Mohon tunggu...
julio purba kencana
julio purba kencana Mohon Tunggu... Lainnya - Hanya orang di persimpangan kiri jalan

Mahasiswa filsafat, aktif menulis sastra dan telah menerbitkan beberapa buku

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kenaikan Pajak: Beban Rakyat atau Kemewahan Para Penguasa?

15 Januari 2025   12:49 Diperbarui: 15 Januari 2025   12:49 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Negeri ini kembali dihadapkan pada kenyataan pahit, di mana rakyat kecil harus menanggung beban pajak yang semakin berat, sementara segelintir oknum menikmati kemewahan yang tak masuk akal. Seperti ironi yang terus berulang, isu kenaikan pajak kini menjadi momok yang mencerminkan kesenjangan dan ketidakadilan di tengah masyarakat.

Baru-baru ini, terungkap fakta yang memprihatinkan. Sebanyak 13.885 pegawai Kementerian Keuangan belum melaporkan harta kekayaan mereka pada 2022. Angka ini membuat kita bertanya-tanya, bagaimana mungkin para abdi negara yang seharusnya menjadi panutan justru lalai menjalankan kewajiban transparansi? Padahal, rakyat terus dipaksa taat membayar pajak, meski setiap rupiah yang mereka setorkan terasa begitu berat di tengah himpitan ekonomi.

Kenangan akan lagu "Andai Aku Gayus Tambunan" kembali terngiang, namun kali ini dengan skala yang jauh lebih masif. Jika Gayus hanya "berlibur" ke Bali, kini muncul kasus-kasus pegawai pajak yang hidup bergelimang harta dengan kendaraan mewah seperti moge dan Rubicon. Ini bukan sekadar anomali, tetapi sebuah potret bobroknya sistem yang seharusnya melayani rakyat.

Kenaikan pajak seolah menjadi cambuk bagi wong cilik yang sudah kehabisan daya untuk bertahan. Di sisi lain, mereka yang diamanahi untuk mengelola dana pajak malah memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri. Ironi ini tak hanya mencederai kepercayaan publik, tetapi juga melukai jiwa bangsa yang merindukan keadilan dan kesejahteraan.

Apakah Pajak Benar-Benar untuk Rakyat?

Kita sering mendengar dalih bahwa pajak digunakan untuk pembangunan, pendidikan, dan kesehatan. Namun, ketika infrastruktur berdiri megah, apakah rakyat benar-benar merasakan manfaatnya? Ketika dana pendidikan melonjak, mengapa biaya sekolah masih mahal? Dan saat anggaran kesehatan membengkak, mengapa layanan kesehatan kerap mengecewakan?

Ketidakadilan ini semakin mempertegas bahwa kenaikan pajak seringkali bukan solusi bagi rakyat, melainkan peluang bagi segelintir pihak untuk memperkaya diri. Fakta-fakta seperti rendahnya transparansi pelaporan harta kekayaan para pejabat hanya menambah bukti bahwa sistem ini perlu direformasi dari akar-akarnya.

Lawan Ketidakadilan, Tuntut Reformasi Pajak!

Rakyat tidak diam. Ungkapan "stop bayar pajak" yang kini semakin menggema adalah simbol kekecewaan yang tak terbendung. Ini bukan seruan untuk menghindari kewajiban, tetapi sebuah tamparan kepada penguasa yang telah berkali-kali menghianati amanah. Kepercayaan tidak bisa dipaksakan; ia harus diraih melalui kejujuran, transparansi, dan akuntabilitas.

Sebagai bangsa, kita memiliki harapan bahwa keadilan akan ditegakkan. Veritas numquam perit---kebenaran tidak pernah mati. Meski lambat, kebusukan akan terkuak, dan mereka yang memanfaatkan pajak untuk kepentingan pribadi akan menghadapi konsekuensinya.

Sampai kapan rakyat harus menderita karena kerakusan segelintir orang? Sudah waktunya pemerintah melakukan reformasi menyeluruh, bukan hanya sekadar pencitraan. Sudahi retorika kosong dan fokuslah pada kesejahteraan rakyat. Karena tanpa rakyat, negara ini bukanlah apa-apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun