Mohon tunggu...
Julinda Jacob
Julinda Jacob Mohon Tunggu... Konsultan - Orang rumahan

Seorang ibu rumah tangga yang menuangkan hasil pandangan mata dan pendengaran dalam kehidupan keseharian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sekilas tentang Adhyaksa Dharmakarini

22 Desember 2016   13:09 Diperbarui: 22 Desember 2016   13:47 1276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dok.iadpusat

Ikatan Adhyaksa Dharmakarini yang selanjutnya disingkat IAD adalah suatu wadah organisasi istri pegawai, pegawai perempuan, pensiunan pegawai perempuan, dan istri pensiunan atau janda pegawai Kejaksaan Republik Indonesia. IAD dimaksudkan untuk membantu pemerintah dalam pembinaan dan peningkatan kualitas diri para istri pegawai Kejaksaan agar tampil cerdas, terampil dan menjunjung tinggi harkat dan martabat serta keluhuran bangsa dan budaya Indonesia.

Seiring dengan perkembangan zaman serta makin banyaknya jumlah anggota, maka diperlukan suatu wadah profesional yang dapat mengakomodir semua cita-cita luhur tersebut. Dengan berbekal Surat Keputusan Jaksa Agung RI tanggal 28 Nopember 2007 Nomor : KEP-124/A/JA/11/2007 Tentang Pengukuhan Organisasi Adhyaksa Dharmakarini Kejaksaan RI, setahun kemudian IAD disahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Nomor : AHU-103.AH.01.06 Tahun 2008, Tentang Pengesahan Ikatan dan diumumkan di Tambahan Berita Negara No. 9 tanggal 30 Januari 2009.

Sejarah IAD

Jauh sebelum pembentukan IAD, sejak berdirinya Dharma Wanita (DW) Nasional tanggal 05 Agustus 1974, DW Kejaksaan menginduk pada DW setempat sebagai istri unsur Muspida. Semua kegiatan DW Kejaksaan bekerjasama dengan DW pemerintah daerah (pemda) setempat. Hal ini merenggangkan komunikasi organisasi antar Ketua DW Kejati dan Ketua DW Kejari yang secara hierarki mengikuti struktur organisasi kedinasan.

Untuk menghilangkan gap komunikasi tersebut dibentuklah Garis Konsultasi (GK) yang merupakan jembatan konsolidasi internal antara ketua DW Kejati dan para Ketua DW Kejari. Pertemuan GK diadakan rutin setiap 3 bulan secara bergiliran di Kejati dan Kejari yang ditunjuk. Saya (Ny. R. Hakal) tidak tahu persis kapan GK pertama kali diselenggarakan. Saat saya bergabung dengan DW Kejari Bengkulu di penghujung tahun 1993, pertemuan GK sudah ada.

Pasca reformasi, tuntutan dan tantangan kehidupan organisasi untuk lebih mandiri dan berdaya guna kian menguat. Sejalan dengan tuntutan reformasi dan globalisasi, Ny. Dra. Irmayanti R. Darusman istri dari Jaksa Agung, Marzuki Darusman yang saat itu menjabat sebagai Ketua Pengurus Pusat DW Kejaksaan mengambil keputusan cerdas dan fenomenal. Dalam Rakernas I Adhyka tanggal 13 dan 14 Juni tahun 2000 di Cianjur, Jawa Barat, menyatakan keluar dari organisasi DW Nasional dan membentuk organisasi mandiri dengan sebutan “Adhyaksa Dharmakarini”disingkat Adhyka (nama organisasi terdahulu).

Konsekuensi keputusan ini Adhyka harus mempunyai pedoman tata kerja organisasi, program kerja beserta petunjuk administrasi umum dan administrasi keuangan serta AD/ART. Perlahan namun pasti organisasi mulai dibenahi, anggota dibekali motivasi dan ilmu-ilmu untuk meningkatkan kapasitas diri dan organisasi. Selanjutnya, GK berubah nama menjadi Pertemuan Silaturrahmi dan berubah lagi menjadi Pertemuan Konsultasi hingga saat ini.

Sejalan dengan kemajuan zaman dan bertambahnya jumlah anggota, Adhyka mempunyai beberapa TK dan sekolah favorit di daerah. Dengan demikian organisasi mesti dikelola secara profesional. Untuk mengejawantahkan profesionalitas, diperlukan suatu wadah berbentuk badan hukum agar bersatu padu, berwibawa dan mampu melaksanakan tugas pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat khususnya keluarga Kejaksaan. Singkat cerita, di penghujung tahun 2008 Adhyaksa Dharmakarini sah menjadi Ikatan Adhyaksa Dharmakarini sesuai Keputusan Kemenkumham sebagaimana saya kemukakan di awal tulisan.

Keanggotan IAD

Keanggotaan IAD bersifat tertutup, hanya dari kalangan internal Kejaksaan. Ada 3 unsur keanggotan dalam IAD yakni; 1) anggota biasa, yaitu istri pegawai Kejaksaaan 2) anggota luar biasa, yaitu pegawai perempuan dan 3) anggota kehormatan, yaitu pensiunan pegawai perempuan, dan istri pensiunan atau janda pegawai Kejaksaan. Ke-3 unsur keanggotaan ini harus tunduk dan taat pada peraturan, Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang ditetapkan ikatan.

Anggota biasa dan anggota luar biasa mempunyai kewajiban yang sama, namun hak nya sedikit berbeda. Hak anggota biasa lebih luas, mencakup keikutsertaan dalam semua kegiatan IAD, mengeluarkan pendapat dan saran, mempunyai hak suara dan dapat memilih dan dipilih sebagai anggota pengurus. Anggota luar biasa tidak dapat dipilih dan memilih, demikian juga anggota kehormatan, hanya diijinkan ikut serta dalam kegiatan dan mengeluarkan pendapat namun tidak diperkenankan duduk dalam kepengurusan kecuali diusulkan oleh ketua wilayah setempat atau ketua setingkat diatasnya dan harus persetujuan Ketua Umum, bahkan, anggota luar biasa harus mendapat persetujuan tertulis dari atasan langsung. Namun berdasarkan situasi di lapangan, eksistensi anggota luar biasa dan anggota kehormatan sangat menunjang kelancaran kegiatan organisasi disebabkan anggota biasa umumnya tidak bermukim ditempat dimana suami ditugaskan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun