[caption id="attachment_150477" align="aligncenter" width="391" caption="KOMPAS, 22 Des 2011"][/caption] Artikel ini Masuk KOMPAS, 22 Des 2011, hal.23 by. Julianto Simanjuntak*** Masih segar diingatan, saat kecil kami sering menjadi sasaran kemarahan Papa. Karena pengaruh alkohol Papa cenderung cepat marah. Kalau lagi kesal ada saja barang yang dia lempar, atau memukulkannya kepada anak yang ada di dekatnya. Sering pukulan itu meninggalkan bekas, biru atau lembam. Sakit tidak hanya fisik tapi kami terluka. Tidak hanya kami terluka, mama selalu ikut sedih. Mama selalu waspada jika Papa lagi marah. Dia mengawasi jangan sampai anaknya dipukulin. Suatu hari Papa merasa uangnya hilang, lalu menuduh abang kelima mengambil. Mendadak Papa naik pitam dan mengambil kopelnya dan memukul Abang. Mama dengan gesit memegang si Abang, sambil memberi punggungnya ke arah Papa. Pukulan itu mengenai Mama, karena itu Papa berhenti memukul, sementara si Abang diminta Mama keluar dari rumah. Suatu hari giliran saya yang dapat hajaran Papa. Karena saya membantah tidak mau tidur siang. Seperti biasa Papa mengambil sapu lidi, dan menghajar kaki saya. Tapi Mama cepat memberikan punggungnya pada Papa, dan meminta saya lari keluar rumah. Begitulah berulang kali terjadi pada kami. Mama selalu membela kami anak-anaknya. Perlindungan Mama tidak hanya saat kami kecil. Setelah semua sekolah SMP dan SMA, kami jatuh miskin. Selain dengan alkohol Papa bermasalah dengan judi. Akibatnya Papa memakai uang kantor dan mempunyai banyak hutang. Papa harus mengganti, kalau tidak bisa dipenjara. Untung Mama mengumpulkan banyak emas Hasil keringat Mama berjualan kelontong. Untuk menebus Papa dari penjara, Mama terpaksa menjual emas yang dia simpan di sebuah kaleng roti, penuh isinya. Itulah perjuangan cinta Mama untuk papa dan kami. Mama menebus Papa dan batal di penjara. Lalu Papa dipindahkan ke kota yang terpencil. Peristiwa itu sungguh mengguncang Papa, dia berhenti minum dan tidak lagi berjudi. Apalagi Papa mulai digerogoti penyakit komplikasi. Lever, darah tinggi dan reumatik. Karena sakit itu maka Semua gaji Papa yang berpangkat Pamen habis hanya buat membeli obat. Mama lagi-lagi membuktikan cintanya. Agar kami sekeluarga bisa makan, Mama harus jualan nasi Soto Ayam bagi penjual warung dan tukang becak di pasar. Perjuangan Mama luar biasa. Sambil menjaga Papa yang sakit-sakitan, Mama berjualan. Selain berjualan nasi Soto Mama berjualan apa saja termasuk baju dan sepatu. Dua tahun sebelum Papa meninggal, Mama mengumpulkan kami dan berkata: “Anak-anak, Mama minta kalian setia terhadap perkawinan. Jangan ada yang menceraikan istrinya. Lihat, Mama. Meski banyak menderita karena Papa, Mama berjanji akan menjaga Papa sampai Papa dipanggil Tuhan.” Ahh…Mama Mama....benar-benar menjalankan tekadnya. Dia menjaga Papa selama sisa hidupnya yang digerogoti pelbagai penyakit. Karena begitu keras bekerja dan menjaga Papa sakit, Mama banyak pikiran dan sering lupa makan. Akhirnya Mama meninggal karena maag kronis, saat Papa koma. Seminggu kemudian Papa menyusul Mama, dan dikuburkan di samping nisan Mama. Puji syukur beberapa tahun sebelumnya, Papa dan Mama boleh mengenal Juru Selamat. Kamipun mengikuti jejak Mama, jejak iman yang menyelamatkan. Aha, Mama cintamu luar biasa. Meski Mama tidak meninggalkan harta, tapi kau wariskan teladan cinta, pengampunan dan kesetiaan. Mama pahlawan keluarga kami. Sungguh suatu yang amat berharga, melebihi emas dan mutiara. Terima kasih Mama, cintamu memberi kekuatan sepanjang kehidupan. Mama menginspirasi saya menulis buku MENCINTA HINGGA TERLUKA. Mama mengorbankan hidup, demi masa depan kami. Terima kasih Mama. Ijinkan ananda menulis sebuah syair lagu untuk Mama tercinta berjudul KASIH MAMA. “Betapa mulia cinta kasihmu Betapa dahsyat pengorbananmu Yang Kutrima darimu Ibu Yang Tuhan brikan bagiku… Darah tercurah melahirkanku Tanganmu lelah membesarkanku Kasih Ibu spanjang hidupku Akan kukenang selalu Reff: Meski Ibu kini tlah tiada Namun kasihmu takkan kulupa Bagiku kasih Ibu tiada duanya Kasih Ibu warisan mulia Ananda Bang JS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H