Mohon tunggu...
Julieta Wulandari
Julieta Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Walisongo Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Agama sebagai Mekanisme Mengurangi Stres (Breakdown Mental)

19 Februari 2022   11:35 Diperbarui: 19 Februari 2022   11:56 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap manusia dalam hidupnya pasti pernah mengalami permasalahan yang harus dihadapinya, seperti konflik antar pribadi, kekecewaan, tekanan pelajaran dan permasalahan lainnya, tentunya hal ini membuat individu merasa tertekan dan stres karena permasalahan yang dihadapinya. 

Dari permasalahan tersebut individu akan mengatasi permasalahan dengan cara yang berbeda antar individu, dalam hal ini agama dapat menjadi cara dalam mengatasi stres.

Bagaimana agama dapat mengurangi tingkat stress seseorang? Agama memiliki peran penting dalam meredam gejolak kejiwaan dan berperan sebagai sarana untuk mengatasi frustasi yang dialami seseorang. Agama berasal dari bahasa Sanksekerta, yang artinya tidak,dan gama yang artinya kacau. 

Dengan demikian, agama dengan menggabungkan dua kata tersebut dimaknai sebagai tidak kacau, artinya bahwa agama berfungsi untuk memelihara integritas dari seseorang atau sekelompok orang agar hubungannya dengan sesama, Tuhan, dan alam sekitarnya menjadi tidak kacau. Berikut beberapa peran agama dalam mengurangi stress (Breakdown Mental).

  1. Agama membawa efek tenang.
  2. Agama menganjurkan kita menjauhi hal yang memicu masalah.
  3. Agama memberikan harapam baik bagi kehidupan kita.

Selain itu, agama dapat menangani stress karena prinsip orang yang beragama yakni ada intelegensi atau pikiran kreatif dalam semesta yang lebih besar dari manusia, bahkan dia yang menciptakan manusia. artinya pemaknaan terhadap kejadian atau stressor dapat mempengaruhi keadaan jiwa seseorang. 

Untuk memahaminya dapat menggunakan coping mekanisme (suatu mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima (srerss). Apabila coping mekanisme ini berhasil maka stressor akan berubah menjadi distress dan sebaliknya jika tidak berhasil akan menyebabkan distress

Agama menawarkan konsep tentang penyakit yakni sakit sebagai penghapus dosa, sakit sebagai ujian keimanan, dan bagi yang sabar maka Allah akan meningkatkan derajatnya. Islam memandang sakit sebagai wujud kasih sayang Allah SWT. 

Dalam hipokampus tempat penyimpanan pesan-pesan agama yang  diterima dari proses belajar, seperti: harus sabar bila tertimpa musibah; semua kehendak Allah adalah jalan yang terbaik. 

Disinilah peran hipokampus menjadi sangat penting, karena memberikan makna dari rangsangan yang terjadi pada seorang individu dengan makna yang positif, bila hipokampus tidak pernah menyimpan pesan agama maka yang terjadi akan sebaliknya.

Jadi jika individu pernah menerima pesan agama di hipokampus maka perasaan sakit itu diberi makna positif, seperti menerima ujian dari Allah dan lainnya sehingga stressor berubah menjadi eustress. 

Dan kemudian akan optimis menghadapi sakitnya. Bagi orang yang beriman, neurokorteksnya yang kiri akan mengendalikan neokorteks yang kanan, sehingga dia tetap tabah dalam menghadapi rasa sakitnya.

Penulis-Ahmad Khoiru Roziqin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun