Mohon tunggu...
Julius Sathya
Julius Sathya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berbagi tentang diet, nutrisi, dan gaya hidup sehat

Co-founder and CEO of Dapurfit, the first online-based healthy catering in Indonesia www.dapurfit.com instagram.com/dapurfit

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Nasi Putih, "Karbo Jahat", dan Mitos Indeks Glikemik

5 Juli 2020   16:01 Diperbarui: 5 Juli 2020   17:28 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat masih kecil saya selalu bingung, kenapa nasi putih dibilang 'jahat', sedangkan nasi merah dibilang 'baik'?

Waktu itu saya masih SMP saat ibu saya tiba-tiba mengganti nasi di rumah kami dengan nasi merah. Ibu saya bilang nasi putih itu 'jahat', dan nasi merah lebih 'baik'. Saya ingat, tidak lama setelah itu saya pergi ke Bandung untuk menemani nenek mengunjungi saudaranya yang berusia 94 tahun. Saya semakin bingung karena selama seminggu saya disana, saya melihat beliau setiap hari makan layaknya orang dulu, yaitu apapun lauknya, selalu ditemani dengan nasi putih yang agak menggunung. Beliau berusia 94 tahun dan masih sangat FIT, masih bisa melakukan jongkok-bangun, masih datang ke pabrik setiap hari, dan tidak ditemani oleh penyakit kronis/ metabolik (gula, kolesterol, dll).

Sejak saat itu, saya jadi sering mengamati saudara-saudara dan teman keluarga saya yang hidup sehat sampai usia 80-90an, dan sepengetahuan saya, mereka semua makan nasi putih sepanjang hidupnya. Lalu kenapa nasi putih dibilang 'jahat'?

edit pribadi
edit pribadi
Bukan hanya di lingkungan hidup saya, tim riset yang dipimpin oleh Dan Buettner, award winning & NYT bestselling author, melakukan studi dan menemukan bahwa penduduk Okinawa (Jepang) dan Nicoya (Costa Rica), 2 dari 5 populasi dengan angka harapan hidup paling tinggi di dunia, juga rutin mengkonsumsi nasi putih! Bukan hanya panjang umur, populasi Blue Zone ini juga memiliki angka penyakit kronis/ penyakit degeneratif yang sangat rendah. (1, 2)

bluezones.com
bluezones.com
Jika nasi putih memang 'jahat', kenapa orang-orang yang rutin makan nasi putih tersebut bisa sehat sampai tua?

Memang, pengamatan saya hanya merupakan anecdotal evidence, dan studi Blue Zone tersebut juga hanya merupakan observational evidence, keduanya tidak dapat dikatakan sebagai bukti yang 'rock-solid'. Butuh penelitian langsung berupa intervensi terkontrol untuk dapat benar-benar membuktikan bahwa nasi putih tidaklah 'jahat'.

Penelitian Terkontrol

Seorang peneliti bernama Walter Kempner membuat penelitian intervensi terkontrol tentang efek nasi putih pada berat badan dan marker-marker kesehatan. (3)

Penelitiannya sederhana, 106 orang pasien obesitas diberikan 'white rice diet', yaitu diet yang didominasi oleh konsumsi nasi putih, tetapi dengan total porsi (total energi/ kalori) yang sedikit. Hasilnya, 106 pasien obesitas tersebut, mendapatkan penurunan berat baan secara rata-rata 64kg, dengan penurunan BB tertingggi sebesar 137kg. Mereka juga mendapatkan perbaikan kadar gula darah, tekanan darah, trigliserida, kolesterol, dan asam urat. (3)

Jika nasi putih itu memang 'jahat', bagaimana mungkin 106 orang tersebut bisa mendapatkan penurunan BB ~64kg, dan mendapatkan peningkatan kesehatan yang sangat signifikan dengan diet yang 90-95% nya nasi putih dan buah (karbo simple)? (3) Peneliti yang sama, juga mencoba diet tersebut (white rice diet) pada penelitian dengan subjek pasien diabetes, dan mendapatkan hasil yang baik dan memuaskan. (4)

archieves of internal medicine
archieves of internal medicine
Bukan hanya terbukti pada penelitian (experiment), hal tersebut juga terbukti dari pengalaman kami (experience). Pada usaha katering sehat saya, Dapurfit, kamipun menyajikan nasi putih (dan karbo simple lainnya) untuk langganan yang ingin weight loss, dan langganan dengan diabetes. 

Hasilnya? Sudah 8 tahun Dapurfit berdiri sebagai katering sehat berbasis online pertama di Indonesia, dan selama 8 tahun tersebut, hasilnya selalu memuaskan. Ada 1500++ testimonial langganan kami, lengkap dengan ratusan foto before-after pada instagram kami @dapurfit di hashtag #testidapurfit.

dafurfit
dafurfit
Jika nasi putih dan karbo simple lainnya memang 'jahat', bagaimana mungkin ribuan langganan Dapurfit bisa mendapat hasil yang memuaskan, baik dalam berat badan maupun marker-marker kesehatan?

Mengupas Mitos 'Karbo Jahat' dan Indeks Glikemik

Bukan hanya nasi putih, banyak karbo lainnya yang dibilang 'jahat', seperti roti putih, bahkan beberapa jenis buah.

Mitos 'karbo jahat' ini berasal dari kesalahpahaman tentang Indeks Glikemik. Sebelumnya, apa itu indeks glikemik?

Indeks glikemik (IG)/ Glycemic Index (GI) adalah suatu ukuran (berupa skala 0-100) untuk mengindikasikan seberapa cepat suatu makanan diubah menjadi gula darah oleh tubuh manusia. 

Secara umum, indeks glikemik dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:

  • <55 = Rendah
  • 56-69 = Sedang
  • >70 = Tinggi

c9ebd42a0424965b84f0a7935cef5fe9-5f0197e6097f3651ea3e0672.jpg
c9ebd42a0424965b84f0a7935cef5fe9-5f0197e6097f3651ea3e0672.jpg
Indeks glikemik ini membuat banyak orang takut mengkonsumsi nasi putih, bahkan takut mengkonsumsi buah-buahan yang dikatakan memiliki indeks glikemik yang tinggi (misalnya anggur, nanas, pepaya, mangga, semangka). Ini sangat disayangkan, sebab banyak orang yang jadi takut makan buah, dan menghindari konsumsi buah karena mempercayai mitos indeks glikemik.

Padahal, totality of scientific evidences jelas menunjukkan bahwa buah adalah makanan sehat yang justru mencegah berbagai penyakit (eg: diabetes, jantung), dan konsumsi buah justru diasosiasikan dengan penurunan resiko kematian akibat kanker, jantung, dan segala sebab. (5-8) Studi juga membuktikan, buah tidak membuat gemuk (9), meningkatkan kualitas weight loss (10, 11), dan bahkan pada penelitian terkontrol ketat (Intervention Randomized Clinical Trial), buah terbukti membantu mencegah obesitas. (12) Penelitian tentang kontrol gula darah pada pasien diabetes juga menemukan bahwa konsumsi buah (whole fruits) tidak perlu dibatasi. (13)

Sangat disayangkan jika orang yang ingin hidup lebih sehat, justru menghindari konsumsi makanan sehat, akibat mempercayai mitos yang salah. Menurut saya, inilah dampak negatif dari 'too much information (lebih tepatnya 'misinformation'/ hoax)' pada kesehatan.

Walaupun masih banyak sekali orang yang mempercayai indeks glikemik ini, konsep indeks glikemik sebenarnya adalah konsep yang outdated dan sudah dibuktikan salah (dan tidak berguna) pada berbagai jurnal ilmiah.

  1. Penelitian terkontrol ketat pada JAMA/ Journal of the American Medical Association (2014) menyatakan: Makanan/ diet indeks glikemik rendah (low GI) tidak memberikan manfaat untuk sensitivitas insulin, tekanan darah, maupun lemak darah. (14)
  2. Studi pada jurnal medis lainnya, Obesity Research (2015) menyatakan: Makanan/ diet indeks glikemik rendah (low GI) tidak memberikan manfaat pada penurunan masa lemak maupun metabolik. (15)
  3. Review of evidences dari Cochrane Reviews (2017) menyatakan: Tidak ada bukti bahwa makanan/ diet indeks glikemik rendah (low GI) dapat memberikan manfaat untuk tekanan darah, lemak darah, ataupun pencegahan resiko jantung. (16)
  4. Bahkan, saat diet low GL (Glycemic Load) dibandingkan dengan diet high GL, hasilnya sama saja untuk fat loss dan sensitivitas insulin. (17)

Ada studi terbaru (2019) yang sangat mendetail pada jurnal medis The Lancet, yang merupakan serial systematic review & meta-analysis. Studi ini mempelajari tentang 'Kualitas Karbohidrat'. Studi ini menemukan bahwa, dari totalitas bukti ilmiah yang ada, kualitas karbohidrat TIDAK dinilai dan TIDAK dipengaruhi oleh indeks glikemik-nya. Indeks glikemik TIDAK mempengaruhi kesehatan, dan tidak ada benefit dari mengkonsumsi diet dengan indeks glikemik rendah. Kualitas karbohidrat ditemukan, lebih dipengaruhi oleh 'seberapa natural', dan 'jumlah serat'-nya. (18)

Selain terbukti tidak bermanfaat, indeks glikemik juga merupakan tolak ukur yang tidak akurat. Penelitian membuktikan bahwa makanan yang sama, diberikan pada orang yang sama, indeks glikemik-nya bisa berubah-ubah (tidak konsisten). (19) Penelitian lainnya membuktikan bahwa formula yang digunakan untuk membuat estimasi indeks glikemik dari makanan, memiliki akurasi yang rendah (dengan overestimasi bisa sejauh 22-50%). (20)

Kesimpulan/ Key Takeaways:

  1. Efektivitas suatu diet/ pola makan pada kesehatan, serta pada bentuk/ komposisi tubuh, TIDAK dipengaruhi oleh karbohidrat-nya simple/ kompleks, dan TIDAK dipengaruhi oleh glikemik indeks (dan glycemic load) dari karbohidrat-nya. Misalnya, semangka merupakan makanan dengan indeks glikemik tinggi, dan es krim merupakan makanan dengan indeks glikemik rendah-sedang. Semangka tetap jauh lebih sehat dibanding es krim, walaupun indeks glikemik es krim lebih rendah dibandingkan semangka.
  2. Saat memilih karbohidrat, pilihlah karbohidrat yang natural (misalnya memilih nasi putih dibandingkan mie instant, atau memilih buah dibandingkan cake).
  3. Kesehatan kita ditentukan oleh pola makan secara menyeluruh. Untuk kesehatan, jangan terfokus pada indeks glikemik/ karbo simple VS kompleks. Jauh lebih bermanfaat jika kita fokus pada keseimbangan nutrisi, misalnya dibandingkan mengganti nasi putih dengan nasi merah, JAUH lebih bermanfaat jika kita mengkonsumsi nasi putih tersebut, dengan menambahkan 1 porsi protein dan sayur-sayuran tinggi serat.

Makan Karbo di Malam Hari

Bagaimana dengan anjuran klasik seperti jangan makan karbo simple seperti nasi putih pada malam hari, karena nanti 'gula-nya tidak terpakai' dan bisa bikin gemuk... apakah ini benar? Tidak. Penelitian terkontrol (RCT) pada peer-reviewed medical journal, Obesity Research, telah membuktikan bahwa anjuran tersebut juga merupakan mitos. (20)

Referensi:

  1.  Buettner D. The Blue Zones: Lessons for Living Longer From the People Who've Lived the Longest. Washington, DC: National Geographic Society; 2008.
  2. Mimura, G., K. Murakami, and M. Gushiken. "Nutritional factors for longevity in Okinawa---present and future." Nutrition and health 8.2-3 (1992): 159-163.
  3. Kempner, Walter, et al. "Treatment of massive obesity with rice/reduction diet program: an analysis of 106 patients with at least a 45-kg weight loss." Archives of internal medicine 135.12 (1975): 1575-1584.
  4. Kempner, Walter, Ruth Lohmann Peschel, and Clotilde Schlayer. "Effect of rice diet on diabetes mellitus associated with vascular disease." Postgraduate medicine 24.4 (1958): 359-371.
  5. Boeing, Heiner, et al. "Critical review: vegetables and fruit in the prevention of chronic diseases." European journal of nutrition 51.6 (2012): 637-663.
  6. Wu, Y., et al. "Fruit and vegetable consumption and risk of type 2 diabetes mellitus: a dose-response meta-analysis of prospective cohort studies." Nutrition, Metabolism and Cardiovascular Diseases 25.2 (2015): 140-147.
  7. Woodside, Jayne V., Ian S. Young, and Michelle C. McKinley. "Fruit and vegetable intake and risk of cardiovascular disease." Proceedings of the Nutrition Society 72.4 (2013): 399-406.
  8. Wang, Xia, et al. "Fruit and vegetable consumption and mortality from all causes, cardiovascular disease, and cancer: systematic review and dose-response meta-analysis of prospective cohort studies." Bmj 349 (2014): g4490.
  9. Guyenet, Stephan J. "Impact of whole, fresh fruit consumption on energy intake and adiposity: a systematic review." Frontiers in Nutrition 6 (2019): 66.
  10. Crujeiras, Ana B., et al. "A role for fruit content in energy-restricted diets in improving antioxidant status in obese women during weight loss." Nutrition 22.6 (2006): 593-599.
  11. Rodrguez, M. Cristina, et al. "Effects of two energy-restricted diets containing different fruit amounts on body weight loss and macronutrient oxidation." Plant foods for human nutrition 60.4 (2005): 219-224.
  12. Sharma, Satya P., et al. "Paradoxical effects of fruit on obesity." Nutrients 8.10 (2016): 633.
  13. Christensen, Allan S., et al. "Effect of fruit restriction on glycemic control in patients with type 2 diabetes--a randomized trial." Nutrition journal 12.1 (2013): 29.
  14. Sacks, Frank M., et al. "Effects of high vs low glycemic index of dietary carbohydrate on cardiovascular disease risk factors and insulin sensitivity: the OmniCarb randomized clinical trial." Jama 312.23 (2014): 2531-2541.
  15. Karl, J. Philip, et al. "Effects of carbohydrate quantity and glycemic index on resting metabolic rate and body composition during weight loss." Obesity 23.11 (2015): 2190-2198.
  16. Clar, Christine, et al. "Low glycaemic index diets for the prevention of cardiovascular disease." Cochrane Database of Systematic Reviews 7 (2017).
  17. Gardner, Christopher D., et al. "Effect of low-fat vs low-carbohydrate diet on 12-month weight loss in overweight adults and the association with genotype pattern or insulin secretion: the DIETFITS randomized clinical trial." Jama 319.7 (2018): 667-679.
  18. Williams, Sheila M., et al. "Another approach to estimating the reliability of glycaemic index." British journal of nutrition 100.2 (2008): 364-372.
  19. Dodd, Hayley, et al. "Calculating meal glycemic index by using measured and published food values compared with directly measured meal glycemic index." The American journal of clinical nutrition 94.4 (2011): 992-996.
  20. Sofer, Sigal, et al. "Greater weight loss and hormonal changes after 6 months diet with carbohydrates eaten mostly at dinner." Obesity 19.10 (2011): 2006-2014.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun