Mohon tunggu...
Julita Hasanah
Julita Hasanah Mohon Tunggu... Ilmuwan - Masih Mahasiswa

A Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Urban Farming Masa Depan Jakarta

10 September 2019   10:05 Diperbarui: 11 September 2019   21:29 1030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : https://www.agritecture.com 

sumber : https://www.gardenweasel.com 
sumber : https://www.gardenweasel.com 

Sudah jadi rahasia bersama keberadaan lahan pertanian di perkotaan kian langka. Kota tak lagi mampu memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri. Dengan laju pertumbuhan penduduk Jakarta yang terus meningkat, berkorelasi positif dengan tingginya permintaan akan bahan pangan. Permintaan pangan yang tidak tercukupi akan menyebabkan inflasi harga.

Jika terus dikembangkan, urban farming diproyeksikan dapat mencukupi kebutuhan pangan di tingkat rumah tangga, sehingga memperkuat ketahanan pangan. Eat What You Grow merupakan gerakan yang sangat menarik dimana dengan mudahnya kita menyajikan berbagai menu di meja makan yang berasal dari kebun kecil kita sendiri.

Berdasarkan data yang diberikan oleh Association for Vertical Farming (AVF), New York bahkan telah dapat menghasilkan sekitar 200-220 ton daun basil setiap bulannya setelah menerapkan konsep urban farming ini. Sebuah penelitian yang dirilis Arizona State University, mengungkap bahwa  produksi urban farming dapat menghasilkan 180 juta ton bahan makanan selama setahun yang merupakan 10 persen kebutuhan makanan secara global.

Memangkas Food Miles, Menghemat Energi 

Setiap makanan yang dihidangkan di piring kita telah menempuh perjalanan yang panjang. Berbagai bahan pangan, sayur-mayur dan lauk-pauk merupakan produk pertanian yang dihasilkan oleh daerah perdesaan. Bahan pangan tersebut kemudian didistribusikan ke kota  hingga akhirnya sampai di meja makan kita. Tentu tak bisa dibayangkan berapa banyak energi yang telah digunakan untuk mengenyangkan perut warga kota.

Matei Georgescu, profesor asal Arizona State University, mengungkap bahwa urban farming berpotensi menghemat 15 miliar kilowatt per jam untuk pemakaian energi dunia selama setahun dan menghasilkan 170.000 ton nitrogen ke udara, sama artinya dengan mencegah pencemaran sungai dan saluran air bersih. Tentunya implementasi urban farming, akan secara nyata memangkas Food miles,atau jalur distribusi bahan pangan, sehingga menghemat energi dan mengurangi pencemaran lingkungan.   

Tips Urban Farming ala Ibu Kota 

Lahan terbatas dan minimnya ketersediaan air pada Ibu Kota memerlukan kreativitas lebih ketika hendak menerapkan urban farming. Namun, tak perlu khawatir karena ada tips berikut sebagai panduan awal memulai zona pertanian mini di rumah Kompasianer.

Menanam Vertikal  

sumber : https://pingpoint.co.id 
sumber : https://pingpoint.co.id 

Terbatasnya lahan bukanlah halangan untuk berbudidaya tanaman. Melalui teknik vertikultur kita tetap dapat menanam walau lahan terbatas. Teknik vertikultur merupakan cara bertanam yang dilakukan dengan menempatkan media tanam dalam pola yang disusun secara vertikal. Contohnya dengan membuat rak bertingkat dari besi ataupun kayu untuk meletakkan beberapa pot, tabung bambu, atau pipa paralon, Kompasianer sudah bisa memiliki lahan mungil dan apotik hidup pribadi di rumah.

Membuat Meja Tanaman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun