Mohon tunggu...
Julita Hasanah
Julita Hasanah Mohon Tunggu... Ilmuwan - Masih Mahasiswa

A Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Habis Krisis Terbitlah Makroprudensial

20 Juni 2019   22:08 Diperbarui: 20 Juni 2019   22:11 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah Satu Buku yang diterbitkan Bank Indonesia mengenai Kebijakan Makroprudensial

Habis dari mana nduk Kok mukanya lusuh begitu?

Dari pasar Bapak, inilo harga daging ayam melambung...

Oalah, wajar to ini kan H-3 Lebaran, sudah Ikhlas saja

Iya Bapak, cuma sedih saja harga ayam sampai 34.000 per kilonya

Sini-sini duduk, Bapak ceritain krisis jaman Bapak kuliah dulu, jangankan rakyat. Harimau di Kebun Binatang saja dipaksa puasa...

Masih saya ingat betul percakapan dengan Bapak beberapa waktu lalu menjelang lebaran. Sebagai generasi milenial yang dibesarkan di era reformasi, tidak cukup banyak yang saya ketahui mengenai peliknya krisis moneter tahun 1998.  

Momen di atas menjadi salah satu potret yang lekat dengan krisis moneter 1998. Peristiwa 15 Januari 1998 itu, dianggap sebagai "takluknya" Indonesia terhadap gejolak perekonomian global. Presiden Soeharto akhirnya menyerah dan meminta bantuan IMF, setelah perekonomian Indonesia dihajar krisis yang membuat keuangan negara berdarah-darah.

Bagaimana kondisi perekonomian Indonesia pada krisis moneter 1998 ? 

Kala itu mata uang rupiah terpuruk. Bahkan nilai tukar rupiah pernah mencapai Rp 16.800/dolar AS, terlemah sepanjang sejarah. Sebenarnya tidak hanya Rupiah, beberapa mata uang negara Asia lainnya, seperti Baht, Peso, Won, dan lainnya juga tumbang.

Gejolak rupiah berimbas ke seluruh sendi perekonomian. Perusahaan-perusahaan yang melakukan ekspansi dengan bermodalkan utang dari luar negeri,  harus membayar utang yang membengkak karena pelemahan rupiah. Perbankan pun terkena imbasnya, karena banyak perusahaan yang kolaps.

Akibat dollar yang terus menukik, harga barang-barang di dalam negeri pun melonjak. Maklum, Indonesia masih mengimpor barang dari luar negeri, termasuk kebutuhan pokok seperti beras, daging sapi, dan kedelai. Perusahaan banyak yang tutup, harga barang melonjak, dampaknya adalah angka pengangguran dan kemiskinan meroket. Krisis moneter pun berubah menjadi gejolak sosial-politik.

Habis Krisis Terbitlah Kebijakan Makroprudensial

Sudah lebih dari dua dekade berlalu, banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik.   Berangkat dari pengalaman krisis 1998, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan yang mengatur interaksi antara makroekonomi dengan mikroekonomi, yang dikenal dengan Kebijakan Makroprudensial. Kebijakan tersebut diterbitkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung kestabilan perekonomian Indonesia

Salah Satu Buku yang diterbitkan Bank Indonesia mengenai Kebijakan Makroprudensial
Salah Satu Buku yang diterbitkan Bank Indonesia mengenai Kebijakan Makroprudensial

Kompasier tentu bertanya-tanya, Apakah Kebijakan Makroprudensial benar-benar bekerja menangani Krisis ?

Setelah satu dekade, tepatnya pada tahun 2008, seolah-olah sejarah berulang, krisis kembali menerpa negeri ini. Krisis tersebut merupakan imbas dari kebangkrutan Lehman Brothers yang merupakan bank investasi terbesar keempat di Amerika Serikat. Usut punya usut kebangkrutan bank tersebut dkarenakan banyaknya debitur yang gagal membaya KPR/subprime mortgage.

Berdasarkan laporan perekonomian Bank Indonesia Tahun 2008, Indeks Harga Saham Gabungan turun dari 2.166 pada 29 Agustus 2008, menjadi 1.256 pada 31 Oktober 2008 (-42%). Indeks harga obligasi pemerintah IDMA turun dari 86,18 menjadi 72,28 pada periode yang sama (-16%). Nilai tukar Rupiah terdepresiasi sebesar 20,7% sepanjang September dan Oktober 2008. Sementara dalam periode tersebut, cadangan devisa Indonesia turun sebesar USD 7,78 miliar.     

Namun, hal yang menarik, walaupun pasar keuangan mengalami gangguan yang cukup signifikan, perbankan Indonesia mampu menyerap risiko tersebut dengan menjaga indikator bulanan pada kisaran NPL 3,9%, CAR 16,5%, LDR 80%, pertumbuhan kredit 34,6% (y-o-y) pada September 2008.

Hal tersebut tidak terlepas dari adanya Kerangka Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia (KSSK) dan Biro Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia yang disusun setelah krisis pada 1998. Melalui kerangka kebijakan tersebut, Bank Indonesia berupaya menjaga stabilitas sistem keuangan dengan pendekatan makroprudensial. Jika di tanya mengenai peran kebijakan makroprudensial dalam menjaga SSK, kondisi pada krisis 2008 menjadi salah satu jawaban kongkrit.  

Pasti Kompasier penasaran dan memiliki banyak pertanyaan seputar Kebjakan Makroprudensial, No Worry ! Mari Kita Simak Penjelasan berikut ini. 

Apa dan Bagaimana Kebijakan Makroprudensial? 

Secara sederhana Kebijakan Makroprudensial merupakan penerapan prinsip kehati-hatian pada sistem keuangan guna menjaga keseimbangan antara tujuan makroekonomi dan mikroekonomi 

Merujuk pada berbagai definisi kebijakan makroprudensial dari European Systemic Risk Board (ESRB), dan International Monetary Fund (IMF), setidaknya terdapat 3 (tiga) kalimat kunci untuk menggambarkan kebijakan makroprudensial, yakni diterapkan dengan tujuan menjaga stabilitas sistem keuangan, diterapkan dengan berorientasi pada sistem keuangan secara keseluruhan (system-wide perspectives), dan diterapkan melalui upaya membatasi terbangunnya (build-up) risiko sistemik.

Apakah Risiko Sistemik ? 

Risiko sistemik didefinisikan sebagai risiko yang dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan publik dan peningkatan ketidakpastian dalam sistem keuangan sehingga sistem keuangan tidak dapat berfungsi dengan baik dan mengganggu jalannya perekonomian.

Lalu, apakah Kebijakan Makroprudensial hanya mengatur sektor perbankan ? 

Tentu tidak, berbeda dengan kebijakan mikroprudensial yang difokuskan pada tingkat kesehatan individu institusi keuangan (bank dan nonbank) dalam upaya menjaga stabilitas sistem keuangan, Kebijakan makroprudensial lebih berorientasi pada sistem secara keseluruhan. Dengan demikian, fokus kebijakan makroprudensial tak hanya mencakup institusi keuangan, namun meliputi pula elemen sistem keuangan lainnya, seperti pasar keuangan, korporasi, rumah tangga, dan infrastruktur keuangan.  

Mengapa Kebijakan Makroprudensial Diperlukan?

Kebijakan Makroprudensial diperlukan karena dalam sistem keuangan, antara institusi yang satu dengan lainnya saling terkait dalam berbagai transaksi keuangan yang ada atau dikenal dengan istilah interconnectedness. Dengan adanya karakteristik interconnectedness dalam sistem keuangan, permasalahan pada satu institusi dapat dengan cepat menyebar pada institusi lainnya, sehingga menjadi permasalahan agregat sistem keuangan yang berpotensi menimbulkan dampak hingga ke sektor riil.

Sehingga, dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan, diperlukan suatu pendekatan pengaturan dan pengawasan yang lebih bersifat agregat, berorientasi pada sistem, dan memandang semua elemen dalam sistem keuangan sebagai satu kesatuan yang saling terkait satu dengan yang lain, serta mengerti dan waspada akan adanya potensi risiko sistemik.

Pendekatan ini dapat diakomodasi oleh kebijakan makroprudensial. Kebijakan makroprudensial yang terfokus pada keseluruhan sistem keuangan diharapkan mampu menangkap sumber-sumber risiko secara agregat. Dengan demikian, kestabilan sistem keuangan akan dapat dicapai.

Nah, Jika stabilitas sistem keuangan tercapai, Siapasih yang tidak senang ?

Ibu Sri Mulyani, selaku Menteri Keuangan saat ini/sumber dream.co.id
Ibu Sri Mulyani, selaku Menteri Keuangan saat ini/sumber dream.co.id

Mari Kita Lanjutkan Penjelasannya...

Siapakah otoritas yang Melaksanakan Kebijakan Makroprudensial?

Bank sentral merupakan lembaga yang ditunjuk sebagai otoritas makroprudensial. Pemilihan bank sentral sebagai otoritas makroprudensial didasari oleh sejumlah faktor fundamental, terkait dengan posisi dan kapasitas spesifik yang dimiliki oleh bank sentral yang tidak dimiliki oleh institusi lain.

Bank Sentral : Bank Indonesia/sumber otmtrust.com
Bank Sentral : Bank Indonesia/sumber otmtrust.com

Hal-hal tersebut antara lain :

1. Bank sentral sebagai Lender of the Last Resort (LoLR) 

2. Bank sentral sebagai otoritas moneter

3. Bank sentral sebagai otoritas sistem pembayaran

4. Bank sentral sebagai otoritas makroprudensial memiliki kapasitas dalam bentuk pengetahuan dan keahlian secara institusional (institutional knowledge and expertise) dalam melakukan asesmen risiko sistem keuangan secara menyeluruh

5.  Bank sentral merupakan institusi yang memiliki kapasitas untuk merumuskan bauran kebijakan secara komprehensif

6. Bank sentral memiliki jaringan (network) dengan bank sentral lain dan lembaga internasional untuk menjaga stabilitas sistem keuangan kawasan

Bagaimana dengan peran lembaga lain dalam menjaga stabilitas keuangan ? 

Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia, diperlukan kerja sama antara berbagai otoritas yang berwenang. UU No. 9 Tahun 2016 tentang PPKSK menjelaskan peranan antara otoritas yang bekerja sama dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Otoritas yang berwenang dalam menjaga sistem keuangan tersebut adalah Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Bagaimana Strategi Bank Indonesia dalam Melaksanakan Kebijakan Makroprudensial?

Dalam melaksanakan kewenangan di bidang makroprudensial, Bank Indonesia perlu memiliki kerangka kebijakan yang tepat, jelas, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Kerangka kebijakan makroprudensial di Bank Indonesia disusun dengan difokuskan pada upaya untuk mendorong terpeliharanya stabilitas sistem keuangan yang diwujudkan melalui 4 (empat) hal, yaitu: (i) risiko sistemik yang teridentifikasi sejak dini dan termitigasi; (ii) financial imbalances yang minimal sehingga mendukung fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas; (iii) sistem keuangan yang efisien; dan (iv) akses keuangan dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang meningkat.

Bagaimana Bank Indonesia Mencegah dan Menangani Krisis?

Melalui Protokol Manajemen Krisis (PMK), yaitu protokol yang dipergunakan untuk mengelola dan mengatasi kondisi krisis. PMK dalam sistem keuangan menjadi penting dalam upaya penyelesaian krisis (crisis resolution) karena PMK akan membantu para otoritas keuangan bereaksi dan mengambil langkah-langkah yang tepat dan terkoordinasi untuk mengatasi krisis dalam waktu cepat.

Setelah Membaca Penjelasan di atas, Tidak Sulit Bukan untuk Mengenal dan Memahami Stabilitas Sistem Keuangan dan Kebijakan Makroprudensial ?

Apakah Kita sebagai masyarakat tidak dapat turut andil dalam menjaga stabilitas sistem keuangan ?

Eiitss, Siapa bilang kita tidak memiliki peranan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Sebagai masyarakat, tanpa kita sadari sebenarnya kita juga berkaitan langsung dengan stabilitas sistem keuangan, misalnya dengan memiliki kartu kredit, Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), Kredit kendaraan bermotor dan sebagainya. 

Bagaimanapun semua catatan hutang maupun cicilan kita tersebut langsung terintegrasi dengan Bank Sentral. Untuk itu, pastikan perilaku kita terhadap kredit dan cicilan sehat misalnya dengan disiplin membayar cicilan dan bijak dalam menggunakan kartu kredit. 

Dengan melakukan dua hal sederhana tersebut kita sudah membantu menjaga stabilitas sistem keuangan.

Ternyata sangat Mudah turut serta menjaga stabilitas sistem keuangan, iya kan Kompasier ?        

Bapak, Aku mau cerita sesuatu

Bentar, Bapak mau nonton Avenger dulu, filn superhero penyelamat dunia

Aku juga mau cerita superhero Bapak, Superhero-nya Krisis Ekonomi

Haaa ?....

Lah iya, menyambung cerita Bapak yang kemarin soal krismon. Sekarang Bank Indonesia melalui Kebijakan Makroprudensial akan menjadi salah satu superhero untuk menghadapi krisis sehingga stabilitas sistem keuangan Indonesia terjaga, jadi aman!

Jadi begitu, Wah Bank Indonesia memang Jempol !!

Referensi 

Buku Kebijakan Makroprudensial

Buku Kajian Stabilitas Keuangan No. 32 Maret 2009   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun