Mohon tunggu...
Julianto Simanjuntak
Julianto Simanjuntak Mohon Tunggu... profesional -

.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Simbol Cinta Ayahku

3 Desember 2011   03:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:54 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_146207" align="aligncenter" width="389" caption="Tas jinjing pemberian Bapak, sudah 40 thn masih awet. Doc. Pribadi"][/caption]

By. Julianto Simanjuntak***

Sedikit mundur saat sebelum merantau meninggalkan Kota Medan. Karena tidak punya uang untuk beli koper, maka Bapak memberikan salah satu koper miliknya. Meski agak butut alias tua, itulah koper terbaik yang keluarga kami miliki saat itu. Aku adalah anak ke enam, dan merupakan anak pertama yang merantau keluar dari Medan.

Dalam koper kecil dan tua tadi Mama memasukkan empat pasang pakaian, dan kebutuhan dasar lainnya. Termasuk kitab suci. Sebelum berangkat Bapak memanjatkan doa untuk perjalananku dengan Kapal Tampomas.

Ia sempatkan memberi wejangan terakhir:
“Nak bapak tidak bisa kasi uang yang cukup. Kau bersikeras merantau, berangkatlah. Bapak hanya bisa membagikan ayat ini, pegang baik-baik selama kau merantau:“Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!”

Tulisan Yeremia yang dibacakan Papa tadi sangat meneguhkan niatu merantau. Papa rela memberikan tas terbaiknya. Meski hanya sebuah koper tua. Selin koper itu, Papa juga memberikan tas kesayangan yang biasa dia bawa ke kantor, bermerek Samsonite . Tas itu dibelinya tahun 1970 saat menjadi Kepala Keuangan Polisi. Meski 40 tahun, tas itu masih awet dan sewaktu-waktu masih masih saya gunakan.

Sayang, Tak lama lama sesudah saya menikah, koper itu dimakan rayap. Sedih banget rasanya. Sungguh merasa sangat kehilangan. Namun kenangan akan Koper itu tak pernah hilang dari ingatanku. Koper itu telah menjadi “saksi” kebaikan Tuhan sepanjang hidupku. Koper itu bahkan menjadi terapi bagi saya jika mengalami kekurangan dan pergumulan hidup lainnya. Mengingat koper bisa membuat saya malu saat bersungut.

Untunglah masih tersisa satu tas jinjing kesayangan Ayah. Tas samsonite pemberian Bapak kami masih tersimpan dengan baik. Tas ini saya jadikan simbol kasih Papa. Mengingatkan saya jika sedang mengalami pergumulan, khususnya masalah finansial.

Dengan bermodal koper butut (yang sudah dimakan rayap) tadi, kini Tuhan telah menambahkan banyak berkat lainnya. Pendidikan, istri dan anak-anak, pekerjaan, berkat materi, relasi dan sahabat, hingga pengalaman berkeliling banyak kota dan negara. Hidupku berubah. Cinta dan pengorbanan Papa di atas menjadi modal keberanian beriman, mengandalkan Tuhan.

Nyaris 30 tahun koper butut dan tas jinjing itu telah menjadi saksi bagiku, bahwa Tuhan baik da setia. Sesuai pesan Bapak, saya terus belajar bersandar pada Tuhan dan bukan pada manusia. Kenangan manis dan pahit bersama Papa juga menginspirasi kami menjadi Penulis.

Berkat terbesar lainnya adalah keluarga. Istri dan kedua putra merupakan milik pusaka yang sangat berharga. Melalui merekalah saya dipulihkan dari masa lalu yang buruk.


Terkait: Mama Jualan Apa Saja Asal kami Sekolah

JULIANTO SIMANJUNTAK ||

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun