Tulisan ini didedikasikan untuk seluruh petani tembakau nasional, utamanya Jember sebagai tanah kelahiran, dan Selamat Hari Tani, dariku yang (katanya) akademisi tapi minim kontribusi.
Saya kira menulis persoalan tembakau, "emas hijau" dari Negeri San Salvador, tidak akan pernah jelas hitam dan putihnya. Rasanya dosa jika kita memilih netral dan diam di tengah pro-kontra keberadaan tembakau. Sebuah ironi, citra tembakau di dalam negeri "dikemas" agar tampak buruk rupa karena pemanfaatannya yang masih terbatas untuk rokok.
Kita boleh belajar dari beberapa negara Eropa, di mana tembakau disulap menjadi baham parfum maskulin yang digandrungi kaum adam. Tembakau yang jadi musuh utama kesehatan juga banyak dimanfaatkan dalam industri kosmetik dan kesehatan. Di negeri yang jauh dari pandangan mata kita, tembakau bak pahlawan yang menyelamatkan nyawa.
Sebuah ironi jika di dalam negeri tembakau hanya dinilai sebagai bahan baku rokok sehingga lahir stereotip "tembakau membunuhmu".
Nicotine War, Sebuah Propaganda kah?
Tak hanya dalam lingkup nasional, secara global perang anti tembakau ditandai dengan lahirnya WHO Tobacco Free Initiative pada 1998 yang banyak mendapat sokongan dana sebesar 75% dari perusahaan farmasi dengan kepentingan Nicotine War.Â
WHO kemudian berhasil mencetuskan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yaitu perjanjian internasional pengendalian tembakau dimana mengatur produksi, penjualan, distribusi, iklan, hingga perpajakan tembakau. Hal tersebut menjustifikasi citra tembakau sebagai musuh kesehatan global dunia dan harus diperangi.
Nicotine War VS Petani TembakauÂ
Usut punya usut, penurunan produksi tembakau Indonesia setelah tahun 1999 dapat dikatakan sebagai akibat implikasi kebijakan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 (PP 81/1999) tentang kontrol tembakau, dan diperkuat dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) pada 2005.
Regulasi kontrol tembakau tak pernah berhenti, sepak terjangnya kian kuat dengan adanya kenaikan tarif cukai rokok. Kenaikan tarif cukai rokok secara pasti akan mengurangi jumlah permintaan tembakau sehingga secara langsung mempengaruhi kesejahteraan petani tembakau.
Berdasarkan hasil penelitian Buana (2013), kenaikan tarif cukai rokok kretek sebesar 10 persen berimbas pada penurunan kesejahteraan petani tembakau rata-rata sebesar Rp 1.61 milyar pada tahun 2006, dan jika kenaikan tarif cukai rokok kretek diteruskan pada tahun 2010 dapat menyebabkan berkurangnya kesejahteraan petani tembakau sebesar Rp 6.07 milyar. Sementara hingga saat ini belum banyak kebijakan pemerintah yang mengimbangi regulasi anti rokok untuk merangkul petani tembakau di dalam negeri.
Memusuhi tembakau tidak hanya soal kesejahteraan petani. Persoalannya lebih luas, dimana sektor tembakau nasional melibatkan industri kretek. Sudah jadi rahasia umum, dimana industri kretek hampir satu-satunya industri yang seluruh proses produksi dari hulu ke hilirnya , (mulai dari bahan baku/tembakau dan cengkeh sampai produk akhir dikerjakan di dalam negeri).
Kontribusi tembakau melalui industri kretek bagi negara tidak dapat disangkal. Data tahun 2009 menyebutkan, dari hulu sampai hilir industri kretek menyerap tenaga kerja sampai 30,5 juta orang.Â
Selain itu, industri kretek tampil sebagai penyumbang cukai terbesar. Tahun 2010 negara menerima cukai dari tembakau sebesar Rp 62 triliun, di mana bagian terbesar dibayar oleh konsumen kretek. Penerimaan negara tersebut belum termasuk pajak yang dibayarkan industri, pajak yang dibayarkan tenaga kerja industri, dan dana sosial (CSR) industri. Dari cukai tembakau saja, industri kretek menyumbang jauh lebih besar dibanding Freeport yang hanya Rp. 20 triliun.
"citra tembakau yang terus dibiarkan negatif tak hanya menyerang petani tembakau, petani cengkeh, perkebunan tembakau, perusahaan kretek, buruh kretek, tapi juga Indonesia sekaligus".
Dinamika di dunia tembakau terus terjadi. Isu kontrol tembakau terus beredar santer di ruang-ruang publik. Sosialisasi melalui workshop, seminar, dialog dan lain sebagainya tentang bahaya tembakau terus berjalan. Media massa dengan cukup intens juga memberitakan berbagai riset dan wacana negatif tentang tembakau. Tokoh-tokoh anti tembakau bermunculan. Pelan tapi pasti, wacana tembakau yang berbahaya bagi kesehatan menjelma jadi kebenaran umum.
Melihat data-data terkait tembakau dapat disimpulkan bahwa memusuhi tembakau bukanlah tindakan yang bijaksana untuk saat ini. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik dalam negeri belum siap jika harus berhadapan dengan tembakau dan kehilangan industri pertembakauan.
Banyak yang perlu dipersiapkan telebih dulu untuk "perang melawan tembakau". Pemerintah, akademisi, peneliti perlu mengambil peranan dan tanggung jawab penuh. Terutama dalam riset pengolahan produk tembakau berbasis non rokok. Atau jika negara sudah "beres", tingkat pengangguran rendah, angka kemiskinan kecil, keuangan negara bagus, industri tumbuh, tembakau bisa saja "dikorbankan" demi arus global.
Tembakau Produk Sejarah BangsaÂ
Tembakau bukan hanya soal komoditas pertanian di Bumi pertiwi, lebih jauh lagi tembakau sudah jadi bagian sejarah bangsa yang telah mengakar sejak abad 17.Â
Salah satu industri tembakau yaitu kretek menjadi sedikit bahkan mungkin satu-satunya industri nasional yang mampu bertahan dari berbagai terpaan badai pergolakan nasional jika dibandingkan dengan industri gula, garam, dan kelapa yang saat ini nyaris mati
Industri kretek mampu dan telah teruji menyelamatkan ekonomi bangsa sejak zaman perang dunia I pada 1918, Depresi ekonomi saat New york collapse pada tahun 1929, Agresi Militer Belanda pada 1945 hingga krisis moneter pada tahun 1997. Sehingga sekali lagi, memusuhi tembakau saat ini bukanlah tindakan yang bijaksana. Membangun kembali citra tembakau adalah tugas bersama, agar kesejahteraan petani tembakau dapat diselamatkan.
Referensi
- Abhisam, Ary Hasriadi, dan Harlan Miranda. 2011. Membunuh Indonesia. Jakarta : Kata Kata.
- Buana, Ali Surya. 2013. Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Kretek terhadap Harga, Penawaran dan Permintaan Komoditas Rokok Kretek dan Komoditas Tembakau serta Kesejahteraan Masyarakat. Skripsi. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
- Diah dkk. Policy Paper Pengendalian Tembakau dalam Konteks Sustainable Development Goals: Menuju Generasi Muda yang Berkualitas. Jakarta : Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI).
- Sudaryanto, Tahlim dkk. 2010. Analisis Prospek Ekonomi Tembakau Di Pasar Dunia dan Refleksinya Di Indonesia Tahun 2010. Jakarta : Departemen Pertanian.
- Wibowo, Rudi dkk. 2018. Agribisnis Tembakau : Membuka Ruang Inovasi dan Bisnis untuk Kemajuan Industri. Bogor: IPB PRESS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H