Mohon tunggu...
Julianda Boangmanalu
Julianda Boangmanalu Mohon Tunggu... Lainnya - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Suka pada dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Epistemologi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Part Akhir)

4 Juli 2022   22:23 Diperbarui: 5 Juli 2022   00:32 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bentuk dan Perkembangan Konsep Corporate Social Resposibility

Mark Goider membagi bentuk tindakan korporate atas program yang diberikan terhadap komunitas dan nilai yang menjadi acuan dari CSR yaitu:

  • Bentuk atau Wujud Abstrak 

Bentuk CSR ini mengarah pada bagaimana sebuah perusahaan menerapkan dan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan komunitas di sekitarnya. Bentuk abstrak dari CSR dikaitkan dengan tindakan terhadap lingkungan diluar perusahaan seperti masyarakat dan lingkungan alam.

  • Bentuk dan Wujud Konkrit 

Bentuk CSR ini lebih cenderung mengarah pada tipe ideal yang berupa nilai pada perusahaan yang dipakai untuk menerapkan atau mewujudkan tindakan-tindakan yang sesuai dengan keadaan sosial terhadap komunitas atau masyarakat sekitarnya.

Menurut Goyder, interpretasi yang benar dari CSR adalah ekspresi dari tujuan perusahaan dan nilai-nilai dalam seluruh hubungan yang telah dibangun oleh seluruh perusahaan. Nilai-nilai yang ada diartikan berbeda dengan norma yang ada dalam perusahaan. 

Wujud abstrak dari nilai perusahaan dijadikan acuan dalam memahami dan menginterpretasikan lingkungan sosial perusahaan. Sedangkan wujud kongkrit dari hasil interpretasi tersebut dalam bentuk tindakan-tindakan dan aktivitas perusahaan dalam kenyataan objektif yang berhubungan dengan masing-masing stakeholder.

Tanggung jawab sosial perusahaan pada era tahun 1970-an dan 1980-an pada dasarnya tidak begitu peduli terhadap sebagian besar komunitas di wilayah sekitar perusahaan. Hal ini banyak disebabkan oleh perusahaan lebih menggunakan aturan-aturan nasional dan menganggap aturan-aturan yang ada dalam komunitas lokal harus mengikuti aturan-aturan nasional.

Perusahaan dalam aktivitasnya pada masa lalu lebih banyak bergerak dalam konteks mengupayakan keuntungan bagi perusahaan itu sendiri dan lebih banyak mewajibkan untuk melakukan recovery terhadap lingkungan. 

Hal ini berkaitan dengan keberadaan perusahaan di remote area, sehingga tanggung jawab sosial yang diberikan oleh perusahaan terhadap komunitas  yang ada disekitarnya lebih banyak bersifat charity dan kecenderungan pola pemukiman bagi karyawan dan kerabatnya terlepas sama sekali dengan komunitas lokal yang ada di sekitarnya. 

Hal tersebut memperlihatkan adanya kantung-kantung pemukiman atau enclave di dalam pemukiman masyarakat lokal. Kecenderungan pemisahan pola pemukiman ditunjang oleh adanya pola hidup yang berbeda antara komunitas perusahaan dengan komunitas lokal, sehingga kondisi ini memunculkan terjadinya kecemburuan sosial dari komunitas lokal terhadap komunitas perusahaan. 

Kecemburuan ini dapat memuncak dalam bentuk konflik apabila terdapat kesalahan pengelolaan dari komunitas perusahaan terhadap lingkungannya pada komunitas lokal.

Seringkali komunitas lokal yang ada di sekitar wilayah perusahaan diperhatikan secara minimal. Pengeluaran untuk pembangunan masyarakat terkadang hanya bersifat formalitas tanpa dilandasi semangat untuk memandirikan masyarakat dan berderma dengan memberikan sumbangan-sumbangan pada perayaan-perayaan tertentu di lingkungan masyarakat sekitar perusahaan.

Pada perkembangan selanjutnya setelah era tahun 1990-an sampai saat ini, mulai tampak adanya kepedulian terhadap komunitas sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh adanya tekanan dari komunitas-komunitas disekitar perusahaan. Perusahaan diwajibkan untuk selalu mengikuti perkembangan sosial komunitas disekitarnya. 

Pembangunan yang merupakan perhatian untuk mengatasi tuntutan dengan memperhatikan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat dan hak-hak komunitas lokal. Pada masa sekarang keberhasilan suatu perusahaan ditentukan oleh  adanya perhatian terhadap lingkungan sosial terhadap komunitas di daerah beroperasinya perusahaan.

Perkembangan atas pelaksanaan prinsip Corporate Social Responsibility  ini  yaitu Corporate Social Audit, dimana audit perusahaan seharusnya diperluas untuk melibatkan tidak hanya audit kesehatan finansial perusahaan tetapi juga kesehatan moral. 

Audit ini menguji bagaimana karyawan taat pada kode etik perusahaan dan bagaimana perusahaan bertanggung jawab secara sosial, konsep ini yang kemudian melandasi berkembangnya ide mengenai akuntansi sosial (social accounting), yang diterapkan pada perusahaan sehingga dituntut adanya regulasi kebijakan dari pemerintah. 

Hasil-hasil penelitian empiris juga membuktikan bahwa urgensi dari CSR mendorong perusahaan-perusahaan yang ada didunia seperti Amerika (USA& Canada), Eropa (Denmark, Belanda, Ingris, Prancis Swiss) dan Asia (Australia) untuk melakukan pengukuran (measurement), pengakuan (recognize) dan pengungkapan (disclosure). Salah satu studi yang dilakukan oleh Adam, et. al, di enam negara Eropa yaitu Denmark, Belanda, Inggris, Jerman, Prancis dan Swiss menunjukkan bahwa praktek pengungkapan sosial merupakan hal yang lazim dalam laporan tahunan perusahaan.

Lebih rinci lagi, pelaporan tanggung jawab sosial (social responsibility reporting) berkaitan dengan usaha untuk memberikan gambaran menyeluruh (comprehensive) mengenai interaksi perusahaan dengan lingkungannya, beberapa negara dan organisasi tertentu membuat peraturan khusus mengenai perlindungan lingkungan dan membuat rating bagi perusahaan yang sesuai dengan ketentuan baik dan buruk, selain itu rating dan rangking yang dibuat berkaitan juga dengan emisi dan litigation juga memperluas cakupannya dengan memasukan etika sebagai dasar dari tanggung jawab lingkungan. 

Isu mengenai CSR dalam hubungannya dengan kinerja perusahaan dan pasar semakin meningkat setelah Markowitz menggunakan reputasi untuk menilai tanggung jawab sosial bagi perusahaan. Tetapi sampai sekarang masih terdapat hasil yang berbeda, beberapa penelitian menunjukan hubungan yang positif tetapi sebagian yang lain menunjukan hubungan yang negatif. 

Selain itu juga terdapat penelitian yang menunjukan tidak adanya hubungan antara tanggung jawab sosial perusahaan dan kinerja ekonomi, sebagian hasil penelitian lainnya mengindikasikan bahwa pengungkapan informasi mengenai catatan pengendalian polusi mendorong investor untuk bereaksi seperti yang direfleksikan dalam pergerakan harga saham.

Spicer menyatakan bahwa perusahaan mulai mempertimbangkan tanggung jawab sosial karena dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap tanggung jawab sosial mempengaruhi persepsi dan keputusan investor. Perhatian perusahaan pada tanggung jawab sosialnya dianggap dapat meningkatkan kepercayaan investor karena dapat mengurangi investasi.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun