Saya sore beberapa hari lalu menghadiri undangan para mahasiswa dari unit kegiatan mahasiswa (UKM) pegiat musik di kampus tempat saya mengabdi. Saya diundang karena kapasitas saya sebagai dosen pembimbing mereka. Sebetulnya undangan hadir di kegiatan mereka ini bukan sesekali dua kali, tapi ini sudah yang lebih dari 5 kali sejak saya diminta menjadi dosen pembimbing mereka. Nah, dari beberapa kali kehadiran saya di beberapa kegiatan mereka, saya menemukan banyak hal yang saya bisa catat di sini sebagai wujud apresiasi saya kepada mereka.
Kembali tentang kegiatan yang saya hadiri. Kegiatan itu adalah konser mini mereka sebagai pegiat musik. Konser diisi oleh sebagian dari mereka plus band dari luar kampus. Konser sebetulnya berlangsung dari pukul 4 sore sampai 8 malam. Sayangnya, saya berkesempatan bisa menyaksikan konser mereka hanya di 2 jam pertama. Sisanya, saya pantau dari postingan mereka di media social yang saya bisa akses. Dari kehadiran langsung dan beberapa postingan yang saya sempat lihat, saya tertarik untuk share apa yang saya pikirkan.
Tulisan saya adalah tentang softskill. Soft skill adalah ungkapan popular untuk jenis keterampilan seseorang yang tidak diperoleh melalui proses pembelarajan kurikuler dalam bentuk mata kuliah khusus. Keterampilan ini terlihat dalam prilaku sehari-hari ketika seseorang berinteraksi satu sama lain. Semua prilaku ini merupakan gambaran dari sikap atau pandangan, atau pola pikir yang mempengaruhi tingkah laku dan performa kerja atau perbuatan.
Tulisan dari beberapa penulis tentang soft skill yang beberapa minggu terakhir sering muncul di portal-portal online cukup menarik perhatian saya. Apalagi isi artikel tersebut mengkaitkan isu pentingnya soft skill bagi mahasiswa, para pencari kerja, dan juga yang sudah bekerja. Tulisan-tulisan yang saya baca tersebut menekankan tentang pentinya beberapa jenis soft skill dalam dunia kerja namun sayangnya soft skill yang dibutuhkan tersebut tidak  dimiliki oleh sebagian besar pekerja dari kalangan anak-anak muda.
Kaitannya dengan penyelenggaraan konser mini seperti yang saya sampaikan di atas, maka soft skill pertama yang saya anggap paling penting dimiliki adalah keterampilan menempatkan diri sesuai dengan jabatan dalam kepanitiaan konser. Secara sederhana, keterampilan menempatkan diri terbagi lagi atas keterampilan memahami jobdesc atau tugas dan dan wewenang, keterampilan menahan diri, dan keterampilan berkreasi.
Sebagai ilustrasi, seseorang (mahasiswa) yang ditunjuk sebagai pembawa acara akan dianggap sukses apabila dia memahami tugas dan wewenangnya sebagai pembawa acara, yaitu mengarahkan acara dari panggung sehingga acara berjalan dengan baik. Seorang pembawa acara sukses juga dapat menahan diri untuk tidak mengambil keputusan sendiri ketika ada perubahan mata acara; dia akan berkoordinasi dengan 'atasannya', misalnya koordinator acara. Namun begitu, pembawa acara juga dianggap sukses apabila, di luar batasan yang dimilikinya, dia berkreasi untuk mensukseskan acara yang dipandunya.
Selanjutnya, soft skill kedua terpenting adalah keterampilan memaksimalkan pengetahuan, pikiran, dan tenaga untuk jabatan yang diemban. Penjelasannya begini. Seseorang yang sudah ditunjuk 'menjabat' posisi tertentu dalam kepanitiaan akan dapat menghasilkan karya yang maksimal sesuai harapan apabila semua pengetahuan yang terkait kegiatan dapat digunakan. Seyogyanya, panitia sebuah konser harus diberi pengetahuan terkait dengan penyelenggaraan sebuah konser, seperti pengetahuan tentang lokasi, gedung, para pengisi panggung, pengelolaan keuangan, dan lain-lain terkait konser.
Selain memaksimalkan pengetahuan, seorang anggota panitia hendaknya juga memaksimalkan pikirannya. Dengan kata lain, pikiran semestinya tidak boleh setengah-setengah karena hasilnya bisa jadi setengah atau tidak penuh. Pikiran yang terfokus secara penuh akan menghasilkan perencanaan dan langkah kerja yang berkualitas. Dengan pikiran yang terfokus, rencana yang sudah disusun dapat berjalan sesuai jadwal dan langkah kerja juga lebih terarah karena hal-hal yang kurang dapat dilengkapi begitu juga hal-hal yang melenceng dapat diperbaiki.
Selanjutnya, memaksimalkan energi adalah keterampilan untuk memproporsionalkan waktu dan tenaga yang digunakan. Energi seseorang ketika menjabat posisi di kepanitiaan harus dapat dijaga dengan cara memilih kegiatan yang sesuai idengan bidang kerja; tidak mengerjakan hal-hal yang bukan cakupan jobdesc. Energi juga harus maksimal difokuskan yang berarti ketika sedang mengerjakan sesuatu, seseorang harus sungguh-sungguh mengerjakannya.
Selanjutnya, soft skill ketiga adalah keterampilan berkonsentrasi secara penuh atas semua perencanaan dan kesepakatan yang ada. Keterampilan konsentrasi adalah keterampilan mengontrol diri. Konsentrasi penuh berarti tidak membiarkan pikiran lain menginterupsi seseorang ketika sedang menyusun perencanaan termasuk melakukan kesepakatan. Kalaupun ada gangguan yang memecah konsentrasi, maka orang yang sukses adalah orang bisa kembali berkonsentrasi penuh pada yang sedang direncanakan atau disepakati.
===