereka kuasai.

Namun sekarang semua berbalik seratus delapan puluh derajat. Perubahan bentuk akibat tekanan IMF, memaksa pemerintah merubah bentuk Bulog menjadi BUMN berbentuk Perum. Dimana tugasnya banyak melakukan kegiatan pelayanan publik seperti yang diamanatkan oleh pemerintah.

Sebenarnya banyak pihak juga menyangsikan pergantian pimpinan BUMN ini. Mengapa? ya, karena siapapun nahkodanya jika kelembagaan ini tidak diperkuat hasilnya tentu sama saja. Tidak ada sesuatu yang fundamental terjadi.

Ada satu jalan yang dapat ditempuh untuk mengembalikan kontrol penuh pemerintah terhadap pangan. Jalan apa itu? ya, dengan cara secepatnya mengembalikan lembaga ini sesuai dengan amanat undang undang pangan.

Amanat dalam undang undang pangan sudah sangat terang benderang. Membentjk lembaga pangan nasional setingkat menteri yang langsung bertanggung jawab kepada Presiden. Lembaga ini akan mengkoordinasikan kebijakan pangan antar kementerian teknis terkait. Sehingga akan mengurangi kesimpang siuran yang selama ini terjadi terus menerus dan berulang ulang.

Mungkin, menempatkan Teten sebagai Dewas Perum Bulog merupakan kesengajaan penerintah sebagai rintisan awal peralihan lembaga ini menjadi Lembaga Pangan Nasional. Jika memang settingnya demikian, maka pemerintah sudah berada di jalaur yang benar untuk mewujudkan nawa cita berdaulat di bidang pangan.

Namun, jika prediksi itu salah maka Teten yang merupakan mantan Kepala Staf Kantor Presiden harus mengingatkan pemerintah, bahkan mendorongnya agar lembaga pangan nasional harus segera terbentuk. Hal ini demi satu tujuan agar kedaulatan pangan yang merupakan cita dari nawa cita segera terwujud. Semoga dengan keberadaan Teten, polemik pangan yang selalu terjadi akan cepat terselesaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun