GURU (Sensei) ( ()) & NEGARA JEPANG
oleh: Julia R.S. Banurea
Guru Sekolah Dasar
"Berapa jumlah guru yang tersisa"?. Adalah Kalimat pertanyaan yang dilontarkan Kaisar Jepang, Hirohito kepada para jendral, setelah Kota Hirosima dan Nagasaki hancur akibat bom atom.
 Pertanyaan tentang jumlah guru yang tersisa menyebabkan para jendral bingung. Awalnya para Jendral mengira Kaisar akan bertanya tentang pasukan. Para jendral menyatakan bahwa mereka masih mampu menyelamatkan kaisar tanpa guru.
Kaisar Jepang mengatakan bahwa Jepang luluh lantah karena tidak belajar. Â Mereka tidak memiliki pengetahuan tentang bom yang dijatuhkan Amerika dan sekutu.
Kaisar juga menyatakan bahwa Jepang akan tertinggal jika tidak belajar. Akhirnya para jendral mengumpulkan guru yang tersisa. Karena gurulah kini tumpuan rakyat Jepang. Â Bukan pada senjata dan kekuatan pasukan.
Setelah guru dikumpulkan, pemerintah memfokuskan diri dalam membina guru dan dunia pendidikan. Sehingga keberadaan guru di Jepang menjadi hal yang sangat krusial. Sejak saat itu Negara Jepang mulai bangkit.Â
Sekarang Jepang menjadi salah satu negara super power dan paling maju di dunia. Segala bidang kehidupan meningkat akibat fokus pada bidang pendidikan.
Negara Jepang, dengan kultur edukasi piramida terbalik, menyatakan bahwa social life Jepang berada di pendidikan. Sehingga jika pendidikan membaik, maka secara otomatis aspek kehidupan lainnya akan meningkat. Seperti ekonomi, teknologi, politik, sosial budaya dan lainnya.
Guru menjadi sentral yang diperhatikan dengan saksama. Pengetahuan, keterampilan, kesejahteraan dan prospek guru ke depan menjadi sebuah hal yang terus ditingkatkan.
Tahun 2019, penulis mengikuti seleksi yang sangat panjang dalam short course. Penulis mewakili Kalimantan Barat, melalui Kemdikbud sebagai guru SD yang lolos mengikuti pelatihan Inquiry Based Learning (Pembelajaran Berbasis Inkuiri) di Negeri Sakura, Jepang.
Saat itu, penulis bertugas di SD N 9 Sungai Seria, Kec. Ketungau Hulu, Kab. Sintang, Â Provinsi Kalimantan Barat. Meski akses dan sinyal sangat terbatas, penulis mencoba mengikuti seleksi. Administrasi, rekam jejak, tulisan ilmiah, interview dalam bahasa asing, syarat lanjutan hingga mendapatkan visa ke Negara Jepang.
Pohon sinyal menjadi saksi bisu, saat pelulusan. Awalnya penulis tidak menyangka, sebagai guru SD dari 3T (pelosok) yang lolos seleksi hingga ke Asia Timur.
Kolaborasi dengan 25 guru dari ragam jenjang mempertemukan kami dengan para sensei di Nagoya University Jepang.
Sumber : Dokpri (Modeling Instruction)/ Nogoya University Japan
​​​​​
Selama di Jepang, penulis baru mengetahui, bahwa arti kata sensei itu adalah "sebuah gelar kehormatan" yang diberikan kepada orang yang berjasa. Guru diberikan gelar kehormatan "sensei", karena jasanya dalam memajukan Negara Jepang dan mencerdaskan generasi.
Gelar "sensei" juga diberikan pada dokter, karena dokter memiliki jasa yang besar pada pelayanan pasien.
Sebenarnya, sebutan untuk profesi guru di Negara Jepang adalah "Kyoushi". Namun, orang-orang lebih cenderung memanggil sensei karena jasanya yang sangat besar pada kemajuan bangsa.
Negara Jepang yang fokus pada pendidikan dan guru telah banyak menciptakan fenomena yang sangat luar biasa di negara tersebut. Seperti kemampuan literasi (baca) yang sangat tinggi.
Berdasarkan mean scores of participating education systems in PISA 2018, diperoleh skor sebagai berikutÂ
Sumber: https://www.oecd.org/pisa/
Tingkat literasi di negara Jepang sangat tinggi. Hal ini bisa dilihat dari skor PISA reading (504) berada di posisi ke 15 dari 79 negara peserta.
Masyarakat Jepang memiliki kebiasaan positif yang mendukung kemajuan negara, yakni membaca. Tidak heran jika kita akan temukan mereka membaca di ragam tempat. Contoh, di subway (kereta api cepat), taman, dan stasiun.
Masyarakat Jepang juga sangat disiplin dengan waktu. Keterlambatan adalah sesuatu hal yang sangat dihindari di sana. Bahkan pernah satu kejadian, akibat terlambat rapat 3 menit, salah satu menteri kabinet Jepang meminta maaf dan didesak mundur.
Karakter jujur yang mereka miliki mengakar hingga di setiap lini kehidupan. Contoh, jika melakukan suatu kelalaian atau kesalahan, secara sadar untuk mengundurkan diri. Menjunjung tinggi rasa malu atas sebuah kesalahan.
 Mindset Masyarakat Jepang terkenal berlomba untuk maju. Fokus ke kerja masing-masing. Mereka akan mencari cara untuk memberikan yang terbaik bagi diri sendiri, keluarga, bangsa dan generasi di masa depan.
Salah satu kelebihan Negara Jepang yang mendasar adalah mereka memikirkan segala sesuatu yang diperlukan generasi berikutnya. Contoh, menanamkan karakter jujur dan menyelamatkan bumi.
Dari sejak usia dini, murid di Jepang diajarkan "PEKA" terhadap diri dan orang lain. Guru mengajarkan mereka agar bisa berempati kepada orang lain. Misalnya, ketika 1 orang siswa kehilangan uang, pastinya akan merasa sedih. Sehingga guru menyatakan pada siswa lain, jika menemukan uang yang hilang harap mengembalikan kepada teman yang kehilangan.
"Guru menyuruh siswa manapun yang mendapatkan uang agar memposisikan dirinya kehilangan uang, maka pastinya akan bersedih. Dengan mengajarkan "kepekaan" kepada murid, sikap jujurpun terbentuk.
Maka tidak heran, jika kita ke tempat pengembalian barang yang hilang di Negera Jepang, kita akan menemukan banyak uang koin (yen), payung, uang kertas, tas, buku dan lainnya. Orang-orang yang merasa kehilangan bisa pergi ke lost and found centre tersebut dengan membawa identitas pengenal.
Tingginya etos kerja masyarakat Jepang, memacu orang-orang mencapai kesuksesan dengan porsinya masing-masing. Kita akan sangat langka menemukan orang-orang Jepang membandingkan kesuksesannya dengan kesuksesan orang lain.
Salah satu  mindset masyarakat Jepang adalah menjadikan kesuksesan orang sebagai motivasi untuk semakin maju.
Begitu juga dengan guru-guru. Semua saling membantu, menguatkan dan menopang.
kunci kesuksesan Negara Jepang dalam pendidikan adalah kerjasama antar siswa, guru, orang tua, dinas, dan negara.
Semuanya saling mendukung, tidak berat sebelah. Â Karena pola pikir yang mereka miliki adalah untuk menyediakan ilmu, pengetahuan dan kejujuran untuk generasi mereka di masa depan. Tidak hanya memikirkan kehidupan pribadi di masa sekarang.
Sumber: Dokpri, Kampus Nagoya Jepang (Ilmu bertebaran di Kayu)Â
Masyarkat Jepang selalu berlomba untuk menghasilkan yang terbaik bagi kehidupan banyak orang. Sehingga waktu adalah bekerja dan kesempatan emas.
Pesan Shibata Sensei sebelum meninggalkan Jepang adalah bagi guru dimanapun berada "Belajarlah philosophy pendidikan", bagaimana cara kamu menghargai/peka atas keberadaan orang di sekelilingmu, rekan guru, muridmu dan bangsamu.
Guru-guru harus bersatu padu dalam memajukan peradaban. Karena, salah satu kunci kemajuan sebuah bangsa adalah guru.
Beliau juga menyatakan, kecerdasan itu nomor sekian, tetapi kejujuranlah yang utama.
Ayo rajin membaca..
Membaca tidak akan merugikan kita..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H