Mohon tunggu...
Julita Hasanah
Julita Hasanah Mohon Tunggu... Ilmuwan - Masih Mahasiswa

A Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terorisme dan Sepenggal Lirik Lagu Hits Era 80-an

2 April 2021   09:32 Diperbarui: 2 April 2021   09:36 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Grup Band Godbless (sumber : https://www.kiostix.com/)

Memiliki 24 jam untuk berkumpul bersama keluarga dan kerabat tersayang dapat dikatakan tradisi indah di Hari Minggu yang telah eksis sejak dulu. Tapi, Minggu, 28 Maret lalu sangatlah berbeda. Hari Minggu seketika jadi kelabu, sebuah bom bunuh diri tepat pintu Gerbang Katedral Makassar menjadi perbincangan hangat dimana-mana.

Berbicara tentang bom mengingatkanku pada peristiwa lima tahun lalu. Sebuah teror bom digencarkan oleh tiga teroris di dekat sebuah kafe Amerika di Jakarta Pusat, tiga nyawa harus melayang kala itu. Namun, tidak seperti kejadian yang lalu-lalu, kali ini ada sisi dramatis yang membuatnya menjadi semakin ngeri. Pelakunya merupakan dua sejoli yang baru saja menikah, ya sepasang pengantin baru yang seharusnya sedang melewati masa-masa indah justru melakukan tindakan di luar akal sehat.

"Radikalisme" satu kata yang langsung terlintas di pikiranku. Kita semua tahu betul,  radikalisme bukan barang baru di bumi pertiwi. Di era reformasi misalnya, media pernah memberitakan kekerasan antar agama yang dilakukan oleh "oknum" muslim radikal terhadap kelompok agama minoritas seperti para Ahmadiyya dan Kristen. Bahkan hal tersebut sampai menyita perhatian dunia internasional. Kala itu, media internasional menyatakan keprihatinan atas penjaminan kebebasan agama di Indonesia.

Data Convey Indonesia, lembaga yang bergerak mengidentifikasi dan mengatasi pertumbuhan ekstrimisme kekerasan dalam pendidikan agama, mencatat setidaknya terjadi 17 insiden teroris di Indonesia sejak tahun 2002 hingga 2018. Dalam rentang waktu itu, dikonfirmasi lebih dari 100 orang tewas dan lebih dari seribu orang luka-luka akibat aksi teror di dalam negeri yang dilakukan oleh para pelaku.

Yayasan Denny JA juga mencatat selama 14 tahun setelah masa reformasi setidaknya ada 2.398 kasus kekerasan dan diskriminasi yang terjadi di Indonesia. Dari jumlah kasus tersebut sebanyak 65% berlatar belakang agama, sekitar 20% kekerasan etnis, dan sisanya berlatar belakang gender. Data tersebut menegaskan jika pelaku tak hanya bertindak dengan latar belakang agama, namun juga berangkat dari motif suku dan ras.

Sebuah realita pahit yang harus diterima bahwa sepak terjang radikalisme, dan gerakan intoleran tidak main-main. Kita perlu senantiasa waspada. Sayangnya aksi terorisme secara otomatis akan berdampak pada kecemasan masyarakat, karena memang itulah tujuan utamanya. Jujur, Saya termasuk diantaranya.

Belajar dari Penggalan Lirik Lagu "Rumah Kita" Besutan Godbless

Di tengah kegusaran dan kecemasan akan aksi terorisme, Saya mencoba kembali meresapi penggalan lirik lagu "Rumah Kita" besutan grup band kenamaan tanah air "Godbless" yang hits pada era 80-an berikut.

" Lebih baik di sini, rumah kita sendiri

  Segala nikmat dan anugerah Yang Kuasa

 Semuanya ada di sini

 Rumah Kita "

Ajaibnya, perlahan hati dan pikiran menjadi tenang. Serangkaian kata-kata di atas tidak hanya indah namun rasanya selalu berhasil membawa kembali kehangatan tanah air. Wajar saja jika lagu tersebut dipilih Najwa Shihab menjadi bagian dari rangkaian konser musik #dirumahaja pada Maret tahun lalu. Saya rasa Mbak Nana dan teman-teman musisi berhasil menghadirkan kekuatan sekaligus hiburan bagi masyarakat yang tengah berjuang melawan virus melalui konser musik virtual tersebut.

Sepelik-peliknya kondisi negeri ini, memang benar pesan yang disampaikan oleh Godbless yaitu "lebih baik disini, rumah kita sendiri". Putera dan puteri Indonesia dimanapun berada akan sepakat bahwa tanah air adalah tempat terbaik untuk tumbuh dan berkarya. Bahkan sempat beberapa kali berdiskusi dengan rekan sejawat yang kebetulan sedang atau pernah tinggal di negera lain, di luar dugaaan ternyata bagi mereka Indonesia tetap nomer satu.

Mengapa Rumah Kita, Indonesia terasa lebih baik  ? 

Saya kemudian mengajukan pertanyaan sederhana di atas kepada mereka. Jawabannya beragam, tapi rata-rata mengungkapkan alasan karena Indonesia adalah potret rumah yang ramah akan keberagaman. Saya setuju, kekuatan "Rumah Kita" memang terdapat pada kemampuannya melahirkan dan merawat keberagaman bahkan jauh sebelum Bung Karno memproklamirkan kemerdekaan.

Gemah Ripah Loh Jinawi adalah ungkapan yang sangat tepat menggambarkan kekayaan Indonesia, dimana tak hanya kekayaan alam namun juga kekayaan keberagaman. Indonesia merupakan negara kepulauan yang penuh dengan keragaman budaya, suku bangsa, ras, etnis, agama, maupun bahasa daerah. Merujuk pada sensus penduduk yang dilakukan oleh BPS  tahun 2010, diketahui Indonesia memiliki sekitar 1340 suku bangsa. Tak hanya itu, Indonesia juga rumah bagi plurarisme dalam beragama bahkan kebebasan memeluk agama atau keyakinan masing-masing orang dijamin oleh konstitusi.

Maka menurut Saya pribadi, di saat-saat seperti ini, menjadi bijaksana untuk kembali mengingat kembali akan kekayaan negeri tercinta yaitu kekayaan akan keberagaman.

Sekali lagi...

 " Lebih baik di sini, rumah kita sendiri

  Segala nikmat dan anugerah Yang Kuasa

 Semuanya ada di sini

 Rumah Kita "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun