Di setiap lampu merah, aku melihat orang-orang pincang, anak-anak cemong, ibu-ibu menggendong entah apakah itu bayinya atau bukan, penjual kemoceng, penjual topeng kingkong (lagi ramai nih kayanya), dan manusia-manusia Jakarta lainnya yang entah mengapa mereka ada di lampu merah.
Banyak yang bilang jangan kasih uang ke mereka karena melanggar peraturan. Banyak yang bilang mereka malas, mereka tidak seharusnya meminta-minta. Tetapi aku tidak bisa kawan, setiap kali aku melewati lampu merah dan melihat orang-orang tersebut, aku menangis. Tidak aku tidak berlebihan, aku selalu memberi mereka barang 2000 rupiah lalu menangis. Tuhan, apakah yang terjadi dengan mereka? Apapun alasan mereka, entah itu malas, entah mereka tidak bisa mencari uang, aku dapat menyisihkan sedikit uangku yang biasanya untuk beli es teh untuk mereka.
Teman, adakah teman-teman yang lain merasakan hal yang sama sepertiku? Aku bercermin tentang bangsaku melalui mereka. Indonesiaku, mengapa begitu sedih? mengapa harus meminta-minta? salah siapakah? salah mereka-kah atau salah para pemerintah yang tidak pernah memikirkan pendidikan para rakyatnya? Sekolah-sekolah negri dibuat asal-asalan, guru-guru tidak kompeten dipekerjakan.
Aah, aku tidak mengerti apa yang dapat aku lakukan selain memberi uang sebanyak 2000 rupiah. Namun demikian, merekalah yang menginspirasikanku hingga aku menjadi aku yang saat ini. Ya, aku menjadi guru karena panggilan hatiku untuk Indonesiaku tercinta. Teman-teman maukah kalian menemaniku, hanya dengan berdoa untuk bangsa ini, hanya untuk berdoa untuk mereka yang terlupakan.
Semoga aku tidak sendirian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H