Belakangan ini banyak berita bersileweran tentang apakah program Merdeka Belajar (baca Kurikulum Merdeka) akan dilanjutkan di era presiden Prabowo. Berita yang bermunculanpun beragam berkisar antara penghapusan total program tersebut atau melanjutkannya dengan tambal sulam di sana-sini.Â
Kalau Menteri terkait yang ditunjuk presiden Prabowo mengganti Kurikulum Merdeka dengan kurikulum baru, maka ini menunjukkan bahwa ungkapan ‘Ganti menteri sama dengan ganti kurikulum’ adalah benar adanya. Sebaliknya, apabila Kurikulum Merdeka tidak diganti, maka ini berarti memenuhi harapan Nadiem agar program Merdeka Belajar dapat terus dilanjutkan.
Seperti yang diketahui bersama, program Merdeka Belajar adalah program yang digagas oleh Nadiem yang saat itu menjabat sebagai Menteri yang menangani bidang Pendidikan. Dalam penerapannya, jajaran kementerian Nadiem mengeluarkan Kurikulum Merdeka dan diberlakukan di semua jenjang Pendidikan, mulai dari Pendidikan dasar, menengah, dan tinggi.
 Implementasi Kurikulum Merdeka tentu saja berbeda di setiap jenjangnya. Tulisan berikut ini akan menyoroti salah satu aspek kecil dari penerapan Kurikulum Merdeka di jenjang Pendidikan tinggi.
Di jenjang Pendidikan tinggi, implementasi Kurikulm Merdeka diwujudkan dalam istilah keren ‘Kampus Merdeka’. Istilah ini menggambarkan konsep mendasar dari program Merdeka Belajar yang menjunjung tinggi kebebasan individu (dalam hal ini mahasiswa) untuk menentukan minat belajarnya. Untuk mewujudkan tujuan seperti itu, Kampus Merdeka menggelontorkan beberapa program.Â
Dari beberapa program yang digagas tersebut, beberapa di antaranya sangat populer di kalangan mahasiswa (dan dosen), yaitu Program Kampus Mengajar (PKM), Program Pertukaran Mahasiswa, dan Program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB). Dari ketiga program tersebut, saya terlibat ‘penuh’ di Program Kampus Mengajar dan Program Magang dan Studi Independen Bersertifikat.
Berdasarkan pengalaman penuh terlibat di kedua program tersebut di atas, rasanya saya tidak ragu untuk mengusulkan agar kedua program tersebut dapat dilanjutkan oleh Pak Satrya dan Bu Stella. Yang dimaksud pengalaman penuh adalah kesempatan saya menjadi Dosen Pembimbing Lapangan pada program Kampus Mengajar di tahun 2021 dan sebagai Dosen Pembimbing Program pada program MSIB di tahun 2024.Â
Kegiatan penuh saya masing-masingnya berlangsung selama lebih kurang 6 bulan, meliputi persiapan, orientasi, pelaksanaan, dan pelaporan. Dari kedua kegiatan tersebut, saya mendapatkan kesan yang sangat positif sehingga saya mengusulkan agar kedua kegiatan tersebut dilanjutkan.
Program Kampus Mengajar adalah sebuah program yang memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk turut serta aktif memberikan pengajaran di sekolah tingkat dasar dan menengah. Dengan program ini, mahasiswa merasakan langsung pengalaman berdiri di depan kelas atau berhadapan dengan siswa dalam rangka mentransfer pengetahuan. Selain pengalaman mengajar, mahasiswa juga melihat dan bahkan terlibat membantu pimpinan sekolah mengelola kegiatan, baik yang bersifat kurikuler maupun ekstra kurikuler. Mahasiswa yang mengikuti program ini juga memperoleh uang saku dan sertifikat keikutsertaan.
Sementara itu, Program MSIB, walaupun terlihat 1 namun pada dasarnya terdiri atas 2 kegiatan yang terpisah, yaitu magang dan studi independen. Karena terpisah, maka mahasiswa hanya diperbolehkan mengikuti salah satu dari keduanya. Dari sisi persamaan, kedua program memberikan mahasiswa pengalaman bekerja dan memperoleh sertifikat di akhir kegiatan.Â
Sementara, perbedaan yang mencolok adalah mahasiswa peserta magang harus ‘bekerja’ secara penuh di kantor sehingga harus meninggalkan kampus atau kegiatan belajar. Sedang untuk studi independen, mahasiswa tidak bekerja di kantor; mahasiswa ‘bekerja’ di rumah sehingga bisa sambil mengikuti kegiatan perkuliahan. Mahasiswa peserta magang memperoleh uang saku setiap bulan, sementara peserta studi independen tidak.