Nah pada titik itulah, kesalahpahaman bisa terjadi. Salah penafsiran hingga pemahaman yang kurang untuk membedakan antara gabah rusak dengan gabah diluar kualitas menjadi sumber pemicunya. Dikarenakan adanya pentargetan oleh pimpinan TNI kepada unit-unit terkecil satuannya di daerah, mau tidak mau perintah seperti ini wajib dilaksanakan.
Masing-masing unit terkecil satuan seperti, Korem, Kodim, Koramil mendapat target serapan per bulan untuk menyerap gabah petani diluar kualitas dari Mabes TNI. Keberhasilan target tersebut tentu ditunjukkan oleh hitam diatas putih yaitu data. Mereka berlomba-lomba untuk meminta data dari BULOG tentang serapan gabah yang sudah dilakukan di wilayah masing-masing. Mereka beralasan, ini akan menjadi evaluasi kinerja mereka yang menyangkut karier dan promosi jabatan. Bagi pihak TNI, tongkat komando merupakan sebuah kehormatan manifestasi karier mereka. Apalah arti pangkat yang tinggi jika mereka non job alias tidak ada jabatan komando.
Filosofi inilah yang akhirnya memunculkan fenomena kontroversial dilapangan oleh pihak TNI. Intimidasi seperti pemaksaan agar BULOG mau menyerap gabah beras petani berkualitas buruk seperti yang dikatakan Ombudsman dapat saja terjadi. Semua ini tidak lain dan tidak bukan akibat dilakukan pentargetan. Jika ini dianggap sebagai sebuah prestasi atau perlombaan, sangat kasihan bagi daerah yang mengalami kegagalan panen (fuso) atau memang bukan daerah pertanian padi. Sudah jelas sangat beda dan tidak akan sama hasilnya antara daerah surplus dan daerah defisit.
Pihak TNI yang tergabung dalam tim sergap banyak yang mengakui bahwa mereka baru belajar tentang pertanian semenjak adanya program Upaya Khusus Padi, Jagung, Kedele (Upsus Pajale) dua tahun terakhir ini. Mereka selama ini banyak berkutat pada masalah strategi pertahanan, keamanan hingga situasi peperangan. Jika melihat latar belakang ini, jadi wajar rasanya banyak kesalahan pemahaman, ketidaktahuan, informasi yang sumir yang mereka dapatkan.
Keterlibatan TNI dalam menggapai swasembada pangan sebenarnya sebuah langkah terobosan yang sangat baik. Pemberdayaan anggota TNI yang dalam hal ini Babinsa benar-benar sangat membantu petani. Bantuan serta dukungan yang mereka berikan sangat-sangat diperlukan pemerintah untuk membantu mencapai swasembada pangan. Dari semua usaha dan kerja keras dari pihak TNI sebenarnya sudah sangat bagus, cuma sedikit kekurangannya adalah pada pentargetan jumlah serapan. Perintah atasan dalam dunia militer merupakan perintah komando yang harus dilaksanakan.
Namun, jika perintah pentargetan tersebut disasarkan kepada komoditas beras dirasa agak kurang tepat. Kenapa seperti itu... ? ya.. ini disebabkan karena beras merupakan komoditas strategis, ekonomi dan politis sehingga rentan disalahgunakan jika banyak pihak atau lembaga yang mengurusinya. Sifat perdagangan beras yang dapat bergerak ke daerah mana saja tidak bisa dibatasi, baik oleh pemerintah daerah maupun pihak TNI. Pergerakan beras antar wilayah akan berhenti, jika tidak adalagi margin atau perbedaan harga yang memberikan keuntungan.
Oleh karena itulah dalam era otonomi daerah, BULOG lembaga yang mengurusi masalah beras, berdasarkan kajian berbagai pihak yang berkompeten, transformasi dari Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) menjadi Perusahaan Umum BUMN (instansi vertikal) merupakan bentuk yang paling ideal. Andaikan BULOG menjadi instansi horizontal (dibawah gubernur) maka sangat rentan terjadi penyalahgunaan.
Mobilisasi stock dari daerah defisit ke daerah surplus pasti akan terkendala, baik masalah teknis ataupun non teknis. Terlalu banyak perintah dan aturan yang harus dipatuhi serta ditaati, sehingga sudah dapat dipastikan tingkat kerawanan pangan akan menjadi lebih tinggi. Apalagi jika Gubernur melarang untuk memberikan bantuan ke Provinsi tetangga dengan alasan stok provinsi mereka kurang, apalagi adanya sentimen kedaerahan yang menyangkut urusan pribadi.
Pemaksaan yang dilakukan oleh TNI kepada BULOG jika memang benar terjadi sangatlah disayangkan. Mengapa.. ? ya, karena BULOG merupakan lembaga pemerintah juga, sehingga kerugian BULOG juga ditanggung oleh pemerintah juga. Sebenarnya banyak cara bijak dan cantik yang dapat ditempuh oleh pihak TNI. Strategi tepat serta elegan tersebut adalah dengan menggugah hati nurani petani.
Pihak TNI bisa memberikan pengertian-pengertian kepada para petani, agar rasa nasionalismenya tumbuh dan akhirnya mereka tergugah serta mau menjual gabah dan berasnya kepada pemerintah yang dalam hal ini BULOG. TNI juga harus menyadarkan serta mengingatkan kepada petani bahwa betapa banyak bantuan pemerintah yang telah diberikan untuk meningkatkan produksi padi mereka. Sehingga wajar dan sudah seharusnya petani menjual atau menyisihkan hasil panennya kepada pemerintah. Dengan demikian, target swasembada pangan Presiden Jokowi dapat tercapai tanpa ada satu pihakpun yang dirugikan.