Mohon tunggu...
Julita Hasanah
Julita Hasanah Mohon Tunggu... Ilmuwan - Masih Mahasiswa

A Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenal Brubuh, Kearifan Masyarakat Jawa dalam Menjaga Hutan

16 April 2021   14:43 Diperbarui: 7 Oktober 2022   09:40 2097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Musim kasanga atau kesembilan terjadi pada rentang waktu 1 Maret -- 25 Maret yang biasanya ditandai dengan berbunganya tanaman padi, jangkrik mulai muncul dan bernyanyi, tonggeret dan gangsir mulai bersuara, bunga padi glagah berguguran.

Musim kesepuluh atau kasadasa datang pada sekitar tanggal 26 Maret hingga 18 April yang memiliki ciri-ciri padi mulai menguning, telur-telur burung-burung kecil mulai menetas.

Lalu mangsa Desta atau musim kesebelas datang pada sekitar tanggal 19 April -- 11 Mei, yang ditandai dengan  burung-burung memberi makan anaknya, buah randu mekar, dan sebagainya.

Menurut masyarakat Jawa, jika penebangan pohon dan bambu dilakukan pada tiga musim tua ini maka kayu atau bambu yang dihasilkan memiliki kandungan lignin paling rendah sehingga tidak mudah dimakan serangga dan memiliki tingkat kelenturan serta kekuatan paling tinggi.

Lebih jauh, berdasarkan sistem Brubuh pasaran hari yang paling baik untuk menebang pohon atau bambu yaitu Kliwon, Pahing atau Pon. Sementara sangat tidak dianjurkan untuk menebang pada pasaran hari Wage dan Legi karena kondisi cuaca yang ganas sehingga mengakibatkan bambu atau kayu akan mudah dimakan hama.  

Berdasarkan penelitian, konsep penebangan kayu dengan sistem brubuh dinilai mampu menjaga kelestarian alam dan lingkungan yang kini semakin terancam keberlanjutannya. Dari dua belas musim dalam pranata mangsa, hanya tiga musim dimana Kita diijinkan untuk menebang pohon atau bambu.

Hal ini relevan dalam menjaga keberlanjutan hutan karena memberikan wakgtu yang cukup bagi alam sebanyak 9 musim lainnya sebagai jeda untuk mempertahankan dan memperbaiki ekosistem. Selain itu, kayu dari hasil tebangan dengan sistem brubuh dinilainya lebih awet bahkan hingga puluhan tahun. 

Bisa Kita bayangkan bagaimana dampaknya terhadap penghematan penggunaan kayu dan bambu jika sistem Brubuh dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat modern. Dari hasil penelitian, Brubuh masih dapat ditemui  di desa-desa sekitar Kecamatan Bayat Klaten dan Dusun Bragasan, Trihanggo, Sleman.

Sayangnya, di tengah gegap gempita teknologi kearifan lokal ini makin terkikis dan tidak dikenal lagi oleh generasi muda. Ditambah hutan-hutan di Jawa makin menipis diganti dengan pembangunan industri dan infrastuktur yang masif.

Brubuh hanya satu dari sekian banyak kearifan lokal yang nilai-nilai masyarakat dalam menjaga keberlanjutan hutan. Masih banyak kearifan masyarakat daerah lainnya yang menjunjung tinggi keberlangsungan hutan Indonesia yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Ada Mungka, aturan adat Suku Cek Bocek Selensuri di Sumbawa.

Mungka merupakan kegiatan menjaga hutan larangan oleh masyarakat adat. Jika melakukan pelanggaran dengan menebang pohon yang belum cukup umur maka akan dikenakan sanksi berupa menanam pohon yang sama sebanyak 3 pohon. Selain itu, pelanggar juga harus membayar denda dengan  menyediakan hewan sebagai korban yang nantinya akan dimakan bersama oleh masyarakat. Tak hanya itu, secara tegas pelanggar dilarang untuk masuk kawasan hutan selama satu tahun.

Selayaknya hutan itu sendiri, berbagai kearifan lokal masyarakat dalam menjaga keberlanjutan hutan adalah warisan budaya yang tak ternilai harganya. Meminjam filosofi Jawa "Memayu hayuning bawana, Ambrasta dur hangkara" yang mengingatkan untuk menjauhi sifat tamak dan serakah masih sangat relevan. 

Kita perlu belajar banyak dari masyarakat sekitar hutan (lokal) dan masyarakat adat. Meskipun sering dipandang ketinggalan zaman karena belum melek teknologi canggih, justru mereka mampu mengendalikan hawa nafsu dan memiliki komitmen tak main-main dalam melestarikan hutan yang memegang peranan vital bagi kehidupan manusia.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun