Mohon tunggu...
Julie Chou
Julie Chou Mohon Tunggu... Jurnalis - short strory author

aku adalah apa yang kamu baca, yang kamu kira, yang kamu suka, juga yang tidak

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Untuk yang Kehilangan Pegangan

15 Januari 2014   12:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:49 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku menulis ini juga untuk diriku sendiri. Yang kadang hilang kendali

Tak perlu membuat hidupmu tampak ramai, juga tak perlu menyendiri. Biarkan hidup seperti seharusnya, tidak perlu memaksa, masing-masing punya masa. Dan untuk cinta, dia tidak pernah pergi sedetik dari hari ini, besok, lusa, dan selanjutnya. Dia masih di tempatnya, meski kamu ragu. Karena sejatinya seperti itu.

Aku menulis ini juga untuk diriku sendiri

Kamu tak perlu berpura-pura. Semua pernah merasa luka, meski bentuknya tak sama. Kalau ingin menangis, menangis saja. Percuma menahannya di dada. Serupa duri kecil yang tak kau lihat, tapi nyerinya nyata. Tak perlu merasa sendirian, diluar sana ada ribuan, jutaan, milyaran orang. Bahkan mungkin, ada juga yang menangis bersamamu detik ini, di belahan bumi yang lainnya.

Aku menulis ini juga untuk kepalaku sendiri

Yang kadang terlalu banyak berpikir, sibuk berpikir sendiri. Hingga kadang lupa dengan yang lainnya. Untuk isi kepalaku, yang sibuk menerka, mengeja. Padahal tak selamanya, tak semuanya terjawab dengan analisa logika.

Aku menulis ini juga untuk kedua mataku

Yang kadang terlalu sibuk mencari cela orang. Hingga cela sendiri tak kelihatan. Yang kadang cemburu dengan rupa orang, hingga menuntut Tuhan. Yang kadang silau dengan merah hijau, hingga aku buta warna.

Aku menulis ini juga untuk kedua telinga dan satu mulutku

Yang terlalu banyak bicara, hingga kadang aku lupa mendengarkan. Yang terlalu sibuk mendengar kata orang, menyangkal kata hatiku sendiri. Yang mendengar lalu mencipta kebohongan.

Aku menulis ini juga untuk hatiku dan yang aku simpan di dalamnya

Yang kadang berdiri sempoyongan, hilang pegangan. Yang kadang meratap, menjerit tanpa suara. Yang meredam, yang berpengharapan, yang kehilangan. Yang kadang aku sangkal sendiri. Yang kadang harus aku lukai dan aku obati, sendiri.

Kelapangan kadang kita rasa saat sempit. Bahagia, kadang kita rasa setelah sakit. Kadang kita harus berhenti sebentar untuk mendengar. Bukan hanya membaca dan bicara. Terlalu banyak kau bicara dan membaca, kau akan lupa. Yang mana isi otakmu, mana isi otak kawanmu, mana isi otak lawanmu. Lalu semua saling tindih menguasaimu.

Tuhan mencipta segala dengan takaranNya. Karena Dia lebih tahu mampumu. Jangan memaksa Dia memberi yang tak seharusnya, juga meminta yang tak semestinya. Hujan tidak jatuh sendiri, laut bukan kamu yang menggarami.

Aku percaya, di dunia semua punya nyawa dan masa

Saat aku berbicara sendiri, aku tidak sedang gila

Percaya pada dirimu sendiri, sebelum kamu percaya yang lainnya

Tuhan penulisnya, kita pemerannya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun