Pada awalnya para filosof kosmologi atau filosof sebelum Socrates mempertanyakan tentang semua yang ada di alam semesta. Dari Mana alam semesta berasal? Bagaimana mulanya? Hingga siapakah penciptanya? Semua pertanyaan mengenai esensi ini bermuara pada (si)apakah ada yang sebenarnya.Â
Namun setelah Socrates dan sesudahnya pertanyaan tentang alam semesta mulai mengalihkan pengamatanya kepada manusia. Mulai dari pertanyaan siapakah manusia? Apakah dia? Sampai pada pertanyaan apa sebenarnya tujuan hidup manusia di dunia ini?
Salah satu dari para filosof itu adalah Emmanuel Levinas. Bagi Levinas keberadaan manusia pertama-tama bukan menyangkut tujuan hidup atau baik buruknya tindakan tertentu.Â
Melainkan keberadaan manusia pertama-tama adalah hubunganya dengan sesama. Atau yang lebih dikenal sebagai etika Levinas. Menurut Levinas etika merupakan relasi yang hadir dari pertemuan konkret dengan orang lain yang memiliki wajah.
Etika Levinas ini mau menjelaskan bahwa apabila manusia dapat memandang sesamanya sebagai keseluruhannya, tentu ia tidak akan tega melakukan kejahatan terhadap sesamanya.Â
Dalam hal ini Levinas menggambarkan sebagai "aku yang lain". Lalu bagaimana jika manusia gagal dalam memandang sesamanya sebagai sebuah keseluruhan dari dirinya?Â
Dalam hal ini, jika manusia gagal melihat sesamanya sebagai "aku yang lain", maka yang terjadi ia tidak akan segan dalam menghilangkan nyawa sesamanya apabila memiliki pemahaman berbeda.
Salah satu contoh dari kegagalan manusia dalam melihat sesamanya sebagai "aku yang lain" adalah kasus Brigadir J. Dalam kasus itu Ferdy Sambo tega melakukan pembunuhan terhadap ajudannya Brigadir Joshua tanpa merasa bersalah sama sekali.Â
Hal ini memunculkan berbagai macam pertanyaan seperti mengapa Ferdy Sambo tega membantai ajudannya hanya karena sebuah permasalahan? Dimana rasa kemanusiaannya? Apa yang dilihat Ferdy Sambo dalam diri Brigadir Joshua?