Tiba-tiba saja hujan, aku yang mengira akan cerah pun lupa membawa payung biru ku. Di kota ini, bagi mereka yang tidak memiliki kendaraan pribadi, payung menjadi rumah teduh untuk bersahabat dengan hujan. Di gedung ini, mall terbesar di kota ini, tempat ku dan dian kerja part time sebagai SPG . Tiap kali hujan datang para pengumpul rupiah receh tiba-tiba berlalulalang. Menari kesana-kemari seperti sebuah Drama Musical “Tarian Hujan Para Pengumpul Rupiah”. Aku selalu dalam situasi seperti ini menggunakan jasa mereka. Ada puluhan dari mereka. Aku tidak memilih, langkah kaki ku telah berjalan di bawah payung sewaan ini. Dalam sudut kereta bersopir ugal-ugalan yang isinya penuh sesak, benak ku kembali.
***
“Sudah berapa lama kerja beginian?”
Dia menahan kata. Seakan buta perkataan. Mungkin ini terlalu sensitif baginya. Kami lama terdiam saling berhadapan. Sulit memang, membuat semua mencair dalam dinginnya jarum-jarum hujan yang tergenang dalam air muka kami berdua.
“Ga sadar yah?! Tenyata aku sering make payung kamu lohh?!”
Ada keheningan yang cukup lama disana. Aku mulai frustasi mengajaknya berbicara ketika
“Payung itu sengaja aku beli khusus untuk kamu pake!!”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H