Aku rasa tidak perlu lagi memperkenalkan Merdeka Belajar secara khusus karena program besutan Kemendikbudristek ini telah dikenal masyarakat secara luas. Setelah berjalan selama kurang lebih empat tahun, Merdeka Belajar ala Mas Menteri Nadiem Makarim patut diapresiasi karena berhasil menghadirkan kegiatan pembelajaran yang mandiri, kreatif, dan menyenangkan bagi peserta didik maupun tenaga pendidik di berbagai tingkat pendidikan mulai dari PAUD hingga perguruan tinggi.
Dari 24 episode Merdeka Belajar, Aku memilih"Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual" sebagai program merdeka belajar terfavorit. Program tersebut adalah jawaban dari kegelisahan banyak pihak, mulai dari orang tua, pendidik, dan tenaga kependidikan, serta mahasiswa/mahasiswi di seluruh Indonesia.
Kini, mahasiswa dan tenaga kependidikan benar-benar merdeka dalam menimba ilmu atau bekerja di lingkungan perguruan tinggi tanpa dibayangi kegelisahan akan kekerasan seksual. Terlebih, melihat keseriusan Kemendikbudristek menuntaskan isu kekerasan seksual dengan menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek PPKS).
Mengenal Lebih Jauh Permendikbudristek PPKS
Sayangnya, di tengah gegap gempita Permendikbudristek PPKS, berkembang dugaan jika peraturan ini dikhawatirkan akan melegalkan perzinaan. Perlu diketahui bahwa Permendikbudristek PPKS tidak berdiri sendiri, masih ada norma sosial, agama, dan undang-undang terkait seperti Undang-Undang Perkawinan, KUHP, dan undang-undang lainnya yang juga akan terintegrasi dengan Permendikbudristek PPKS Nomor 30 Tahun 2021. Oleh karenanya, tuduhan peraturan ini akan melegalkan perzinaan tidak benar adanya.
Tak kenal maka tak sayang, publik memang perlu mengenal lebih jauh Permendikbudristek PPKS supaya tidak perlu ada kegelisahan serupa. Perlu diketahui Peraturan tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Permendikbudristek PPKS) memiliki empat tujuan utama. Pertama, pemenuhan hak pendidikan setiap Warga Negara Indonesia (WNI) yang aman. Kedua, penanggulangan kekerasan seksual dengan pendekatan institusional dan berkelanjutan.
Ketiga, peningkatan pengetahuan tentang kekerasan seksual dimana adanya peraturan ini diharapkan seluruh kampus di Indonesia semakin teredukasi tentang isu dan hak korban kekerasan seksual. Keempat, penguatan kolaborasi antara Kemendikbudristek dan perguruan tinggi dalam menciptakan budaya akademik yang sehat dan aman.
Selama ini timbul kebingungan dalam menangani kasus kekerasan seksual di kampus terkait pemahaman mengenai kekerasan seksual itu sendiri. Permendikbudristek PPKS mengakomodasi hal tersebut dengan memperinci definisi dan bentuk-bentuk kekerasan seksual. Peraturan ini terbukti progresif karena menyertakan kekerasan yang dilakukan dengan melibatkan teknologi informasi (daring) dan verbal dimana peraturan sebelumnya hanya mengenali kekerasan yang melibatkan kontak fisik. Padahal kekerasan seksual secara verbal dan daring juga memiliki dampak serius terhadap psikologi korban dan membatasi haknya atas pendidikan dan pekerjaan akademik yang bersangkutan.
Siapa saja sasaran Permendikbudristek PPKS ?
Mengacu pada pasal 4 sasaran peraturan ini mencakup mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, warga kampus, dan masyarakat umum yang berinteraksi dengan mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam pelaksanaan Tridharma.