Pada tanggal 25 Januari 2014 yad Yayasan Pelikan Indonesia (LK3) bersama Program Konseling Jaffray, akan mengadakan Seminar khusus tentang "Peran Ayah membentuk identitas dan karakter seks Anak". Semoga artikel berikut bermanfaat dan mendorong pembaca hadir atau mendorong kerabat dan sahabat menghadirinya. Acara diadakan di Lippo Karawaci. Info: www.PelikanIndonesia.com
Kasus:
Akhir April 2009 lalu sebuah harian Nasional menurunkan berita mengenai seorang remaja yang gagal mengikuti UN karena hamil di luar pernikahan. Bagaimanapun dia menangis dan memohon, panitia ujian tetap pada keputusannya: peraturan pemerintah tidak mengizinkan remaja putri ini ujian. Dunianya pun runtuh. Masa depannya hancur **).
Kasus-kasus seks pranikah makin banyak. Selain mengindikasikan adanya masalah dalam sistem keluarga, khusus untuk remaja, seks pranikah menunjukkan miskinnya informasi yang didapat anak lewat orangtuanya. Tentu saja orangtua tidak bisa berharap banyak jika informasi mengenai seks diberikan saat anak menjelang remaja; apalagi kalau mereka mulai mengenal lawan jenis atau berpacaran.
Penjelasan itu sebaiknya diberikan sejak dini, ketika anak mulai bertanya-tanya soal tubuhnya. Orangtua membangun atmosfer yang menyenangkan bagi anak untuk berdiskusi, kemudian menggunakan setiap kesempatan secara sadar untuk memberi penjelasan, sedikit demi sedikit, sesuai pengertian anak-anak kita.
Membentuk Identitas Dan Karakter Seks Anak
Penelitian Ilmu Psikologi menemukan bahwa peran ayah sangat besar dalam menumbuhkan rasa keberhargaan dalam diri anak, baik pria maupun wanita.
Salah satu sisi pengaman anak perempuan kita agar tidak mudah terjebak dalam seks pranikah adalah, kedekatan dengan sang Ayah. Dia membutuhkan figur seorang pria yang baik, pengasih dan penyayang. Dia pertama-tama mengenal "dunia" pria dari sang ayah. Dia mendapatkan identitas seksual sebagai perempuan dari sang Ayah yang memperlakukan dia sebagai anak putri dengan baik.
Dia bangga menjadi seorang wanita karena ayahnya menekankan itu di rumah. Karena itu dia berusaha menjaga kesuciian dirinya sebagai perempuan, dan tidak ingin mengecewakan ayahnya hanya karena kesenangan pergaulan dengan temannya.
Kelimpahan kash, penghargaan dan pujian dari sang Ayah, akan membuat putri kita tak mudah jatuh dalam rayuan gombal temannya. Yang mendekati putri kita hanya untuk kepentingan pribadinya. Putri kira tahu menilai mana pria yang bertanggungjawab dan mana yang tidak. Anak kita tidak kan sembarangan menyerahkan dirinya pada laki-laki yang integritasnya tidak jelas. Dia punya patron, pria yang baik seperti Ayahnya.
Anak-anak perempuan yang menerima cinta yang cukup dari ayah mereka tidak mudah mengubar-umbar cinta ke sembarang pria di sekitarnya. Dia mendapat cukup cinta dan perhatian dari pria terbaik dalam hidupnya saat ini, yaitu ayahnya. Dengan kasih sayang dan memberi kebutuhan anak, maka karakter seksual anak terbentuk dengan baik. Inilah modal dia mampu berkata TIDAK, saat digoda dalam pertemanannya dan terhindar dari hubungan seks pranikah.
Sebaliknya, jika dia tidak punya model dan kasih pria yang baik di rumah, dia akan mencari cinta dari teman-teman pria di luar rumah, dalam pergaulannya. Tapi akan Sangat bahaya jika dia mendapatkan di tempat yang salah, pertemanan yang tidak bertanggungjawab.
Para Ayah, jangan sampai mengabaikan kebutuhan putra putri kita. Anak-anak yang diabaikan ayahnya mengalami hambatan emosi tiga kali lipat dibandingkan mereka yang kekurangan kasih ibu. Tidak heran Kitab Suci penuh dengan petunjuk tentang peran para ayah. Tuhan memberikan peranan yang besar pada seorang ayah dalam keluarganya.
Menjelang remaja sebagai Ayah kita perlu menanamkan pentingnya menghormati ibu dan menghargai perempuan. Melatih anak-anak untuk belajar saling menghargai dalam pernikahan lewat relasi diantara kita dan pasangan.
Penutup
Keluarga adalah tempat anak belajar menjadi suami, istri dan nilai sebuah keluarga. Salah satu yang harus dipelajari seorang anak laki-laki adalah menghargai dan menghormati perempuan. Demikian juga putri kita menghargai pria. Keluarga juga tempat anak kita diterima apa adanya, termasuk saat dia gagal memenuhi harapan kita sebagai Ortu.
Untuk pencegahan, maka setiap Orangtua harus memastikan bahwa remajanya memiliki perasaan “diri saya berharga”. Rasa diri berharga ini didapat dari perasaan aman dan dikasihi yang berasal dari ikatan yang sehat dengan orangtua, yang dibangun sejak bayi.
Selain itu tentu saja perlu pengalaman spiritual dalam hidup anak-anak. Mereka sadar betul bahwa dirinya begitu berharga sebagai ciptaan, dan dikasihi Allah. Demikian besar Allah mengasihi dirinya, dan kasih itu dia lihat dari Ayah dan Ibunya.
**) Khusus untuk Pemerintah, dalam kasus di atas sebaiknya membimbing siswi yang hamil, bukannya "dirajam" dengan mengeluarkan dari sekolah atau tidak boleh UN. Cukuplah sanksi cuti sampai melahirkan, lalu memberi kesempatan untuk ujian. Sebab hukuman tadi hanya menambah luka dan trauma, dan justru menggoda Banyak ortu dan remaja yang mengalami kasus ini menggugurkan kandungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H