Mohon tunggu...
Julkhaidar Romadhon
Julkhaidar Romadhon Mohon Tunggu... Administrasi - Kandidat Doktor Pertanian UNSRI

Pengamat Pertanian Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya. Http//:fokuspangan.wordpress.com Melihat sisi lain kebijakan pangan pemerintah secara objektif. Mengkritisi sekaligus menawarkan solusi demi kejayaan negeri.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Miris, Cara Berpikir Mengenai Pangan (Bagian 1)

26 Agustus 2017   13:32 Diperbarui: 26 Agustus 2017   15:51 1124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membiarkan masyarakat untuk membeli pada harga tingkat pasar dan semaunya adalah sangat berbahaya. Secara teori ekonomi, uang Rp 110.000/bulan akan dilihat para pedagang sebagai peningkatan pendapatan yang identik dengan tingginya permintaan. Permintaan yang tinggi dari eks penerima rastra akan mereka manifestasikan sebagai daya beli yang meningkat. Dan secara realita, permintaan yang tinggi sudah pasti akan mereka barengi dengan harga yang tinggi pula. Bukan tidak mungkin, akan terjadi kenaikan harga beras dari hari ke hari.

Hal ini bisa saja disebabkan; Pertama,terjadi pergeseran selera penerima BPNT dimana selama ini mengkonsumsi beras medium ke beras premium. Harus kita ingat, bahwa beras premium lah yang menjadi biang keladi kenaikan beras medium. Semua ini bisa saja terjadi, karena mereka menganggap uang yang mereka terima cukup memadai untuk membeli beras premium serta bisa saja dalam pikiran mereka masih ada stigma yang melekat "kalau nasinya enak, maka tidak ada lauk juga tidak apa-apa". Kedua; adanya mafia pangan yang sengaja bermain untuk mengatur pasokan beras sehingga harga terus naik sesuai dengan yang mereka inginkan. Ini sudah dibuktikan, dengan penggerebekan yang dilakukan oleh satgas pangan.

Dengan fakta diatas, sehingga sangat riskan jika apa yang saya asumsikan benar-benar terjadi, yaitu peralihan selera konsumsi dari beras medium ke beras premium. Karena, tidak ada pihak yang bisa memantau dan yang bisa melarang penerima BPNT, agar tetap mengkonsumsi beras medium. Jika mereka ikut-ikutan mengkonsumsi beras premium (daya beli semu), konsekuensinya juga harus mereka terima. Dimana pada tingkat ini, konsumen tidak perduli dengan harga beras berapapun harganya. Ujung-ujungnya uang tersebut semakin tidak mencukupi dan sedikit sekali untuk ditukarkan dengan bahan kebutuhan pokok.

Padahal secara gizi, tidak ada beda antara beras premium dengan beras medium. Perbedaan harga ini hanya berdasarkan mutu fisik saja. Sehingga, justru tujuan awal BPNT agar masyarakat mendapatkan gizi beragam dan berimbang, malah sebaliknya. Masyarakat penerima BPNT menderita kurang gizi bisa saja terjadi, jika tetap dibiarkan membeli harga beras semaunya. Bagaimana jika mereka benar-benar kurang gizi... ? rantai setan perangkap rawan pangan sudah menunggu. Akibat gizi kurang, kerja tidak semangat, anaknya menjadi tidak fokus belajar, ujung-ujungnya produktivitas dan prestasi rendah.

Pernyataan ketiga "kita juga enggak tahu, bisa jadi itu dipakai buat beli yang lain."

Kelemahan ini sebenarnya sangat berbahaya, namun seolah-olah dianggap enteng dengan penerapan hukuman. Coba kita bayangkan, jika kartu disalahgunakan oleh kepala keluarga untuk membeli rokok yang justru bisa membahayakan kesehatan. Bahaya rokok tidak hanya menimpa kepala keluarga namun juga berbahaya buat keluarganya. Penyakit kanker, paru-paru sudah menunggu, apalagi baru-baru ini kita mendengar ada bayi meninggal karena asap rokok. Alih-alih mau menuntaskan kemiskinan, namun justru pemerintah mengeluarkan banyak anggaran untuk memberi subsidi pada rumah sakit untuk pengobatan.

Itu semua kelemahan BPNT yang sangat besar, sehingga jangan dianggap masalah enteng. Perlu segera dilakukan antisipasi secara dini. Bagian ke dua nanti, saya akan ulas pernyataan berikutnya yang dianggap sebagai keunggulan. Sekaligus akan saya tawarkan solusi perbaikan program demi tercapainya tujuan pemerintah agar masyarakat sehat dan sejahtera.

*) Kandidat Doktor Ilmu Pertanian Universitas Sriwijaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun