Mestinya polisi bisa ngomong baik-baik tak perlu membentak. Bagaimana kalo saya yang membentak, tentu panjang urusannya.
Dan ada lagi kejadian beberapa tahun lalu yang bikin saya jengkel. Saat itu putri sulung masuk SMP, dia tidak mau ikut abodemen lagi sementara suami dimutasi ke Provinsi lain. Mau tak mau saya yang harus antar jemput anak anak sekolah.
Ada 3 jalan dari dan ke sekolah anak saya, Sukajadi, Cihampelas/Cipaganti, dan Pasteur. Saya biasa pergi lewat Pasteur, pulang lewat Cipaganti, adem, banyak pepohonan. Baik lewat Cipaganti maupun Sukajadi akan bertemu polisi di perempatan Karang Setra arah Setiabudi atas, tak jauh dari rumah jabatan Kapolda.
Ketika lewat situ, saya di-stop polisi. Setelah menunjukkan SIM dan STNK, saya berlalu. Keesokan harinya kembali di-stop oleh polisi yang sama di tempat yang sama. Saya perlihatkan SIM dan STNK, lewat.
Kejadian ini terus berulang. Lama kelamaan saya jengkel, hingga suatu pagi saya marah dan memaki petugas.
"Salah saya apa, tiap kali lewat sini, diberhentikan."
"Saya lagi operasi." jawab petugas.
"Mana suratnya?"
Dia tidak bisa menunjukkan suratnya.
Saya meminta petugas menjauh dari mobil. Yang bersangkutan tidak bergeming. Saya marah dan memaki petugas. Dia kalem aja, tak ada kata kata kasar keluar dari mulutnya tetapi tetap tak menjauh dari mobil. Bikin saya jengkel bukan kepalang. Akhirnya saya telpon suami menjelaskan permasalahannya. Saya berikan telpon suami ke petugas. Saya lihat petugas mengangguk-angguk. Selesai menelpon, saya dibiarkan berlalu.
Setelah kejadian itu, petugas tersebut tak pernah menghentikan saya lagi.
Seminggu kemudian, sosoknya tak terlihat lagi di perempatan.