Mohon tunggu...
Julita Hasanah
Julita Hasanah Mohon Tunggu... Ilmuwan - Masih Mahasiswa

A Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menteri Mata Air Vs Menteri Air Mata

14 Desember 2020   11:14 Diperbarui: 14 Desember 2020   11:18 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kira-kira sudah hampir sepekan berita fenomenal penangkapan Mensos Juliari P Batubara beserta Pejabat PPK Kemensos yang terlibat skandal penyediaan bantuan sosial Covid-19. Publik belum sembuh dari tragedi ekspor benih lobster yang melibatkan menteri KKP Edhy Prabowo, tapi sudah dikejutkan kembali oleh kasus korupsi lainnya.

"Dua kasus yang terjadi secara beruntun ini merupakan bukti matinya hati nurani para pejabat. Di tengah pandemi masih sempat-sempatnya menggasak uang negara"

Meskipun sebenarnya Kita tidak kaget dengan tingkah laku para pejabat, tapi di tengah ratusan pengusaha yang bangkrut, mereka yang kehilangan pekerjaan dan wong cilik yang kian mengurangi jatah isi perutnya, Kita berhak marah, geram dan (sedikit) putus asa.

Berangkat dari sana, saya kembali teringat pepatah lama. Ada dua macam menteri di negeri ini, pertama Menteri Mata Air dan yang kedua, Menteri Air Mata. Tentu saja perbedaan keduanya sangat kentara.

Menteri Mata Air : Hadirkan Perubahan Lewat Gebrakan

Di tengah keputusasaan rakyat rasanya menjadi perlu kembali menengok masa lalu untuk menumbuhkan harapan akan Indonesia yang lebih baik. Dari berbagai lintas kabinet dari masa pemerintahan satu ke pemerintahan lainnya tak sedikit menteri yang mencuri perhatian publik. Kali ini bukan karena tampil mendadak dengan rompi oranye, tapi mereka yang berhasil menciptakan perubahan.

Berbicara Menteri Mata Air tidak salah jika disematkan pada Menteri KKP Susi Pujiastuti pada pemerintahan pertama Presiden Jokowi bersama Jusuf Kalla. Kendati pengangkatan Ibu Susi menuai kotroversi namun beliau mampu membuktikan bahwa presiden tidak salah pilih.

Banyak prestasi di bidang kelautan yang berhasil beliau realisasikan utamanya di bidang kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan. Di bidang kedaulatan, jargon "tenggelamkan" kerap Kita dengar. Namun bukan sekadar gertak sambal, berbekal Peraturan Presiden Nomor 44 tahun 2016, Ibu Susi tanpa ampun mengadili para pencuri ikan di laut kita.

Dilansir dari detikcom, selama menjabat menjadi menteri Ibu Susi telah mengeksekusi lebih dari 500 kapal dari berbagai negara, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Thailand, Papua Nugini, bahkan Tiongkok.

Sebagai mantan nelayan kecil, Ibu Susi paham betul akan pentingnya keberlanjutan ekosistem laut bagi para nelayan. Untuk itu, beliau melarang keras penggunaan cantrang yang dapat merusak laut. Tak hanya memperoleh dukungan, namun kebijakan yang satu ini juga ramai diprotes oleh nelayan sendiri. Namun Ibu Susi tetap tegak membela kepentingan laut dalam jangka panjang.

Dari berbagai kerja keras beliau, banyak capaian KKP yang dapat dikatakan fantastis. Tak hanya kesejahteraan nelayan, namun juga bagaimana sektor perikanan memberikan kontribusi luar biasa terhadap perekonomian nasional dengan peningkatan penerimaan pajak sebesar Rp 232 Miliar hanya dalam jangka satu tahun. Angka ini merupakan capaian tertinggi selama lima tahun belakangan.

Beralih dari sektor perikanan dan kelautan, Kita juga memiliki srikandi tangguh di bidang keuangan. Siapa lagi jika bukan Ibu Sri Mulyani yang kini kembali menjabat sebagai Menteri Keuangan RI. Kelihaian beliau dalam mengatasi persoalan pengumpulan pajak melalui Tax Amnesty dan penyerapan anggaran pemerintah dielu-elukan oleh kancah internasional. Berbagai penghargaan disabet, mulai dari wanita paling berpengaruh di Indonesia versi Globe Asia, Menteri terbaik dunia versi World Government Summit, hingga Menteri keuangan terbaik di Asia Pasifik versi majalah keuangan FinanceAsia.

Selain dua tokoh yang sudah disebutkan di atas, masih ada sederet nama jajaran Menteri yang membawa perubahan dan menghadirkan kinerja bagi masyarakat. Menteri mata air lainnya, diantaranya Menteri PUPR Basuki Hadimulyo, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri ESDM Ignasius Jonan.

Menteri Air Mata : Sudah Kaya Tapi Masih Menggasak Uang Negara  

Sayangnya Saya tidak akan membiarkan Anda tersenyum terlalu lama, karena di balik para menteri yang berintegritas masih banyak pula yang tega berkhianat. Kisah para menteri korup tetap harus diangkat walau pahit, supaya publik tidak lupa bahwa korupsi masih nyata. Jika Kita apatis, makin asik mereka mencuri dana pembangunan. Tidak mau kan?

Pertama, kasus yang masih hangat disajikan oleh Mensos Juliari Batubara. Beliau dan beberapa pejabat PPK Kemensos asik menguntit 10 ribu rupiah dari paket bantuan sosial yang dibagikan kepada masyarakat terdampak Covid-19. Rakyat sampai dibuat bingung karena di saat sulit dan mencekik ini mereka masih sempat berpikir meraup untung untuk kepentingan pribadi.

Selain nama-nama panas yang seliweran di berbagai media saat ini, Saya mencoba flashback ke berbagai masa pemerintahan. Ada Rokhmin Dahuri, Menteri KKP era Presiden Megawati yang terbukti melakykan tindak pidana korupsi terkait dekonsentrasi yang dilakukan melalui pejabat Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sebesar lebih dari Rp 15 miliar.

Bapak Bachtiar Chamsyah, Menteri Sosial pada kabinet gotong royong periode 2001-2004 yang divonis bersalah dengan menyetujui penunjukan langsung pengadaan mesin jahit, sapi impor, dan kain sarung yang merugikan negara sebesar 33,7 miliar rupiah. Dan masih banyak deretan panjang nama-nama menteri korup lainnya, sebut saja Andi Malarrangeng, Suryadharma Ali, Jero Wacik, Imam Nachrawi,

Ternyata korupsi bukanlah hal yang baru bagi jajaran menteri, dengan berjuta kewenangan dan kekuasaan mungkin memang tidak mudah lepas dari godaan suap-menyuap. Tapi korupsi tetaplah noda, yang hukumnya juga jelas diatur undang-undang. Tak ada ampun bagi mereka yang berkhiat.

Sederet kisah Menteri Air Mata dan Menteri Mata Air tak boleh mati. 

Kisah tersebut harus tetap Kita suarakan lintas generasi.

Karena Spirit yang perlu dibangun menjerakan pajabat korup, bukan hanya membawa mereka sampai ke bui.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun