Mohon tunggu...
Julinda Jacob
Julinda Jacob Mohon Tunggu... Konsultan - Orang rumahan

Seorang ibu rumah tangga yang menuangkan hasil pandangan mata dan pendengaran dalam kehidupan keseharian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejuknya Minoritas Muslim di Busan, Korsel

13 Juni 2016   19:14 Diperbarui: 13 Juni 2016   19:28 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Photo : tourist-destinations.com"][/caption]Childrens Day Korsel jatuh pada tanggal 5 Mei lalu. Karena hari itu hari Kamis, Pemerintah memperpanjang libur hingga Jumát. Vio dan temannya sesama mahasiswa exchange di Universitas Ajou, Suwon, memanfaatkan long week end ke Busan, kota terbesar kedua setelah Seoul. Mereka berangkat Rabu pukul 5 sore selesai kuliah terakhir. Setengah berlari mereka ke Daejeon Station karena takut ketinggalan kereta. Dari sini mereka naik kereta ekonomi, Mugunghwa. “Walau kereta ekonomi rasanya sama seperti kereta bisnis di Indonesia” cerita Vio di line. Harga tiket kereta ke Busan PP 48.000 won/orang dengan durasi perjalanan 5 jam. (1 won = Rp. 11,-)

Pukul 1 tengah malam kereta tiba di Busan. Tidak memungkinkan untuk mereka check in hotel. Vio dan teman-temannya berencana mengaso di stasiun, namun pemandangan malam ini kurang menyenangkan. Banyak homeless (tunawisma) berada di stasiun. Bahkan ada seorang perempuan lansia marah-marah kepada mereka dalam bahasa korea yang tak jelas, dan ada seorang lelaki manula yang terus mengikuti kemanapun mereka pergi. Ketakutan dengan banyaknya homeless, Vio mengusulkan untuk mengaso di jimjilbang. Jimjilbang adalah pemandian air panas (sauna) khas korea yang dilengkapi kamar besar dengan banyak bantal tidur tanpa dipan. Pengunjung dapat istirahat sambil tidur-tiduran di lantai jimjilbang. “bang” dalam bahasa korea artinya kamar. Fasilitas yang ditawarkan jimjilbang variatif tergantung dengan harga. Makin lengkap dan besar suatu jimjilbang, makin mahal harga yang ditawarkan. Jimjilbang menjadi pilihan bagi traveller yang ingin menginap dengan biaya murah.

Niat mengitari pinggiran stasiun untuk mencari jimjilbang beralih. Mereka menemukan Lotteria Restoran yang beroperasi 24 Jam. Karena senandung perut kian membahana, mereka memutuskan mengaso di Lotte hingga waktu check in hotel tiba. Laki-laki homeless yang sedari tadi mengikuti mereka menunggu di luar Lotte. Ada ketakutan dalam diri Vio dan teman-temannya. Vio berusaha mengubah ketakutan ini dengan mensugesti diri bahwa bapak homeless yang mengikuti mereka adalah penjaga yang diturunkan Tuhan untuk melindungi mereka. Dengan demikian Vio merasa tenang. Akhirnya mereka berlima sukses melewatkan malam dengan aman di Lotte Resto.

Busan merupakan kota metropolitan kedua di korsel dan termasuk 10 kota pelabuhan tersibuk di dunia. Busan juga merupakan daerah tujuan wisata. Banyak obyek wisata menarik di Busan seperti Haeundae Beach, Taejongdae, Pasar Jagalchi, Beomeosa Temple dll, yang menjadi favorit wisatawan asing. Selain wisata bahari, Busan juga kaya akan tradisi dan budaya seperti Solal (perayaan masa tanam) dan Chuseok (perayaan masa panen). Vio dan teman-temannya berencana travel hingga akhir pekan untuk mengunjungi obyek-obyek wisata yang ada di Busan. Salah satu obyek wisata yang mereka kunjungi adalah Masjid Al-Fatah, wisata syariah.

[caption caption="Photo : nuwulmansor.blogspot.com"]

[/caption]Masjid Al Fatah adalah masjid kedua yang didirikan di Korsel setelah central mosque di distrik Itaewon, Seoul. Masjid ini terletak di 113-13, Geumdan-ro, Geumjeong-gu, dibangun tahun 1980 atas bantuan dana dari Menteri Keuangan Libya, Ali Fellaq dan direnovasi oleh Pemerintah Turki pada tahun 2012 agar dapat menampung jamaah lebih banyak. Masjid Al Fatah berbentuk kotak dengan satu kubah di tengah rooftop. Masjidnya besar, bersih dan rapi. Di pojok luar pintu masuk terdapat rak kecil berisi buletin lembaran tentang islam. Setiap pengunjung/jamaah bebas mengambil (free take it). Ruangan dalam masjid bersih dan nyaman.. Selain sebagai sarana ibadah masjid Al Fatah juga digunakan untuk syiar islam.

Ada perbedaan mencolok antara masjid Al Fatah dan Central Mosque. Di masjid Al Fatah hanya ada satu larangan didinding “DILARANG BERISIK” sedangkan di Central Mosque, Seoul, nyaris semua yang ada dalam pikiran dituangkan dalam bentuk aturan seperti : DILARANG TERBUKA AURAT, DILARANG BERISIK, DILARANG MENGOTORI TEMPAT INI JIKA KAMU MENGOTORI KAMU BERSIHKAN SENDIRI KARENA TIDAK ADA PETUGAS KEBERSIHAN, DILARANG BUANG SAMPAH, DILARANG MAKAN BABI, DILARANG MEMAKAI WEWANGIAN, DLL. Pokoke perempuan tidak boleh dandan dan tidak boleh terlihat cantik di Central Mosque. Dengan banyaknya larangan di dinding tidak serta merta menjadikan Central Mosque steril dan bersih. Sebaliknya masjid Al Fatah yang hanya cukup dengan satu larangan, sangat bersih dan nyaman untuk umat beribadah dan giat islam lainnya.

Pengurus Central Mosque mayoritas muslim dari Timur Tengah, Arab dan Afrika. Mereka terlihat kasar dan saklak. Apabila melihat perempuan rok mini, matanya melotot (entah marah atau nafsu..hehe) padahal mayoritas perempuan korea non muslim menyukai busana mini, ketat, stoking dan kensi apalagi ketika musim panas. Mereka lupa tinggal di negara mana, hehehe….Pengurus Masjid Al Fatah mayoritas berasal dari Indonesia dan Malaysia. Mereka ramah, sopan dan bersahabat. Yinting, teman Vio non muslim keturunan Cina Malaysia, saat masuk masjid Al Fatah mengenakan rok mini dan baju kensi. Pengurus masjid tetap ramah, menyapa dengan sopan sembari tersenyum. Yinting yang non muslim pun respect dengan sikap mereka. Perlakuan seperti ini tidak akan ditemui di central mosque karena mereka mewajibkan mengganti dengan busana panjang yang telah disediakan.

Sikap pengurus masjid Al Fatah memberi kesan mendalam, dan teladan tersendiri bagi masyarakat Busan sehingga tiap tahun populasi muslim di Busan terus bertambah terutama dari kalangan generasi muda oppa ganteng banyak yang menjadi mualaf. Pengurus Masjid Al Fatah sangat merangkul dan membimbing jamaahnya. Saat Vio mengunjungi masjid tersebut, beberapa mualaf sedang belajar mengaji. Bertumbuhnya populasi muslim di Busan, menginisiasi mereka membangun sekolah islam untuk mengakomodasi anak-anak mendapatkan pendidikan yang islami. Dana pembangunan sekolah dibiayai dari hibah pemerintah Arab Saudi. Sekolah ini tidak hanya menerima anak-anak muslim tetapi juga anak non muslim.

Ukhuwwah Islamiyah di Busan sangat kuat. Masjid Al Fatah dijadikan meeting point umat. Muslim Busan dapat merasakan bagaimana menjadi kelompok minoritas. Saat menjadi minoritas, tuntutan Adversity Quotient (AQ) sangat sangat tinggi. Kita akan merasakan ketergantungan yang sangat besar kepada Allah bukan kepada manusia. Jika belajar islam secara kaffah, kita akan merasakan menjadi minoritas itu seperti apa. Tidak baik membandingkan satu agama dengan agama lainnya apalagi menganggap agamanya yang paling benar. Kembalikan agama kepada keyakinan penganutnya.

Saat ini kita dapat melihat bagaimana muslim Indonesia sebagai kelompok mayoritas, dengan mudahnya mengkafirkan saudaranya sendiri dan membuat peraturan mengatasnamakan agama untuk melanggengkan jabatan dan kepentingannya. Kekuasaan dijadikan alat untuk menekan kelompok minoritas dengan dalih umat mayoritas. Bahkan warung nasi yang buka siang hari saat bulan ramadhan pun di razia, dianggap mengganggu kekhusyukan umat mayoritas berpuasa. Bagaimana jika hal ini terjadi pada saudara kita di belahan dunia sana yang berada pada posisi minoritas?

Mayoritas bukan berarti sewenang-wenang. Mayoritas hanya perkara kuantitas. Yang dibutuhkan dalam kehidupan beragama adalah kualitas. Kualitas agama akan tampil dalam ucapan dan tindakan. Bagaimana agama dapat membawa manusia tersebut mencapai grade tertinggi dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi. Semoga kita dapat terus menjaga toleransi beragama agar dapat memberikan dukungan bayangan kepada saudara-saudara kita diluar sana yang berada dalam kelompok minoritas. Muslim Indonesia akan benar-benar mempraktikkan keislamannya saat dia berada pada kelompok minoritas. Salam Ramadhan…..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun