Bentuk dan Perkembangan Konsep Corporate Social Resposibility
Mark Goider membagi bentuk tindakan korporate atas program yang diberikan terhadap komunitas dan nilai yang menjadi acuan dari CSR yaitu:
- Bentuk atau Wujud AbstrakÂ
Bentuk CSR ini mengarah pada bagaimana sebuah perusahaan menerapkan dan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan komunitas di sekitarnya. Bentuk abstrak dari CSR dikaitkan dengan tindakan terhadap lingkungan diluar perusahaan seperti masyarakat dan lingkungan alam.
- Bentuk dan Wujud KonkritÂ
Bentuk CSR ini lebih cenderung mengarah pada tipe ideal yang berupa nilai pada perusahaan yang dipakai untuk menerapkan atau mewujudkan tindakan-tindakan yang sesuai dengan keadaan sosial terhadap komunitas atau masyarakat sekitarnya.
Menurut Goyder, interpretasi yang benar dari CSR adalah ekspresi dari tujuan perusahaan dan nilai-nilai dalam seluruh hubungan yang telah dibangun oleh seluruh perusahaan. Nilai-nilai yang ada diartikan berbeda dengan norma yang ada dalam perusahaan.Â
Wujud abstrak dari nilai perusahaan dijadikan acuan dalam memahami dan menginterpretasikan lingkungan sosial perusahaan. Sedangkan wujud kongkrit dari hasil interpretasi tersebut dalam bentuk tindakan-tindakan dan aktivitas perusahaan dalam kenyataan objektif yang berhubungan dengan masing-masing stakeholder.
Tanggung jawab sosial perusahaan pada era tahun 1970-an dan 1980-an pada dasarnya tidak begitu peduli terhadap sebagian besar komunitas di wilayah sekitar perusahaan. Hal ini banyak disebabkan oleh perusahaan lebih menggunakan aturan-aturan nasional dan menganggap aturan-aturan yang ada dalam komunitas lokal harus mengikuti aturan-aturan nasional.
Perusahaan dalam aktivitasnya pada masa lalu lebih banyak bergerak dalam konteks mengupayakan keuntungan bagi perusahaan itu sendiri dan lebih banyak mewajibkan untuk melakukan recovery terhadap lingkungan.Â
Hal ini berkaitan dengan keberadaan perusahaan di remote area, sehingga tanggung jawab sosial yang diberikan oleh perusahaan terhadap komunitas  yang ada disekitarnya lebih banyak bersifat charity dan kecenderungan pola pemukiman bagi karyawan dan kerabatnya terlepas sama sekali dengan komunitas lokal yang ada di sekitarnya.Â
Hal tersebut memperlihatkan adanya kantung-kantung pemukiman atau enclave di dalam pemukiman masyarakat lokal. Kecenderungan pemisahan pola pemukiman ditunjang oleh adanya pola hidup yang berbeda antara komunitas perusahaan dengan komunitas lokal, sehingga kondisi ini memunculkan terjadinya kecemburuan sosial dari komunitas lokal terhadap komunitas perusahaan.Â
Kecemburuan ini dapat memuncak dalam bentuk konflik apabila terdapat kesalahan pengelolaan dari komunitas perusahaan terhadap lingkungannya pada komunitas lokal.