Mohon tunggu...
Julianto Simanjuntak
Julianto Simanjuntak Mohon Tunggu... profesional -

.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Universitas Keluarga

23 November 2011   22:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:17 1498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13329856131163537544

[caption id="attachment_168919" align="aligncenter" width="381" caption="Sumber http://meadfamilydental.com/"][/caption] By. Julianto Simanjuntak*** Keluarga layak disebut sebuah universitas, tempat pembelajaran ilmu berkeluarga. Di “universitas” ini setiap pesertanya belajar cara mewariskan nilai-nilai luhur, termasuk bagaimana menjadi istri dan suami, serta ayah dan ibu. “Universitas" ini memiliki lima fakultas utama yakni: suami, istri, ayah, ibu, dan anak. "Universitas" yang dikelola dengan baik, suasananya akan menyenangkan dan disukai “mahasiswa"-nya, yakni anak-anak. Keluarga seperti ini laksana "Universitas Bintang Lima". Kasih Utama Di "kampus" ini setiap anak menerima kasih utama dari orang tua. Sebagai "dosen", ayah dan ibu punya prioritas mengajar anak-anak. Meski sibuk bekerja di luar, "kampus" ini tidak akan diabaikan begitu saja. Terlalu mahal harganya jika mereka mengorbankan "kampus" tercinta yang bernama keluarga. Hebatnya, di sini setiap anak diterima apa adanya dengan kehangatan dan kasih yang tulus. Semua "mahasiswa", yang pandai atau kurang, cantik atau tidak, diterima sama, tidak ada pembedaan atau favoritism. Meski di luar nyaman, setiap anak rindu bisa selalu kembali ke “kampus”-nya. Apalagi saat tidak aman, rasanya di “kampus” tercintanya ada keteduhan yang tidak didapat di tempat lain. Home sweet home. Pelajaran Utama Ada beberapa subyek “kuliah” utama di Universitas Keluarga ini. Di antaranya: “mahasiswa” belajar tentang iman, etika dalam pergaulan sosial, dan moral yang baik (jujur, berintegritas, bertanggung jawab). Di samping itu ada pelajaran vital lainnya yakni menghormati otoritas (orang tua, hukum negara, dan hak orang lain), nilai-nilai keluarga (kasih, kebersamaan, mengutamakan keluarga, dan saling menghormati). Orang tua sebagai "dosen" merupakan pendidik pertama dan utama yang menanamkan semua “matakuliah ini. Terutama untuk “mahasiswa” balita. Makin dini belajar nilai itu akan tertanam baik. Kapan anak lulus? Wisudanya adalah saat si anak menikah. Orang tua melepaskannya sebagai "alumni" yang dianggap sudah mampu berdiri sendiri, membangun keluarga sendiri. Dosen dan Buku Utama Universitas keluarga ini layaknya universitas terbuka. Buku wajib "mahasiswa" Universitas Keluarga adalah Teladan Orang tua, kehidupan ayah dan ibu. Merekalah dosen utama di sekolah ini. Meski setiap "mahasiswa"-nya tidak membayar, namun bukan berarti universitas ini tanpa biaya. Harga utama dalam pendidikan ini adalah kasih dan pengorbanan Sang Dosen. Tanpa itu, ilmu apa pun yang diajarkan akan sia-sia. Tutur-kata, perilaku, emosi dan relasi kehidupan “para dosen” ini dibaca “mahasiswa” setiap hari. Semua itu diserap anak-anak dari orang tuanya. Menjadi sosok teladan bagi anak tidaklah mudah. Apalagi mengajari setiap anak ketrampilan utama menjadi suami/istri atau ayah/ibu. Para dosen berusaha agar setiap mahasiswa-nya belajar dengan baik dan mudah. Jangan sampai anak membaca buku “orang tua menjadi ayah yang plin-plan atau ibu yang tidak konsisten dan janjinya sulit dipegang”. Karena buku demikian sangat berbahaya bagi anak. Bisa-bisa mereka akan menirunya. Hindarilah! Jangan sampai perilaku, sikap dan kata-kata kita menjadi "buku horor" yang menakutkan anak. Misalnya mereka melihat dan mengalami kekerasan di rumah yang dilakukan orang tua mereka sendiri. Ini bisa meracuni jiwa mereka sepanjang kehidupan. Ingat, orang tua adalah dosen utama. Di samping itu jangan melupakan "dosen tamu" yaitu: kakek, nenek, guru sekolah, guru les, pembina iman anak. Sangat bahaya jika kita tidak menjaga pengaruh "dosen tamu" ini. Pastikan ajaran mereka sesuai dengan kurikulum orang tua. Ketrampilan Utama Teladan hidup berupa ajaran, perkataan, perbuatan, kesalehan, menjadi menu santapan tiap hari. Suka atau tidak, langsung atau tidak, sadar atau tidak, anak-anak "membaca" semua itu. Anak pria belajar skill menjadi ayah dari ayahnya. Dari dosen bernama Ayah ini, mereka belajar menjadi pria yang romantis pada istri, leadership, humor ala pria, dan mengelola emosi secara sehat. Sebagian besar akan diwarisi si anak saat dia dewasa dan menikah kelak. Anak putri belajar cara-cara menjadi ibu dan istri dari ibunya. Dia akan belajar bagaimana sifat-sifat istri yang baik dan saleh, tunduk dan menghormati suami, mengelola emosi dengan sehat. Semua dia adopsi dari mamanya. Pokoknya sebagian besar kesan dari ibu akan dibawanya hingga kelak dewasa dan menikah. Warisan Utama Sadarkah kita bahwa rumah tangga adalah pusat pengajaran menjadi orang tua untuk mempersiapkan anak menjadi suami atau istri? Apakah "buku" pernikahan kita telah ditulis dengan baik dan mudah dibaca anak-anak? Apakah buku itu menjadi bacaan yang baik bagi mereka selama ini? Pernahkah Anda mengevaluasinya? Ada enam hal yang kelak kita wariskan pada anak-anak. 1. Fisik, khususnya wajah orang tua kita. Mungkin wajah kita mirip ayah atau ibu. Sebagian kita akan mewarisi penyakit (yang berpotensi menurun dari pola hidup sehari-hari) dari orang tua kita. Misalnya: kanker, diabetes. 2. Emosi. Jika kita dibesarkan ibu yang depresi kita maka kita bisa saja memiliki kecenderungan mudah stress saat ada tekanan. 3. Spiritual. Mereka yang dididik dan dibesarkan dalam keluarga saleh dan cinta Tuhan, relatif anak-anaknya mewarisi hal tersebut. 4. Aturan. Dalam budaya Asia misalnya, ada kesepakatan tak tertulis untuk menjaga rahasia keluarga. Kalau ada masalah, semua anggota keluarga disuruh diam, karena masalah sama dengan aib. Budaya ini disebut melindungi muka. Akibatnya, banyak di antara kita tumbuh dengan pribadi yang sulit jujur dan terbuka, terutama emosi negatif. 5. Peranan. Biasanya anak tertua di rumah berperan sebagai pengganti bapak, yaitu yang bertanggung jawab terhadap keluarga dan adik-adiknya. Ia secara tidak langsung menjadi asisten orang tua. Kondisi ini berdampak dalam kehidupannya. Dia selalu ingin jadi ketua, kalau di kantor ia ingin mengatur semua, sebagaimana ia mengatur adik-adiknya. Tanpa ia sadari di manapun pun ia cenderung berperilaku demikian. 6. Pola relasi. Kalau relasi orang tua kita baik, hangat, romantis dan mesra, maka itu akan diwariskan ke anaknya. Bila kita dibesarkan orang tua yang mengungkapkan rasa sayang dengan uang atau barang (bukan ucapan), kita pun melakukan hal yang sama. Kecuali kita melakukan pembelajaran ulang. Tidak Ada yang Sempurna Tidak orang tua yang sempurna. Malah sebagian “sistem pendidikan" kampus keluarga kita tanpa kurikulum, bahkan dapat buku yang buruk. Namun bagaimanapun "Universitas" ini perlu terus berlangsung, dari generasi hingga ke generasi. Kita tidak perlu sesali bagaimana "kampus" ini dulu berjalan. Khususnya karena ayah dan ibu kita menjadi "dosen" yang kurang bertanggung jawab. Mereka mengabaikan kita, atau kerap cekcok satu sama lain. Bahkan mungkin mereka "meninggalkan kampus" ini alias bercerai. Penulis dibesarkan seorang ayah pecandu alkohol dan penjudi. Banyak konflik papa dan mama. Syukurlah, papa bertobat di usianya ke-52. Setelah bertobat dia banyak berubah. Pembaca, kita tidak bisa memperbaiki generasi di atas (orang tua), tapi bisa mempengaruhi anak yang lahir dalam keluarga kita. Anak yang Dia percayakan kepada kita saat ini. Meski orang tua kita gagal, rencana-Nya belum gagal untuk masa depan keturunan kita. Memang kita akan lebih berjuang dengan minimnya modal dan contoh, tapi tidak ada yang mustahil, bagaimanapun anugerah Tuhan melampaui semua kekurangan dan ketidaksempurnaan kita. Semua ini kami ulas tuntas dalam Buku "Ketrampilan Perkawinan: Seni Merawat cinta dan Mewariskan Pernikahan. Klik Ebook @App Store Salam Kasih Julianto Simanjuntak

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun