Di jepang, bagi seseorang yang kehilangan barang, maka bisa melapor ke otoritas yang ditunjuk. Kemudian menunjukkan bukti kepemilikan dan identitas dari pelapor. Pihak kepolisan juga akan membantu. Sehingga barang akan di proses.
      Jika barang ditemukan di lost and found maka barang tersebut akan dikembalikan ke si pemilik.
      Barang/benda yang sering ditemukan/tertinggal adalah payung, koin, uang, dompet, syal, jaket, topi, kamera bahkan ponsel. Biasanya barang akan kembali ke si pemilik.
      Bahkan hal yang luar biasa, di lost and found dalam setahun ketika ditotal, uang yang ditemukan sampai mencapai miliaran dan kembali ke pemilik yang sah.
        Kejujuran dalam mengembalikan barang yang hilang dipandang sebagai suatu kewajiban moral. Sehingga Jepang diidentikkan dengan negara jujur.
      Mindset kejujuran yang membudaya tersebut juga terbentuk dari undang-undang Negara Jepang. Yakni mewajibkan warga negara untuk melaporkan barang hilang kepada polisi dan mengembalikannya ke pemiliknya, ke polisi, atau ke otoritas lain yang ditunjuk oleh pemerintah.
        Satu peristiwa menarik, saat penulis berada di Negara Jepang. Di kampus tempat penulis belajar, ada toilet yang di dalamnya tertinggal sebuah tas. Selama hampir 3 minggu tas kecil sedikitpun tidak bergeser dari tempatnya.
       Sebelumnya, seluruh peserta telah diajarkan bahwa barang apapun yang bukan milik, jangan disentuh. Biarkan saja sampai pemiliknya datang untuk mengambilnya.
          Kejujuran orang-orang Jepang juga tercermin dari hal kecil hingga hal-hal besar dalam keseharian. Seperti, tidak korupsi, tidak kolusi, tidak nepotisme, bertanggung-jawab terhadap pekerjaan, tepat waktu, kerja tanpa diawasi dan lainnya.
    Kejujuran dan integritas yang dimiliki masyarakat Jepang membudaya dari generasi ke generasi hingga saat ini.
     Sebelum pulang dari Jepang, seorang sensei mengatakan, salah satu kunci utama Negara Jepang maju adalah karena kejujuran masyarakat Jepang.