Mohon tunggu...
Julie Chou
Julie Chou Mohon Tunggu... Jurnalis - short strory author

aku adalah apa yang kamu baca, yang kamu kira, yang kamu suka, juga yang tidak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Melihat Empat Musim di Matamu

19 Maret 2014   22:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:44 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kesalahan pertamaku adalah menjabat tanganmu, mengucap “hai”, lalu duduk di sebelahmu. Kesalahan keduaku adalah melangkah bersamamu, bahkan saat aku melihat empat musim di matamu

#

Musim pertama yang aku temui bernama cinta. Ini musim paling indah menurutku. Tidak ada siang atau malam seperti di bumi. Tidak redup atau terang. Tidak dingin, tidak panas. Di musim ini, aku sering melihat macam-macam dari kedua matamu. Melihat pantulan diriku, pipi yang bersemu, senyum malu-malu. Di musim ini, logikaku sering tidak berguna lagi.

#

Musim kedua yang aku jalani bernama cemburu. Musim ini lebih kering dari musim sebelumnya. Angin bertiup lebih sering. Aku takut, musim ini mengoyakku. Aku takut kedua kakiku tak mampu bertumpu.

#

Musim ketiga adalah rindu. Ini musim paling dingin. Kalau di rumah, aku bisa melapisi tubuh dengan baju dan selimut. Tapi aku sedang tidak berpijak pada tanah. Musim pertama, menerbangkan aku ke angkasa. Musim kedua menghempaskan aku ke tempat yang namanya entah. Di musim ini aku hampir menyerah. Karena kamu tak pernah tersentuh. Di musim ini, aku lebih sering berjalan sendirian. Kamu lebih sering meninggalkan jejak harapan. Harapan yang memudar pelan.

#

Aku menyerah di musim terakhir, musim ini bernama kehilangan. Ini musim yang paling aku benci. Karena di musim ini aku sakit-sakitan, sekarat, rasanya mau mati. Di musim ini tidak ada dingin, tidak ada panas. Tidak ada apapun, karena pori-poriku tertutup, seluruh syaraf terkatup. Hanya jantungku saja yang sesekali masih berdegup.

#

Di sini kesalahan ketiga terjadi, mengulangi empat musim itu berkali-kali. Mirip bumi yang berotasi, pada masa berikutnya, semua akan berulang, lagi dan lagi. Saat musim ke empat berhasil terlewati, aku akan bertemu musim-musim sebelumnya, lagi.

Matamu, menawarkan empat musim yang sudah aku tahu. Yang aku tahu awal dan akhirnya, meski aku tak pernah bisa menebak jalan ceritanya. Meski kadang empat musim itu terbagi tak selalu sama lamanya, mungkin juga tak selamanya. Seperti perputaran bumi, suatu hari akan berhenti.

***

Sumber Gambar: syahlanbro.blogspot.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun