Mohon tunggu...
Julie Chou
Julie Chou Mohon Tunggu... Jurnalis - short strory author

aku adalah apa yang kamu baca, yang kamu kira, yang kamu suka, juga yang tidak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Sebelas Tiga Lima

31 Desember 2019   20:16 Diperbarui: 2 Januari 2020   10:39 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jam di kamarku menunjukkan angka 11.35, artinya aku baru saja tertidur tiga puluh lima menit, dan ini masih tiga puluh satu Desember. Di luar begitu ramai, ada suara tawa, teriakan, tangisan, dan juga doa-doa. Aku mendengar suara ibuku, suaramu dan suara-suara yang pernah aku dengar sebelumnya.

Apa aku belum terbangun juga? Aku menangis lagi, kali ini aku ketakutan, barangkali aku sudah mati. Dan aku tersesat di dimensi entah. Aku menangis, berharap siapa saja mau menolongku.

***

Duar...Duar...Duar

Suara petasan dan kembang api di luar membawaku kembali, sebuah perayaan tahun baru tinggal beberapa menit lagi. Aku melihat jam di kamarku, 11.35, persis, artinya aku baru tertidur tiga puluh lima menit.

Aku mendapati bekas air mata di kedua sudut mataku, tetapi aku tidak melihat bantal bermotif kulit jerapah di sana. Aku turun ke garasi, memeriksanya, barangkali bantal itu ada di mobilku, nihil.

Aku kembali ke kamarku,laptopku masih dalam kondisi "sleep mode" ada perasaan sesak yang tak kunjung berkurang di dadaku. Jadi seperti ini rasanya, tahun baru adalah sebuah penghakiman dari setiap kesalahan demi kesalahan yang sudah kubuat selama tiga puluh lima tahun.

Tahun baru adalah sebuah titik balik, dimana aku dihadapkan pada beban-beban yang aku tinggalkan di belakang, hanya untuk sebuah harapan bahwa segalanya akan menjadi lebih baik.

Padahal, segala sesuatu yang kita tinggalkan di belakang tanpa kita selesaikan, akan menjadi bagian yang tidak pernah selesai sejauh apa aku meninggalkan. Tahun baru, tidak mengubah masa lalu, tidak mengubah apapun tanpa kita merubahnya, tanpa kita berdamai dengan diri sendiri.

 Dan pada dasarnya, hati nurani selalu menolak setiap kali kita berbuat salah, setiap kali kita melewati batasan. Tetapi, seringkali kita abai dari setiap kata "jangan" yang diucapkan nurani berkali-kali dengan bermacam alasan dan pembelaan.

Dan ketika kita mencatat, juga mengingat terus kesalahan-kesalahan yang kita perbuat kemarin, minggu lalu, bulan-bulan lalu, apakah kita akan tetap tertawa-tawa meninggalkan kalender lama di belakang kita?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun