Mohon tunggu...
Julian Wengkang
Julian Wengkang Mohon Tunggu... Lainnya - Senior Graphic Designer

Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Buzzer Politik: Antara Edukasi dan Manipulasi

23 Juli 2024   00:33 Diperbarui: 24 Juli 2024   16:49 437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di era digital, media sosial telah menjadi medan pertempuran baru dalam dunia politik. Salah satu fenomena yang marak adalah penggunaan buzzer politik, yaitu individu atau kelompok yang dibayar untuk menyebarkan pesan politik tertentu di media sosial. 

Buzzer politik dapat menjadi alat edukasi dan mobilisasi massa, namun juga dapat digunakan untuk memanipulasi opini publik dan menyebarkan hoaks. Buzzer politik, individu atau kelompok yang dibayar untuk menyebarkan pesan politik tertentu di media sosial, bagaikan pisau bermata dua. 

Di satu sisi, mereka dapat menjadi alat edukasi dan mobilisasi massa, membantu meningkatkan kesadaran politik dan partisipasi masyarakat. Di sisi lain, buzzer politik tak jarang diselewengkan untuk menyebarkan hoaks, propaganda, dan ujaran kebencian, meracuni demokrasi dan memicu polarisasi.

Fenomena buzzer politik tak bisa dipisahkan dari perkembangan komunikasi politik di Indonesia. Di era digital, komunikasi politik tak lagi terpusat pada media massa tradisional seperti televisi dan koran. 

Media sosial telah menjadi platform utama bagi politisi, partai politik, dan masyarakat untuk saling berkomunikasi dan bertukar informasi. Buzzer politik memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan pesan politik kepada target audiens yang luas. Mereka menggunakan berbagai strategi, seperti meme, video, dan konten kreatif lainnya, untuk menarik perhatian dan mempengaruhi opini publik.

Lalu, bagaimana kiprah buzzer politik di Indonesia? Benarkah mereka menjadi edukator politik atau justru menjadi manipulator opini? Mampukah mereka membawa angin segar bagi demokrasi atau malah menjadi racun yang menggerogoti nilai-nilai luhur Pancasila?

Dalam artikel Boy Anugerah (2022) yang berjudul, Urgensi Pengelolaan Pendengung (Buzzer) Melalui Kebijakan Publik Guna Mendukung Stabilitas Politik Di Indonesia. Artikel ini membahas pentingnya kebijakan publik untuk mengatur aktivitas buzzer demi mendukung stabilitas politik di Indonesia. 

Penulis, Boy Anugerah, berpendapat bahwa kurangnya regulasi seputar buzzer telah menyebabkan konsekuensi negatif, termasuk penyebaran misinformasi dan hoaks. Anugerah mengusulkan pendekatan deskriptif kualitatif untuk meneliti fenomena buzzer di media sosial. Ia menyarankan agar pembuat kebijakan mempertimbangkan potensi manfaat dan kerugian dari aktivitas buzzer sebelum membuat regulasi. 

Penulis sendiri berpendapat bahwa pemerintah Indonesia perlu mengembangkan kebijakan publik untuk mengatur aktivitas buzzer. Kebijakan ini harus dirancang untuk mencapai keseimbangan antara melindungi kebebasan berekspresi dan mencegah penyebaran konten berbahaya. 

Edukator Politik

Edukator politik adalah individu atau kelompok yang berfokus pada penyebaran informasi dan pengetahuan tentang isu-isu politik dan kebijakan publik. Mereka bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang berbagai aspek politik dan mendorong partisipasi politik yang bertanggung jawab. Edukator politik biasanya menggunakan berbagai platform, seperti media sosial, seminar, dan lokakarya, untuk menjangkau audiens mereka. 

Manipulator Opini

Manipulator opini adalah individu atau kelompok yang menggunakan taktik tertentu untuk memengaruhi opini publik secara tidak adil atau tidak etis. Mereka sering menyebarkan informasi yang menyesatkan, seperti berita bohong dan propaganda, untuk mencapai tujuan politik atau pribadi. Manipulator opini mungkin menggunakan berbagai platform, seperti media sosial, media massa, dan kampanye bisik-bisik, untuk menyebarkan pesan mereka.

