Mohon tunggu...
Julianto Simanjuntak
Julianto Simanjuntak Mohon Tunggu... profesional -

.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Seks Pranikah, yang Penting Akhir Bukan Awal

10 Oktober 2011   09:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:07 31969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Bob, itu juga yang kurasakan,” jawab Ratih, “Beberapa kali aku juga ingin melakukannya seperti cerita teman-temanku dengan pacar mereka. Tapi aku teringat pesan kakak rohaniku, agar aku menjaga sampai kita menikah. Itu yang aku suka dan kagumi darimu. Kau sabar, menghargai dan menjaga kesucianku. Malam ini kita bisa menikmatinya tanpa rasa bersalah.”

Bob:

“Ratih, dulu hatiku sering perih mengingat beberapa teman kampus kita suka mengejek aku. Mereka bilang aku bancilah, gay-lah, karena mereka tahu aku belum pernah melakukan hubungan intim. Kadang aku dihina sok alim, dan macam-macam lagi. Mereka melakukan di awal, kita justru melakukan diakhir masa pacaran, saat sudah sah sebagai suami istri"

Ratih:

Bob, setiap keputusan ada konsekuensi dan risikonya.  Lihat saja Sally  dan Ida. Mereka teman-teman kita juga, kan. Mereka  terpaksa melakukan aborsi karena hubungan yang kebablasan dengan pacarnya. Masih ingat Rini, teman vokal grup aku? Bulan lalu dia bilang menyesal pacaran dan nggak mau nikah. Dia tiga kali pacaran, terakhir sama si Agus. Eh, Agus juga meninggalkan dia. Kata Rini, Agus ngatai dia dia tidak gadis lagi. Dia sudah melakukan hubungan seks dengan Agus. Kasihan ya, Rini. Habis manis sepah dibuang."

KELUHAN BOBBY

Beberapa bulan kemudian, Boby mengevaluasi keintiman mereka di tempat tidur. Ada yang mengganjal di hatinya, yakni Ratih selalu memakai selimut jika berhubungan meski selimut itu perlahan-lahan akhirnya  dilepas juga.

Dengan tersipu  akhirnya Ratih berterus terang pada suaminya, “Bob,  entah mengapa ya, aku selalu malu kalau telanjang di depan kamu. Aku tahu sebenarnya nggak perlu begitu. Toh kamu adalah suamiku. Maafkan aku ya. Tolong sabar, semoga suatu hari rasa malu ini aku kalahkan. Anggap saja ini selimut kemesraan kita. Kamu bebas kok meski selimut ini menutupi tubuhku.”

TUJUH TAHUN KEMUDIAN

Demikianlah, tujuh tahun kemudian dengan selimut kemesraan itu Bobby dan Ratih dikarunia dua putri dan satu putra. Ketiganya cantik dan ganteng, memberi suasana indah di rumah mereka. Ratih pun memilih berhenti kerja sejak anak kedua mereka lahir. Dia ingin menjadi ibu yang bertanggung jawab penuh, mengurus anak-anak mereka. Ratih juga membekali diri, membaca buku-buku tentang pernikahan, juga berupaya membangun keharmonisan dan keromantisan hubungan seks mereka.

Setelah anak ketiga mereka berusia 6 bulan, pertama kali Ratih berani melepas selimut kemesraan yang selama ini dia pakai menutup tubuhnya di setiap awal berhubungan dengan Bobby. Ratih berkata, “Pa, sekarang aku sudah tidak risih. Tubuhku ini sesungguhnya bukan milikku, tetapi milikmu. Tapi tolong jangan buang selimut ini, ya. Ini selimut kesayanganku, selimut kemesraan yang sudah memberi kita tiga anak. Hanya aku minta Pa, kita cukup punya tiga saja ya. Aku repot juga kalau harus nambah anak lagi. He he he.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun