Mohon tunggu...
Julietta Padma Djati
Julietta Padma Djati Mohon Tunggu... Ilustrator - Freelance Illustrator

creative

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ujung-ujungnya Jadi Kotoran

6 Juni 2012   07:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:20 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nah, karena saya hanya duduk manis disamping tempat duduk sang sopir, dan temen saya satu lagi ngoceh. Sopir dan penumpang belakangpun terlibat obrolan seru rupanya. Sesekali saya menimpalinya cukup dengan senyuman, kadang celetukkan sederhana.

Saya melamun. Pikiran saya kemana-mana.

Saya kepikiran vouchers makan 1,5 juta rupiah tadi. Saya teringat, betapa uang senilai itu, harus habis sekali pakai. Coba kalau itu bisa diuangkan. Dibelikan nasi bungkus untuk anak jalanan. Berapa bungkus yang bisa didapat?? Seandainy per bungkus 10ribu rupiah….hmmm…150 bungkus! Atau, seandainya voucher itu bisa diuangkan,…bisa untuk bayar cattering saya 3 bulan!! Wow!!

Lalu, kenapa pemilik café itu memberikan vouchers gratisnya sebagai gift karena telah menjadi klien di percetakaan yang teman saya pimpin itu. Katanya itu belum seberapa. Hmm…

Ini lebih ke bahasa promo, strategi marketing. Untuk masalah CSR, sudah ada anggarannya sendiri. Begitu penjelasan temanku. So, nikamti saja. Syukuri. Kapan lagi kita mau membayar makan siang 1,5 juta. Bahkan kami pernah gila-gilaan, dengan membeli sebuah jenis makanan seharga 300rb sepiringnya. Wow…ini bukan sombong. Saya pun tak bermaksud apa-apa. Hanya cerita, pemborosan yang kami lakukkan sebagai anak kost yang bergaji…hmm….kasih tahu nggak ya???

So, terlepas dari itu semua, saya jadi teringat almarhum kakek saya, apa yang kita makan toh akhirnya menjadi t*i. Dibuang ke WC. Itu saya dapatkan di obrolan kecil kami, diberanda depan rumah tua keluarga almarhum ibu saya. Hal yang ingin disampaikan kakek adalah, bahwa makan itu yang proporsional, jumlah maupun harganya. Yang penting manfaatnya untuk kesehatan dan kita tetap hidup. Tidak perlu yang terlalu mahal untuk ukuran kita. Tak perlu sampai kekenyangan pula.

Lamunan saya terusik karena colekan kecil teman saya, yang memberi tahu bahwa kami sudah sampai tujuan.

---------

Ya, berapapun harganya sebuah ..sepiring..sebungkus makanan. Yang penting manfaatnya bagi kesehatan. Jadi proporsional saja. Dan sayapun hanya bisa mensyukuri makan siang gratis. Selain menyehatkan, mengenyangkan terlebih saya tak perlu mengeluarkan duit untuk makan siang hari itu. Untuk kesekian kalinya, saya anak kost. Harus ngirit hidup sebagai perantauan. Jadi kalau ada yang gratis pasti bersyukurlah. (kedip sebelah mata, ting!!)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun