Rasa-rasanya jika kita menyimak polemik demi polemik pangan yang terjadi belakangan, memang benar Negara ini lagi darurat lembaga pangan. Selalu ada saja kejadian tiap tahunnya, mulai dari harga jatuh hingga impor.Â
Silih berganti seakan masalah pangan tiada henti. Yang paling baru dan mencapai klimaks adalah perseteruan dua Kementerian yaitu Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag).Â
Publik seakan dipertontonkan ketidakprofesionalan dua lembaga Negara. Bagaimana mungkin sama-sama pemerintah tapi bisa berbeda pandangan yang tajam. Sepertinya kejadian tersebut benar-benar puncak dari segala puncak dan telah menunjukkan memang ada yang salah dalam tata kelola pangan.
Kementan tetap ngotot dengan data diatas kertas bahwa kita surplus produksi. Sedangkan Kemendag lebih realistis lagi dengan melihat pergerakan harga yang terus merangkak naik dari hari ke hari.Â
Harusnya, jika benar produksi padi melimpah, maka harga beras tidak akan naik. Para pakar ekonomi pun juga sudah bingung, apakah teori ekonomi Hukum Permintaan dan Penwaran 100 tahun yang lalu sudah terpecahkan? Bagaimana bisa jika barang yang ditawarkan banyak, permintaan tetap tetapi harganya semakin tinggi? Aneh? apa yang terjadi sebenarnya? Logika yang sangat sulit diterima akal sehat.
Apakah memang polemik dibiarkan saja mengalir alamiah demi kepentingan ego sektoral, lalu biarkan publik saja yang menilai siapa yang salah? ataukah memang karena ketidak tahuan dan lemahnya koordinasi kedua lembaga?
Namun, semua drama akhirnya cleardan terjawab sudah. Pernyataan terlontar dari Mendag Enggartiasto Lukita, bahwa impor beras 500 ribu ton dari Vietnam juga atas sepengetahuan Amran Sulaiman. Hal ini juga diamini oleh kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi yang mengatakan bahwa keputusan impor adalah kebijakan pemerintah dan pasti sudah dikoordinasikan terlebih dahulu.
Sebenarnya polemik impor beras tersebut bisa selesai karena ada campur tangan Wapres Jusuf Kalla yang meluruskannya. Di sisi lain juga diperkuat rekomendasi dari Lembaga Negara Ombudsman yang menilai ada potensi pelanggaran administrasi. Lalu sebenarnya, apa yang sudah diluruskan?Â
Kesalahan fatal yang sangat bisa terjadi waktu itu adalah penunjukkan impor kepada BUMN PT Putra Pangan Indonesia (PPI). Bagaimana mungkin PPI yang notabene tidak mempunyai sarana pergudangan, pengalaman soal importasi serta payung hukum yang jelas bisa melakukannya.
Disanan akan terjadi potensi pelanggaran undang-undang yaitu Inpres No 5 Tahun 2015 dan Perpres 48 Tahun 2016, karena yang berhak yang melakukan impor beras adalah Perum BULOG.Â
Coba bayangkan jika tidak ada yang meluruskan, pasti dikemudian hari akan menjadi potensi pelanggaran hukum. Ini semua karena pengalaman Wapres JK yang pernah menjabat sebagai kepala BULOG. Tentu dan sangat jelas beliau paham dengan apa yang terjadi.