Gambar dipinjam dari sini
Evolusi Sistem Pembayaran
Tak terasa ya, waktu bergerak cepat. Sejarah mencatat, sebelum ditemukannya uang sebagai alat pembayaran yang sah, sistem barter atau tukar-tukaran barang dianggap cukup membantu di jamannya. Namun, lama-lama dirasakan ada kekurangan juga ketika kendala mulai ada. Apa itu ? Ya kurang praktis aja ya, serta kurang efektif dan efisien, contohnya saja jika kita perlu beras, sedangkan kita punya hasil panen berupa terong untuk ditukar misalnya. Untuk kebutuhan satu kilogram beras, berapa kilogram terong yang harus dibarter. Coba renungkan, saudara..*disambit sandal*
Lalu, kita boleh bernafas lega ketika uang mulai ditemukan sebagai alat pembayaran. Ada uang kertas, ada uang koin yang selanjutnya sering disebut sebagai uang receh. Kasihan ya, kesannya kok murahan sekali dianggap receh, padahal bahan baku untuk membuatnya yang berupa logam bisa jadi lebih mahal dibandingkan dengan bahan baku membuat uang kertas. Ini yang disebut nilai nominal dan nilai apa ya..*mendadak lupa..help* Oh..iya nilai intrinsik..*makasih wikipedia..*
Dengan adanya uang, kehidupan perekonomian terasa dimudahkan. Fleksibel aja ketika kita menyebut harga untuk suatu barang. Paling kita cuma punya dua pendapat yaitu mahal atau murah. That’s it. Sesimpel itu. Kehadiran uang terasa begitu berharga. Kalau nggak percaya, tanya aja kenapa tanggal tua kebanyakan orang suka pusing kalau kehabisan uang..*ngomongin diri sendiri*
Lalu, dengan adanya uang, apakah sudah menjamin segala aspek kemudahan termasuk didalamnya soal keamanan ? Lalu soal efektif dan efisien, adakah yang lebih dari itu ? Oh..tunggu dulu jika sudah menyangkut soal itu.
Sebagai intermezzo, saya punya pengalaman berkaitan dengan soal uang ini. Begini ceritanya, based on true story lho hehehe..
Saat awal-awal buka usaha, di toko saya ( kebetulan saya dan suami berwirausaha sebagai bakul ban mobil ) pernah mengalami pengalaman yang cukup merepotkan. Gimana maksudnya. Jadi suatu hari, ada customer yang membeli ban mobil. Harga ban itu sebesar lima ratus ribu rupiah. Setelah beres semua, tibalah saatnya pembayaran. Yang membuat Anda harus bilang wow adalah ketika customer itu membayar dengan uang logam lima ratus rupiah. Wak..wak..tinggal dikalikan saja berapa jumlah uang logam yang harus saya hitung. Seribu logam lima ratus rupiah saya hitung satu-satu. Bayangkan berapa waktu yang terbuang hanya untuk menghitung uang itu yang semestinya bisa digunakan untuk kegiatan lain. Untung saat itu toko tidak begitu ramai, kalau pas ramai..aduh..pak, bayar pakai uang kertas aja deh..tapi ya mau ditolak gimana, lha itu uang penghasilannya dari berjualan di pasar. Dan kalau tidak dihitung di depan orangnya, nanti kalau ada kurang-kurang gimana, mana percaya kalau dihitung sendirian..? Bagai makan buah simalakama ya..ah..
Nah, disini kekurangan uang mulai muncul. Soal keamanan bagaimana ? Sudah jelas copet senang uang tunai yang prosesnya cepat. Makanya, hati-hati jaga dompet Anda. Kalau bisa sih, jaman sekarang jangan bawa uang cash banyak-banyak, apalagi kalau kita suka travelling..bisa bahahahahayaaaa...*Asmuni srimulat mode on*
Untunglah, kehadiran Bank Indonesia sangat-sangat membantu dengan segala inovasinya. Terlebih dengan segala kebijakan dan peraturan yang telah ditetapkannya. Seperti :