Racun bagi Demokrasi

Racun bagi demokrasi adalah segala sesuatu yang merusak atau melemahkan sistem demokrasi. Ini dapat mencakup berbagai hal, seperti korupsi, penindasan, dan intervensi asing. Racun bagi demokrasi dapat berdampak negatif pada hak-hak individu, kebebasan politik, dan stabilitas masyarakat.

Pada dasarnya edukator politik dan manipulator opini memiliki peran yang berbeda dalam lanskap politik. Edukator politik berusaha untuk memberdayakan masyarakat dengan informasi dan pengetahuan, sedangkan manipulator opini berusaha untuk mengendalikan opini publik melalui penipuan dan manipulasi.

Aktivitas manipulator opini dapat menjadi racun bagi demokrasi dengan merusak kepercayaan publik terhadap institusi politik dan menghambat partisipasi politik yang bebas dan adil. Racun bagi demokrasi dapat memperkuat polarisasi sosial dan mengancam persatuan bangsa.

Penting untuk membedakan antara edukator politik dan manipulator opini, dan untuk menaruh perhatian pada aktivitas yang berpotensi menjadi racun bagi demokrasi. Masyarakat harus kritis terhadap informasi yang mereka konsumsi dan terlibat dalam diskusi politik yang konstruktif untuk memperkuat demokrasi.

Edukator Politik

Buzzer politik dapat berperan sebagai edukator politik dengan cara:

  • Menyebarkan informasi tentang isu-isu politik dan kebijakan publik.
  • Meningkatkan partisipasi politik masyarakat dengan mendorong mereka untuk terlibat dalam proses demokrasi.
  • Memberikan ruang bagi diskusi dan pertukaran ide tentang berbagai isu politik.

Manipulator Opini

Namun, buzzer politik lebih sering digunakan untuk memanipulasi opini publik dengan cara:

  • Menyebarkan berita bohong dan disinformasi untuk menipu masyarakat.
  • Menciptakan polarisasi sosial dengan menyerang lawan politik dan mengadu domba masyarakat.
  • Menekan perbedaan pendapat dan menghambat diskusi yang sehat tentang isu-isu politik.

Racun bagi Demokrasi

Aktivitas buzzer politik yang manipulatif dapat menjadi racun bagi demokrasi Indonesia dengan cara:

  • Menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik dan proses demokrasi.
  • Mempersempit ruang publik dan menghambat partisipasi politik masyarakat.
  • Memperkuat polarisasi sosial dan mengancam persatuan bangsa.

Tidak dapat dipungkiri, buzzer telah menjadi pekerjaan di era modern ini, semakin di cegah semakin menjamur karena kurangnya regulasi dari pemerintah dalam menanggulangi dengunan ini (buzzer) secara eksplisit.

Pendapat saya sendiri mengenai buzzer politik adalah fenomena kompleks dengan dua sisi mata uang. Di satu sisi, mereka dapat menjadi alat yang bermanfaat untuk edukasi dan mobilisasi massa. Di sisi lain, mereka juga dapat digunakan untuk memanipulasi opini publik dan merusak demokrasi.

Penting bagi semua pihak untuk bekerja sama terutama pemerintah dalam menciptakan ekosistem digital yang sehat dan bebas dari manipulasi buzzer politik. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan literasi digital masyarakat, memperkuat regulasi terkait buzzer politik, dan mendorong penggunaan media sosial yang bertanggung jawab.


Penulis

Julian Wengkang

20220501166

Youtube

Tiktok

Sumber acuan penulisan

Boy Anugerah. (2022). Urgensi Pengelolaan Pendengung (Buzzer) Melalui Kebijakan Publik Guna Mendukung Stabilitas Politik Di Indonesia. Jurnal Lemhannas RI, 8(3), 155-171. https://doi.org/10.55960/jlri.v8i3.340

https://www.detik.com/bali/berita/d-6556186/buzzer-adalah-pengertian-cara-kerja-dan-fungsinya-sebagai-sarana-promosi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun