Mohon tunggu...
Julianto Supangat
Julianto Supangat Mohon Tunggu... Bug finder on all kind of agreement -

Nah inilah cacat bawaan semenjak lahir, selalu sulit mendeskrip kan who am I?

Selanjutnya

Tutup

Catatan

5 Sebab Diet Anda Gagal!

26 April 2013   20:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:32 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diet dalam arti melakukan serangkaian aktivitas untuk mendapatkan berat badan ideal, bukan lagi sekedar penting tapi sudah pada level darurat bagiku.  Mau pake alat apapun untuk mengukurnya, sudah bisa dibayangkan berapa kilo berat gentong yang mesti terbawa kemana-kemana.  Jangan lagi tanya apa saja yang pernah kulakukan.  Nasehat para ahli gizi, rekan sejawat, dokter, istri bahkan Michelle Obama sekalipun.  Pendek kata saya bukan sekedar kolektor artikel-artikel tentang diet dan kebugaran tapi sekaligus praktisi (ungkapan halus pengganti : obyek percobaan) atas nasehat-nasehat yang berseliweran kayak nyamuk di malam hari.

Bukan cuma ramuan yang katanya ajaib buat nurunin bobot, badminton tiga kali seminggu, sepedaan tiap hari, bahkan mengganti nasi putih dengan beras merah pun rela dijadikan tradisi.  Belum lagi rayuan produk-produk penurun berat badan yang harganya ratusan.  Pendek kata jurus-jurus diet dari delapan penjuru mata angin pun telah dieksekusi.

Hasilnya?

Persis yang dibilang Sony Tulung.  Fakta membuktikan, dengan tinggi rata-rata orang Indonesia, bobot badan saya bergerak naik seiring pertumbuhan ekonomi negara.  65, 70, dan 75 kilo.  Sempat lima tahun bertahan di 85, akhirnya tiga bulan belakangan ini naik turun di 90-92 kilo.

Akhirnya saya sadari ada lima penyebab utama, kenapa lemak seolah mencintaiku.  Bukan untuk ditiru!  Sangat berbahaya!  Karena hanya bisa dilakukan oleh profesional terlatih saja.  Lima hal itu saya ringkaskan sebagai berikut:

1. Terlalu sering menimbang berat badan.

Banyak orang yang diet keras (termasuk saya) begitu bahagianya kala keringat mengalir beranak sungai menyusuri pipi, punggung dan dada.  Lemak yang terbakar yang mewujud dalam cairan keringat adalah indikasi awal adanya penurunan berat badan.  Maka prosesi olehraga berikutnya berlanjut pada penimbangan berat badan.  Saya yakin anda akan kecewa sebagaimana saya.  Jarum timbangan tak berubah.  Mana mungkin?  Orang setengah jam saja, bersepeda statis dengan kecepatan rata-rata 40 km/jam menghabiskan 400 kalori, kok bobot gak turun.  Pasti timbangannya rusak neh.  Belum ditera!

Merasa usaha kerasnya sia-sia, maka orang akan mengurangi durasi latihan.  Sama saja pikirnya.  Mau keringat gak keringat, jarum timbangan tetap setia pada angka awal.  Inilah awal petaka yang akan menghancurkan program latihan diet anda.  Saran saya sih baiknya anda tidak perlu memiliki timbangan badan di rumah ( tapi diprotes orang serumah, kok timbangannya disalahin?) kalau memang tidak bisa disiplin untuk tidak menimbang sesering mungkin.  Kalo memang belum punya, jangan niatkan untuk membelinya.  Lho?

Lantas bagaimana mengetahui keberhasilan program penurunan berat badan kalau tidak pernah menimbang?  Oh kalo itu sih gampang.  Tidak perlu pakai metoda konvensional macam penghitungan BBI (berat badan ideal), BBR (berat badan relatif) atau BMI (body mass index) yang membutuhkan penimbang badan, ataupun pengukuran lingkar pinggang dan lingkar panggul yang membutuhkan meteran, cukup gunakan tubuh anda sendiri sebagai pengukurnya.  Caranya?


