Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan sumber daya alam, sumber daya manusia, serta kebudayaannya. Dengan bangga dan berani saya mengklaim bahwa Indonesia adalah satu-satunya negara yang memiliki keberagaman kultur, suku, agama, bahasa, ras, adat istiadat yang sangat melimpah atau disebut sebagai negara multikultur.Â
Keberagaman ini adalah kekayaan yang tidak dapat kita temukan di negara lainnya di dunia ini, bahkan Indonesia dijadikan sebagai rujukan dalam mengelola keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan oleh peserta Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika (Avianni, 2017). Sungguh sepatutnya kita bersyukur dan berbangga akan hal ini dengan terus mengembangkan sikap toleransi serta menjaga keharmonisan untuk mewujudkan Indonesia yang damai.
Keberagaman yang dimiliki Indonesia tersebut kemudian telah banyak menarik perhatian para peneliti lokal maupun global untuk melakukan penelitian tentang budaya nusantara. Orang-orang yang bukan pribumi yang memiliki ketertarikan untuk meneliti tentang Indonesia disebut Indonesianist.
Ketika kita menelusuri berbagai buku, jurnal, artikel, ataupun dokumen lain berkaitan dengan penelitian tentang budaya Indonesia, kita akan lebih sering menemukan riset penelitian yang dilakukan oleh orang-orang luar negeri.Â
Dalam tulisan ini, saya akan mencoba mengajak Anda mengetahui riset yang dilakukan oleh para Indonesianist berkaitan dengan kultural nusantara, khususnya yang ada di Jawa.
Seorang antropolog asal Amerika Serikat, Clifford Geertz adalah salah seorang yang melakukan studi kultural di Indonesia, khususnya Jawa. Dia disebut sebagai pionir Indonesia Studies lewat karyanya yang populer, yaitu The Religion of Java (1960). Karya tersebut kemudian banyak dijadikan sebagai dasar literatur bagi para peneliti yang ingin meneliti tentang Indonesia, khususnya Jawa.
The Religion of Java merupakan buku Geertz yang baru diterbitkan pada tahun 1960 yang memuat hasil dari penelitiannya yang dilakukan selama tiga tahun (1951-1954) di Mojokuto, nama samaran untuk kota kecil di Jawa Timur (Anam, 2016).Â