Bank Dunia (World Bank) merilis laporan terhadap perkembangan ekonomi Indonesia yang dipantau tiap triwulan. Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chavez mengatakan, inflasi umum pada kuartal ketiga 2017 yang turun menjadi rata-rata 3,8 persen secara year on year terjadi karena menurunnya inflasi harga pangan. Selain itu, turunnya inflasi juga disebabkan oleh meredanya dampak dari kenaikan harga yang diatur pemerintah (administered price).
World Bank juga memproyeksikan, tingkat inflasi Consumer Price Index atau Indeks Harga Konsumen Indonesia pada 2017 akan berada di level 3,8 persen dengan syarat tidak adanya kenaikan harga energi serta stabilnya harga pangan. Pada 2018, indeks tersebut diprediksi akan turun menjadi 3,5 persen (lihat). Â
Ada beberapa kata kunci yang bisa kita ambil dari rilis laporan bank dunia tersebut. Pertama; inflasi umum turun, karena turunnya inflasi harga pangan dan kedua; Inflasi Indonesia pada 2017 akan berada di level 3,8 persen dengan syarat tidak adanya kenaikan harga energi serta stabilnya harga pangan.
Inflasi Bahan Pangan
Di Indonesia, Inflasi volatile food merupakan inflasi yang bersumber oleh sejumlah komoditas bahan pangan. Inflasi ini menyumbang secara signifikan dalam menentukan tingkat laju inflasi di Indonesia. Tentunya inflasi ini  dipengaruhi tingkat harga pangan. Porsi sumbangannya yang sangat besar terhadap inflasi dan responnya yang cepat terhadap berbagai shocks menjadikannya sebagai leading indicators inflasi. Komoditas bahan pangan tersebut yang memberikan kontribusi yang besar dalam laju inflasi volatile food adalah beras. Sejarah telah membuktikan, bahwa beras sangat powerfull untuk menjadi lokomotif atau pemicu kenaikan harga bahan pangan lainnya.
Bagi negara berkembang Indonesia, pasar produk makanan (pangan) merupakan salah satu pasar barang yang memegang peran kunci dalam penentuan laju inflasi. Pada periode 2002-2007, rata-rata kontribusi kelompok makanan terhadap laju inflasi mencapai lebih dari 50% (Bank Indonesia, 2007). Beras memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap laju inflasi di Indonesia sebesar 24 persen dan 45 persen dari total foodintake atau sekitar 80 persen dari sumber karbohidrat utama. (BPS, 2012).
Lalu pertanyaan selanjutnya, lembaga mana yang mengurusi beras di negeri ini dan apa saja tugas yang dilakukannya hingga inflasi menjadi rendah pada tahun 2017?
Jawabannya tentu publik sudah tahu, pasti BULOG. Lantas, apa yang dilakukan BULOG untuk menjaga kestabilan harga pangan ? Dibawah ini diuraikan beberapa tugas pokok yang dilakukan BULOG, agar terciptanya kestabilan harga pangan terutama beras : Â
1. BULOG menggelontorkan Rastra
Menurut Prof. Bustanul Arifin Ekonom Senior INDEF, fakta teoretis dan empiris ekonomi menunjukkan bahwa pengendalian laju inflasi dari sisi penawaran sangat berhubungan dengan sistem produksi pangan yang rentan terhadap iklim, antara lain manajemen stok dan gangguan produksi usaha tani (www.kompas.com). Artinya apa? agar inflasi tidak meluas dan merusak daya beli masyarakat golongan pendapatan rendah maka diperlukan kebijakan subsidi pangan langsung yang bertindak sebagai jaring pengaman. Dan, program itu adalah Raskin (beras miskin) atau Rastra (Beras Sejahtera).
Tercatat, pada tahun ini sampai dengan tanggal 20 Desember 2017, beras rastra yang sudah digelontorkan sebanyak 2,5 juta ton untuk 14,2 juta Rumah Tangga Miskin (RTM). Artinya disini, BULOG hampir 100 persen memenuhi jatah untuk kebetuhan beras bagi masyarakat pendapatan rendah selama periode 1 tahun. Kecepatan penyaluran Rastra sangat diperlukan untuk menekan kenaikan harga beras di pasaran. Â