  • Saat anda duduk menyetir, rasakan tekanan lingkar celana yang anda kenakan.  Bila terasa tidak nyaman, maka dapatlah disimpulkan anda sudah obesitas.
  • Perhatikan lubang sabuk celana.  Bila lubang yang aktif adalah lubang yang terletak pada ujung sabuk, maka anda adalah penganut obesitas.
  • Bila anda muslim, perhatikan lutut anda saat tahiyat akhir.  Bila lutut kanan anda tidak menyentuh lantai, berarti anda adalah obesitas.  Meski  ada kemungkinan anda tipe pekerja keras yang tak pernah berhenti berjuang, hingga lutut kanan pun anda paksakan untuk menyentuh lantai, maka perhatikan posisi badan anda, bila miring kayak Menara Pisa, maka anda adalah obesitas.  Tapi anda juga tak menyerah hingga berusaha sekuat tenaga agar badan anda tegak, maka rasakan tuh lemak yang memberontak di pinggang, tertekan karena desakan tubuh yang dipaksa tegak.  Syukur bila imamnya tipe pembalap, yang selalu konsisten menyegerakan sholatnya.  Bila imamnya adalah tipe 'alon-alon waton kelakon' dan anda berdoa pada Tuhan agar imam diberi petunjuk untuk segera menyudahi sholatnya, maka anda adalah obesitas.


Intinya adalah, timbangan badan hanya alat bantu.  jangan jadikan dia sebagai alat yang memprovokasi anda untuk menghentikan program latihan diet.

2. Kebanyakan dinas luar kota.

Anda pasti sudah bisa menebak.  Kemana endingnya.  Diet yang saya canangkan selalu berhasil pada mulanya.  Dengan syarat tidak pergi kemana-mana.  Cukup rumah kantor-rumah kantor.  Isteri cukup konsisten menyediakan menu-menu berat ala dietors macam nasi merah, sayur tanpa santan, juga lauk tanpa minyak. Lalu mengemasnya untuk bekal makan siang di kantor.  Lumayan untuk durasi dua minggu bisa turun sampai dua kilo.

Namun adakadabra!  Semua berantakan manakala si bos bikin penugasan luar kota.  Menu-menu diet andalan jelas tak berlanjut.  Warung dan resto mana ada yang bikin menu khusus untuk dietors macam saya (jadi peluang usaha neh!).  Belom lagi ritme kerja luar kota yang tidak mengenal waktu kapan istirahat, kapan bekerja.  Jadi semakin meneguhkan alasan untuk makan banyak agar tidak loyo dikejar target penyelesaian pekerjaan.  Camilan pun perlahan menjadi teman.  Apalagi rasa sungkan pada rekan kerja yang tidak berpantang makan, baik jenis, volume maupun waktunya.  Semakin membenamkan tekad yang semula membaja untuk mencapai berat badan ideal.

Pernah sih terpikir untuk membawa magic jar.  Bikin nasi merah sendiri.  Tapi aku kan laki-laki?  Apa nanti kata orang hotel.  Ngirit ya mas?  Semakin mementahkan niat diri untuk berhasil diet.

Menolak penugasan?  Kayak makan buah simalakama.  Di makan, tetangga kiri-kanan mati, tidak dimakan, tetangga depan belakang yang mati.  Sudah terlanjur tertanam di benak kepala banyak orang, semakin banyak penugasan luar kota berarti makin tinggi juga tumpukan pundi-pundi portofolio kita.  Eman.  Orang penghasilan tambahan kok ditolak.  Kayak sudah banyak uang saja!

3. Ingin cepat langsing.

Budaya instan nampaknya sudah menjadi gaya hidup orang Indonesia kini.  Meski sejarah yang kugemari sejak SD telah nyata-nyata membantahnya.  Tak ada yang instan dengan orang-orang terdahulu dari nenek moyang kita.  Hanya untuk membuat sebilah keris saja, Empu Gandring perlu tirakatan 40 hari.  Untuk mengokohkan pondasi kerajaan Majapahit, Raden Wijaya menempa dirinya keluar masuk hutan, babat alas dan hidup prihatin.  Petilasan-petilasan macam Borobudur dan candi-candi lainnya tentu ditegakkan dalam hitungan bulan bahkan tahun.  Meskipun ada satu anomali pada hikayat Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso yang dilekatkan pada pembangunan seribu patung Candi Prambanan.

Maka ketika hari-hari telah kita lalui dengan mengurangi makan, merubah menu makan, menambah program latihan fisik dan sederet larangan yang menjengahkan, tibalah saatnya mengukur kinerja diet kita, lalu kita dapati hasilnya tak sesuai dengan harapan, maka hilang sudah semangat itu.  Tuntas sudah harapan-harapan itu.   Dan diet pun tinggal cerita.

Itulah saya!  Sudah berlalu satu bulan dengan segala penderitaannya dan ternyata hanya menghasilkan satu kilo penurunan saja.  Langit seolah runtuh.  Sungguh tak sebanding dengan segala kerja keras itu.

Sampai kemudian medical record, catatan kesehatan saya di kantor memberikan teguran yang sangat keras.  Pantaskah berputus asa ?   Satu bulan turun satu kilo adalah capaian yang luar biasa.  Bandingkan dengan peningkatan bobotmu.  Satu kilo untuk lima tahun!  Mataku seolah tak percaya.  Namun catatan berat badan di kartu hijau klinik kantorku sudah pasti tak sedang berbohong.

4. Kebanyakan kondangan.

Nah ini dia!Sebagai mahluk sosial yang beranjak tua, sudah barang tentu pertemanan semakin banyak.  Itu berarti semakin banyak undangan.  Entah nikah, mengkhitankan anaknya, atau sekedar syukuran.  Sebelum berangkat, sudah tertancap tekad untuk sekedar icip-icip.  Namun apa daya, meski sekedar icip-icip, namun jenisnya banyak.  Belum lagi kalau ketemu yang pas di lidah.  Niat sekedar icip-icip sekejap dapat berubah jadi obrak-abrik.

Sebenarnya kalo hanya satu hari saja tak masalah.  Tapi satu hari itu menjadi awal bagi aktivitas obrak-abrik berikutnya.  Bahkan lebih sadis.  Hingga melupakan niat suci untuk menang melawan gumpalan lemak.

Maka sepulang kondangan sudah bisa ditebak.  Acaranya adalah menghibur diri.  Esok saya akan lebih ketat lagi dalam berdiet.  Akan saya tambah lagi aktivitas fisik.  Tidak akan saya ulangi lagi tabiat obrak-abrik.  Dan segenap janji-janji manis lainnya.  Yang sudah pasti tak bisa saya tepati.

5. Jarang bercermin.

Apa hubungannya?

Seorang pesolek sudah pasti hobi bercermin.  Seorang pesolek pasti ingin tampil sempurna.  Bila di cermin yang ia lihat adalah pribadi yang kurang sempurna fisiknya, maka ia akan habiskan waktu untuk menghilangkan kekurangsempurnaan itu.  Positif sekali.  Nah masalahnya saya bukan pesolek!

Kalaupun saya bercermin, maka yang saya lakukan adalah merapikan rambut.  Tekstur rambut ikal yang saya miliki memang agak bermasalah bila gondrong sedikit.  Bila tidak disisir, mirip orang habis bangun tidur.  Meski saya sebenarnya sudah mandi dua kali di pagi itu.  Solusinya?  Potong pendek ala tentara.  Model futuristik, efisien, dan aerodinamis macam itu banyak keuntungannya.  Hemat sudah pasti.  Praktis pula.  Tak perlu sisir.  Apalagi pas jaman orde baru, sering disangka aparat.  Namun manfaat terbesarnya adalah tak ada yang bisa membedakan, saya sudah mandi atau belum.  Berkebalikan dengan sebelumnya.

Maka saya tak punya alasan untuk bercermin.  Dan kebiasaan itu sampai berlanjut pada taraf perasaan.  Perasaan bahwa badan ini statis.  Tidak berubah.  Dan tidak berasa gendut.  Tidak berasa berat.  Hanya heran saja pada orang-orang, yang setiap kali berpapasan selalu melemparkan pujian betapa makmurnya saya.

Coba saya rajin bercermin.  Dan mempraktikkan tips diet ala teman.  Buka baju di depan cermin.  Pandang perut kuat-kuat.  Lalu tabokin dia sembari bilang:  BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!, BIKIN MALU SAJA!

Salam Tetap Semangat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun