[caption id="attachment_300527" align="alignleft" width="300" caption="Senyumnya Bu Risma ini mempesona dan manis sekali ya"]
[/caption]
Tepat di hari sabtu tanggal 22 maret 2014, hari yang memang saya tunggu-tungggu sebenarnya. Saya datang mungkin yang paling awal dari yang sudah di tentukan oleh panitia. Jam 1 siang saya memang datang sendiri tanpa ada seorang kawan yang menemani. Hiks. Tapi tak apalah saya tetap semangat walaupun cuaca saat itu cukup panas dan bikin saya kelaperan. Hehehe. T
ak lama kemudian di lobby Gedung Kompas, saya bertemu dengan mas-mas security yang sangat ramah. Entah siapa namanya saya lupa nanyanya juga. Disitu saya bertanya,"Mas ini yang lain belom pada dateng ya?". Lalu diapun menjawab,"Mbaknya sih kepagian nih kalo kesini. Pasti mbaknya dari luar kota ya?". Dalam hati saya membatin,"Jangan-jangan mas security ini dukun juga ya. Kok tau??". Ya iyalah, lah wong saya kesana pake bawa tas ransel item yang didalemya banyak harta benda atau perlengkapan perang begitulah, beserta membawa kresek cemilan yang berlabel mini market indo****.Saya sendiri malu sih, serasa orang yang mau camping saja saya ini kesannya. Banyak bawa tentengan ini itu. Hehehe.
Saat berada ballroom, suasana awalnya kakuh dengan kompasianer lain yang saling lirik-lirikan, mata taja
m mereka yang detail memperhatikan raut-raut muka satu sama lain yang mungkin saja mereka kenal. “Saya sih pengen nyapa, tapi lupa itu siapa namanya, bener gak ya ini si anu atau ini si itu. Sudahlah, nanti juga kenal sendiri”, itu yang tersirat dalam otak saya pada waktu itu. Hahaha. Seketika suasana berubah riuh, begitu kedatangan Bu Risma. Wajah-wajah yang sudah banyak yang ngantuk ini berubah menjadi antusias. HP, camera digital pun di keluarkan cepat dari saku mereka masing-masing. Tak lupa, berebut salaman dengan si idolapun menjadi hal yang terlihat begitu menyenangkan pada sore itu. Saya juga sih rebutan salaman ama beliau. Hehehe.
Baiklah balik lagi ke topik awal. Setelah bu Risma datang walaupun agak terlambat 1 jam dari jadwal yang direncanakan, kami tetap antusias menyimak paparan hasil kerja bu Risma selama ini untuk Surabaya. Harus saya akui memang di hari itu Kompasiana telah berbaik hati mengadakan Montly Discussion bersama sosok tokoh yang akhir-akhir ini menjadi sorotan media dan publik. Bukan saja menjadi sorotan di kota Surabaya, namun saja hampir seluruh indonesia mengenal beliau. Tri Rismaharini adalah sosok walikota yang banyak di kagumi oleh warga Surabaya karena kinerjanya untuk membangun dan meningkatkan kesejahteraan sudah terbukti dengan program-programnya yang telah berjalan dan terealisasi dengan baik. Walaupun beberapa saat lalu beliau mengalami gesekan, sampai ada wacana beliau ingin mundur untuk menjadi walikota Surabaya.
Berawal dari kekaguman saya terhadap beliau, kegigihan beliau untuk pengabdianya terhadap warga Surabaya, saya salut. Jujur ketika melihat tayangan beliau di mata najwa beberapa saat lalu semakin menguatkan itikad saya untuk bertatap muka dan berjabat tangan dengan beliau. Saya hanya ingin membuktikan rasa penasaran saya terhadap sosok yang selama ini menjadi topik hangat yang selalu menarik untuk di perbincangkan. Ternyata benar saja, senyum ramah tersirat dalam kesederhanaan beliau. Lembut sapanya membuat saya merasa dialah sosok ibu pemimpin yang sesungguhnya. Beliau bukan sosok publik figure yang "kemaruk" akan jabatan. Bukan juga sosok pemimpin yang bisanya hanya peneb
ar janji-janji palsu pada rakyatnya. Tapi dia berhasil membuktikan dengan kontribusinya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di Surabaya. Ada satu kutipan yang kemarin terekam di otak saya, ketika beliau bilang,"Ya kalau saya pengen membangun Surabaya, tapi di level paling bawah tidak ikut di pedulikan gimana mau maju kota ini". Itu artinya, ketika adanya konsep untuk perbaikan hidup secara menyeluruh di sebuah perkotaan besar memang harus diperbaiki juga dengan masyarakat di level paling bawah.
Sesi pertanyaan pun bergulir, banyak pertanyaan terlontar dari temen-temen kompasianer lainya. Mulai dari pemerataan pendidikan, kesehatan, membuka lapangan pekerjaan, moda transportasi dan mengadakan penyuluhan ataupun pelatihan kerja terhadap warga binaan dari ex dolly. Hal tersebut adalah menjadi fokus terpenting dan serius bagi beliau untuk menyelesaikan permasalahan di Surabaya.
Hari semakin sore, mas Isjet pun sebagai moderator hanya membatasi temen-temen kompasianer lainya untuk bertanya pada Bu Risma. Seorang teman di samping saya bernama mas Dhahana Adi mengemukan rasa kekecewaanya terhadap kinerja dinas pariwisata Surabaya yang menurut pengakuanya bahwa salah satu oknum ini telah mempinpong dirinya akan perijinan dalam pembuatan Finding Srimulat di Surabaya. Itikad baik, tak selamanya bersambut baik pula. Mungkin itulah yang dirasakan oleh lajang 30 ini, yang biasanya dipanggil mas Ipung. Begitu mendengar pengakuan dari mas Ipung ini sontak Bu Risma agak sedikit emosi. Karna baginya harusnya tugas PNS adalah pengabdi dan pelayan masyarakat. Begitu geramnya, sampai-sampai ibu Risma menanyakan nama staff yang berbuat itu dan akan menindak lanjuti akan sangsi apa yang pantas yang diberikan oleh yang memberi pelayanan yang buruk itu. Tidak main-main ancamanya adalah pemecatan. Waw ngeri yaaa... Hehehehe...
[caption id="attachment_300529" align="alignnone" width="240" caption="Bonus bisa bertatap muka dengan Bu Risma dan juga mendapat buku dari mas Ipung penulis "Surabaya Punya Cerita""]
Diakhir sesi adalah si mas Ipung memberikan karyanya kepada bu Risma yang berjudul,”Surabaya Punya Cerita”. Alhamdulillah, sayapun dapet bukunya dengan bubuhan tanda tangan dan foto bareng bersama mas Ipung. Bonus dalam MODIS kali ini adalah komplit, bisa bertemu sosok bu Risma yang memberi ilmunya lewat kesederhanaanya, mendapat buku dari mas Ipung, bertemu dengan Kompasianer yang unyu-unyu. Rasanya bakalan rindu lagi dengan suasana seperti sabtu lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H