Mohon tunggu...
Julia Novrita
Julia Novrita Mohon Tunggu... Konsultan - Living my life to the fullest!

Educate yourself, submit to no one but your Creator!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Morotai, Jejak Sejarah yang Dirampok

31 Mei 2018   17:48 Diperbarui: 31 Mei 2018   18:40 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak sampai satu jam, pesawat Wings Air yang berangkat dari Ternate telah mendarat di Bandara Pitu, Morotai.  Suasana Bandara mengingatkan ku pada Bandara di Kabupaten Poso yg sempat kusinggahi di awal February tahun ini dan juga Bandara di Kabupaten Nabire saat transit menuju Enarotali di pegunungan tengah Papua, sekitar empat tahun lalu. 

Cuaca sangat cerah siang ini. Sepanjang perjalanan menuju tempat penginapan  D'Aloha, tampak pepohonan kelapa tinggi menjulang dengan tanda luka hitam irisan parang,  jejak kaki pemanjatnya. 

-----

Morotai, pulau terluar paling utara Indonesia, menyimpan sejarah perang dunia II. Kisahnya berulang dari mulut ke mulut namun tak ada benda bersejarah yang cukup mewakili masa lalunya selain bandaranya yang sekarang dikuasai oleh AURI dan satu-satunya tank amfibi yang terparkir  di antara pepohonan pisang, di dalam kebun yang entah milik siapa.  Empat tiang dan atap sederhana serta papan informasi benda bersejarah yang dibuat oleh Dinas Pariwisata tampak dari jalan yang kulewati. 

Sungguh tak ada kesan yang berarti setelah semua peninggalan sejarahnya diangkut tanpa ada penghargaan warisan nilai historis sama sekali selain dianggap rongsokan besi tua kelas satu yang bisa diolah kembali menjadi bentuk yang lain. "Itu terjadi pada masa rezim Soeharto. Semua diangkut layak besi tua. Bahkan helikopter saja dipotong-potong menjadi beberapa bagian supaya gampang bawanya" Jelas Pak Supir yang membawa ku dan suami berkeliling. 

Hampir semua permukaan wilayahnya datar. Trotoar dibangun hampir sepanjang jalan aspal dengan ruas yang lebar sekalipun bukan di kawasan pemukiman penduduk. Tak heran tak kulihat ada pejalan kaki yang menggunakannya. Lalu dibangun untuk siapa? Untuk sekedar rapi dipandang mata? sebagian bahkan terlihat rusak ditumbuhi rumput-rumput liar tanpa pernah ada yang menggunakannya. 

Rumah-rumah penduduk dengan halaman yang relatif luas dipagari dinding beton  dengan model yang sama sebagai pembatas dengan jalan raya. Beberapa kampung yang sempat kulewati cukup kreatif mengubah dinding pagar menjadi lukisan abstrak, warna warni mengingatkanku dinding bangunan taman kanak-kanak. Sementara yang lain didominasi dengan satu dua warna saja, seperti krem dan merah jambu.   

Apakah semua masyarakat sepakat dana desa untuk membangun pagar itu? Aku berharap pagarnya dari tanaman hidup sehingga terlihat hijau asri. Dana yang dibangun untuk pagar itu bisa digunakan untuk infrastruktur lain yang lebih bermanfaat secara langsung. Misalnya memastikan semua keluarga sudah punya toilet di dalam rumah atau pembangunan taman bermain anak, atau bangunan pasar yang nyaman.

Tapi memang membangun pagar beton itu jauh lebih gampang seperti layaknya proyek membangun talut sepanjang pantai. Suka tidak suka tak semua pendapat didengar sekalipun kita punya hak suara. Tak heran banyak yang berbondong-bondong mendaftarkan diri menjadi penguasa berikutnya atau setidaknya memimpikannya. 

Morotai, tak ada cerita indah yang bisa kubawa pulang selain presentasi hasil survey kajian cepat kelautan yang disampaikan suamiku kemarin di aula Kantor Bupati. Kabarnya laut mu masih sehat, alam bawah lautmu cukup kaya dengan keanekaragaman hayati sehingga masih memungkinkan untuk kita bicara konservasi, menetapkan zonasi-zonasi sehingga pengelolaan alammu bisa berkelanjutan, terus dinikmati dari generasi ke generasi. 

Morotai, dibangku ruang tunggu jelang keberangkatan kembali ke Ternate, cuaca kembali cerah setelah diguyur hujan deras kemarin, kusampaikan satu pesanku untukmu: Jangan biarkan kekayaan lautmu juga dirampok seperti jejak sejarahmu, tak ada bukti yang bisa engkau tunjukkan kecuali sepenggal kenangan yang sempat tertulis sebagai bahan bacaan pendidikan sejarah, tak lebih...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun