Kondisi lain yang memperburuk hubungan pasangan adalah salah satu atau keduanya miskin figur Ortu. Misal jika Istri kekurangan figur ayah berharap dengan perkawinannya dia berharap suaminya dapat menggantikan ketidakhadiran ayahnya. Jika hal ini masih belum dibereskan saat masuk ke pernikahan, akan muncul cinta neurosis. Nampaknya dia cinta pada suami, tetapi sesungguhnya dia mencintai untuk mendapatkan sesuatu yang tidak mungkin, yaitu pengganti figur ayah.
Pertama, karena salah satu pihak mengalami tekanan. Akibatnya pasangannya sulit berkomunikasi. Kalaupun ada percakapan, lebih banyak  dalam suasana menghukum atau mencari-cari kelemahan pasangan. Agar ini b isa diketahui lebih awal,  sebelum menikah sebaiknya  stres dan trauma  masa lalu dibicarakan lebih dulu
Kedua, suami atau istri cenderung bersikap reaktif. Â Respon disampaikan sesuai dengan stimulus. Kalau pasangannya melukai, Â dia cenderung membalas.
Caranya,  bisa dengan menghukum pasangan dengan marah, atau menahan kebaikan. enggan melayani atau berbuat baik. Tak jarang dengan cara menyerang saat pembicaraan baru saja dimulai. Sebagian dengan cara  mendiamkan pasangan seharian, bahkan berhari-hari.
Ketiga, akibat  masa kecil yang  kurang kasih sayang. Mereka cenderung mengendalikan perilaku pasangannya. Caranya adalah  melalui tindakan komunikasi negatif: misalnya bersikap kasar, suka mengejek dan merendahkan. Ini persis seperti yang dia terima dari orang tuanya saat masih kecil.
Keempat, karena terjadinya koalisi antara  anak dan ibu. Mereka ngeklik  satu sama lain  dengan tujuan menyerang atau merugikan Sang Ayah/suami.  Pola balas dendam yang digunakan adalah dengan cara licik, yakni  kongkalikong (tersembunyi) menyerang "musuh".
Kelima,  bersumber pada sifat  pribadi yang kaku dan cenderung keras kepala. Karena luka yang sudah terjadi dan kepercayaan yang turun maka si istri atau suami menolak secara  apa pun yang diusulkan pasangannya. Penolakan ini menimbulkan luka dan kemarahan baru.
Keenam, kekecewaan yang tak terobati. Biasanya salah satu dari mereka jatuh dalam dosa  selingkuh atau berhianat. Bisa juga dipicu karena pasangannya tidak  tidak lagi bisa memuaskan kebutuhan seksual. Kekecewaab bertambah karena tadinya punya harapan  perkawinannya akan membuat dia bahagia.
Ketujuh, Â karena salah satu pasangan menderita gangguan jiwa serius seperti depresi, mania, phobia, kecanduan narkoba dan lainnya. Gangguan semacam ini akan mendatangkan ketegangan besar pada hubungan perkawinan.
Meminimalkan Konflik