Mohon tunggu...
Julius Cesar Hassan
Julius Cesar Hassan Mohon Tunggu... profesional -

Highrise Building Architect from TU Berlin - Germany and Master in Development Management, from Asian Institute of Management, Manila - Phillippines. Married to Rieny Hutami AF, Father of three Children, Moslem, and I like very Much Reading, Travelling and Lecturing, Working as Consultant For People Skills Development by Consulting, Training In Door, as well as Out Door Activities. I am interested in Politics mainly analyzing the phenomenas of this current situation.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

SBY Personal Brand

9 Maret 2010   16:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:31 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah merek pribadi / Personal Branding itu ?

Merek Pribadi atau Personal Branding, adalah sebuah upaya seseorang untukmengkomunikasikan keunikan dirinya yang memberikan pengaruh kuat pada lingkungan dan organisasi dimana ia berada.

Merek Pribadi yang kuat akan memiliki spirit, karakter, dan dapat menimbulkan pengaruh yang kuat bagi komunitas, dimana pribadi itu berada.

Merek Pribadi Presiden SBY, lihat Kompas hari ini, Eep Saefulloh Fatah tentang ‘Ketidak Otentikan Presiden SBY ’, Sebagai warga negara yang berhak memiliki harapan kepada pejabat publik setingkat Presiden, saya menyaksikan presiden SBY terancam oleh krisis kepemimpinan dan krisis otentisitas. Keduanya saling sokong membangun postur politik Presiden yang kurang meyakinkan.

Di tengah ramainya rapat Panitia Khusus DPR tentang Hak Angket Bank Century, Presiden SBY menyatakan, ”Demokrasi memerlukan kesantunan.” Nyatanya, ia biarkan ketidak santunan dilakukan secara permanen oleh politisi partainya sendiri, Partai Demokrat, seperti diperlihatkan Ruhut Sitompul. Padahal, kendali atas partai itu hampir sepenuhnya ada di tangan Yudhoyono.

Presiden SBY kerap mengajak masyarakat untuk bersandar pada etika. Nyatanya, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan ia kerap melakukan pelanggaran etika yang sangat elementer, terutama dengan membiarkan pejabat di bawah kewenangannya untuk bertanggung jawab atas kebijakan eksekutif yang pembuatannya jelas-jelas melibatkan kewenangan dan tanggung jawab presiden. Dalam kasus Bank Century, pidato Yudhoyono selepas Rapat Paripurna DPR yang menegaskan bahwa dirinya bertanggung jawab adalah sebuah sikap tegas yang kasip.

Presiden SBY kerap menandaskan bahwa langkah-langkah yang diambilnya adalah langkah yang matang, penuh pertimbangan, terukur, dan saksama. Nyatanya, ia senang berputar-putar seperti orang tersesat serta terkesan ragu-ragu dan lamban.

Contoh paling krusial dan aktual soal ketidakmatangan langkahnya adalah ketika kantor kepresidenan mempermalukan Presiden SBY secara tandas dalam kasus batalnya pelantikan dua wakil menteri (Anggito Abimanyu dan Fahmi Idris). Sementara penanganan kasus Bibit-Chandra dan Bank Century menggaris bawahi keragu-raguan dan kelambanannya.

Selanjutnya Eep Safulloh mengatakan, saya mengkritik presiden SBY bukan lantaran membencinya, melainkan lantaran ia Presiden saya.

Presiden SBY adalah seorang pejabat publik. Sebagai bagian dari publik, saya berhak untuk berharap kepadanya. Adalah tugas saya untuk membantunya dengan mengingatkan hal-hal yang belum tercapai. Sebab, di sekeliling presiden SBY sudah terlampau banyak orang yang terus-menerus mencatat dan melaporkan (hanya) keberhasilannya.

CONTOH lain Personal Branding

Barack Obama, kegairahannya pada perubahan menjadi pilar merek pribadinya. Sesaat setelah memenangkan tiket ke Gedung Putih, berpidato: “Amerika adalah harapan besar dan tanah para pemimpi. Harapan yang membuat kita terus bertahan melewati revolusi dan perang saudara, depresi dan perang dunia, perjuangan hak – hak sipil dan masyarakat, serta krisis nuklir.

Dan karena impian para pemimpi kita bisa menjadi lebih bersatu, lebih makmur, dan lebih dikagumi dari sebelumnya…., ujian yang sesungguhnya adalah :

apakah kita mampu mengakui kegagalan kita dan kemudian bersama – sama bangkit menghadapi tantangan baru sepanjang waktu…., apakah kita membiarkan diri dibentuk oleh peristiwa sejarah ataukah kita yang membentuk peristiwa sejarah…, apakah peristiwa atau keadaan yang menjadikan kita pemenang besar atau pecundang besar, atau… apakah kita membangun masyarakat dimana, paling tidak setiap orang dapat bekerja keras, maju dan meraih impiannya…,

Perubahan tidak akan datang jika kita menunggu orang atau waktu yang mengubahnya. Kitalah orang yang kita tunggu. Kitalah perubahan yang kita cari…., saya tidak menginginkan keadaan selain perubahan nyata, perubahan fundamental, perubahan yang kita butuhkan, perubahan yang kita yakini. Inilah perubahan yang saya perjuangkan lebih dari dua dasawarsa, karena impian itu, impian Amerika layak untuk diperjuangkan “…

Leadership Today, Times has changed considerably in the past two decades, and power and position are no longer enough, You cannot demand respect, you have to earn it, Leadership is, more than ever, a two - way process, In the end, without willing followers, you cannot lead.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun