Mohon tunggu...
Julianda Boangmanalu
Julianda Boangmanalu Mohon Tunggu... Lainnya - ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Suka pada dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hati-hati! Kenali Toxic Family dalam Rumah Tangga

4 Juli 2022   12:55 Diperbarui: 5 Juli 2022   08:01 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kekerasan fisik (liputan6.com)

Perkawinan merupakan kodrat alamiah khususnya bagi kalangan umat manusia dalam melanjutkan keturunan. Dalam upaya menjalankan perkawinan, setiap individu menginginkan sebuah perkawinan yang penuh dengan kebahagiaan. Setiap orang bercita-cita membentuk keluarga yang bahagia sehingga menimbulkan suatu kehidupan yang penuh dengan ketentraman dan kedamaian. 

Dalam hukum Islam, perkawinan disebut juga dengan pernikahan merupakan sebuah akad (perjanjian) yang mengandung ketentuan hukum kebolehan melakukan hubungan seksual dengan menggunakan lafal tertentu (Ghozali, 2014).

Tujuan perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Syarifuddin, tujuan suatu perkawinan adalah untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan rasa kasih sayang atau yang disebut dengan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah (Syarifuddin, 2009).

Al-Qur'an telah menjelaskan bahwa di antara tujuan pernikahan adalah agar mempelai laki-laki dan perempuan mendapatkan kedamaian dalam hidup seseorang (litaskunu ilaiha) (Atabik, 2014). Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan hanya sekedar sebagai sarana penyaluran kebutuhan seks namun lebih dari itu pernikahan juga menjanjikan perdamaian hidup bagi manusia dimana setiap manusia dapat membangun surga dunia di dalamnya. 

Menurut Atabik, inilah hikmah disyari'atkannya pernikahan dalam Islam, selain memperoleh ketenangan dan kedamain, juga dapat menjaga keturunan (hifdzu al-nasli). Islam mensyari'atkan pernikahan untuk membentuk mahligai keluarga sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan hidup.

Dalam menjalani suatu hubungan, idealnya setiap individu akan saling menyayangi, mengasihi, dan memberikan rasa aman. Terkadang, kedamaian dan hubungan kasih sayang dalam keluarga terusik oleh akibat adanya situasi negatif yang tidak diharapkan. Adanya hubungan tidak sehat. 

Misalnya, salah satu pihak biasanya akan berupaya untuk mendominasi pihak lainnya, maupun memanipulasi pasangan (gaslighting) untuk mengontrolnya. Padahal idealnya, masing-masing pihak yang menjalin hubungan itu berada di posisi yang sama selayaknya mitra atau partner. Hubungan tersebut dikenal dengan istilah toxcid familiy (keluarga racun).

Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka sedang terjebak dalam toxic family. Namun, hubungan ini sering kali membuat salah satu pihak merasa tertekan. Inilah mengapa toxic family tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Dengan demikian, tujuan suatu perkawinan untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan rasa kasih sayang tidak akan tercapai.

Apa itu toxic family?

Toxic family atau juga dikenal dysfunctional family adalah  kondisi di mana setiap anggota keluarga yang berperilaku saling menyakiti anggota lainnya baik secara lisan maupun verbal. Toxic family adalah kondisi dengan anggota keluarga yang menjatuhkan atau menyakiti satu sama lain baik secara secara fisik, mental, dan psikologis. 

Suatu hubungan keluarga utamanya rumah tangga, merupakan hal yang amat wajar jika terjadi berbagai macam konflik mulai dari sederhana hingga yang cukup besar. Sebesar apapun konflik tentu dapat diselesaikan dengan baik selagi keduanya saling memahami dan ingin berbenah.

 Kenali ciri-ciri toxic familiy

Agar lebih memahami, berikut ciri-ciri toxic family.

1. Adanya kekerasan fisik dan verbal

ilustrasi kekerasan fisik (liputan6.com)
ilustrasi kekerasan fisik (liputan6.com)

Keluarga yang sedang mengalami toxic family tidak tertutup kemungkinan adanya kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan oleh orang tua pada anaknya atau kepada pasangannya. Atau bahkan sampai melakukan KDRT pada anggota keluarga seperti memukul atau menganiaya.

2. Egois dan tidak mendengarkan orang lain 

Ilustrasi (lifestyle.kompas.com)
Ilustrasi (lifestyle.kompas.com)

Pasangan dalam rumah tangga yang terkena toxic family akan memperlihatkan rasa antipati kepada anggota keluarga lainnya, baik pada pasangan ataupun pada anak. Sifat egois akan sering tampak dan apatis pada yang lain. Tidak pernah berfikir untuk mendengarkan keluhan ataupun permasalahan dari pasangannya. Sifat ego akan lebih mendominasi pada hubungan keluarga terdampak toxic family.

3. Terlalu mengatur dan manipulatif

Ilustrasi (nova.grid.id)
Ilustrasi (nova.grid.id)

Sifat untuk mendominasi pasangannya akan sering terjadi pada keluarga toxic family. Pasangan akan terlalu mengatur pasangannya untuk bertindak sesuai kemauan salah satunya. Situasi akan dimanipulasi sesuai dengan keinginan salah satu pasangan yang mendominasi. Situasi buruk ini bila berlangsung lama akan memperburuk hubungan dalam keluarga. 

4. Sering mengkritik

Ilustrasi (m.kaskus.co.id)
Ilustrasi (m.kaskus.co.id)

Dalam keluarga yang harmonis, sifat yang baik adalah saling mendukung dalam hal positif dan saling memberi nasehat dan masukan bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Lain halnya dengan keluarga toxic. Segala hal yang tidak disukai akan menjadi bahan kritik bagi pasangan lain. Tidak peduli dengan perasaan pasangannya, kritik terkadang disampaikan dengan kata kasar dan tidak menyenangkan.

5. Jarang mengapresiasi dan tidak menghargai privasi

ilustrasi (beritaku.id)
ilustrasi (beritaku.id)

Sebuah keluarga yang terkena toxic family, perbuatan baik yang dilakukan anggota keluarga tidak pernah diberi apresiasi. Masing-masing tidak akan perduli dengan prestasi yang dilakukan oleh anggota keluarga lainnya. Tidak ada apresiasi atas perbuatan baik yang dilakukan. Pada keluarga ini, tidak peduli dengan privasi anggota keluarga. 

6. Saling mencari kelemahan

ilustrasi (today.line.me)
ilustrasi (today.line.me)

Masing-masing akan saling mencari kelemahan pasangannya. Kelemahan tersebut akan dijadikan bahan untuk 'menyerang' pasangannya. Seharusnya, mereka harus menyadari bahwa mereka punya kelemahan masing-masing. Sehingga tidak perlu menjadikan kelemahan dan kekurangan yang ada pada pasangan untuk diumbar dan diperselisihkan.

7. Sering terjadi perselisihan

Ilustrasi (id.theasianparent.com)
Ilustrasi (id.theasianparent.com)

Hal yang menjadi lumrah dalam toxic family adalah sering terjadinya perselisihan dalam keluarga. Sebab terjadinya perselisihan tersebut terkadang tidak dapat dipahami. Karena hal-hal kecil dan sepele pun akan menjadi sebab perselisihan. Rasanya, tidak ada rasa saling menyayangi antar anggota keluarga. 

Apa dampak toxic family?

Toxic family sangat berdampak buruk bagi anggota keluarga, pasangan, maupun keutuhan rumah tangga. Anak yang hidup dalam toxic family akan berdampak buruk bagi pertumbuhan mental dan fisiknya. Bagi anak, kondisi toxic family dapat memicu timbulnya stres, gangguan kecemasan, perasaan tidak aman, dan membuat seseorang menjadi introvert karena takut bertemu orang lain. 

Segala perlakuan buruk, kata-kata kasar, sifat yang tidak patut dicontoh akan terekam terus menerus dalam otak dan memunculkan aura negatif juga pada orang lain. Kondisi keluarga menjadi begitu negatif dan tidak nyaman.

Dampak buruk lainnya yaitu dapat menimbulkan citra diri yang buruk, dan memiliki rasa percaya diri dan harga diri yang rendah. Kondisi emosional yang labil, suka marah, hilang rasa empati, dan pada kasus tertentu akan rentan terhadap kecanduan alkohol, obat-obatan terlarang, atau merokok.

Bagaimana cara menghadapi toxic family?

Sungguh tidak nyaman rasanya berada dalam lingkungan toxic family. Semua orang pasti akan berusaha untuk keluar dari situasi ini. Yang lebih mengerikan lagi, kita tidak menyadari bahwa selama ini kita hidup dalam situasi toxic family.  Sehingga tidak ada kesadaran untuk bisa keluar dari situasi tersebut. 

Agar bisa keluar dari situasi ini, berikut beberapa cara menghadapi toxic family.

 1. Memperbaiki hubungan dengan anggota keluarga

Ibarat perangkat lunak dalam sistem komputer, sistem aplikasi yang beroperasi lama-lama akan mengalami gangguan pada perangkat lunaknya.  Untuk itu perlu adanya upaya me-'refresh'-nya agar bisa menyegarkan kembali sistem yang ada pada perangkat tersebut. 

Begitu juga dalam hubungan keluarga. Seuruh anggota keluarga harus bisa menyadari bahwa hidup dalam situasi toxic family adalah tidak mudah dan tidak menyenangkan. Untuk itu, perlu kesadaran bersama untuk kembali memperbaiki hubungan dengan seluruh anggota keluarga. 

Dengan demikian, anggota keluarga akan berusaha untuk menghindarkan diri dari segala hal yang menjadi pemicu terjadinya toxic family. Memperbaiki hubungan tersebut termasuk di dalamnya adalah merubah sikap individu anggota keluarga. Hilangkan sifat ego dan mudah marah, timbulkan rasa empati bagi sesama anggota keluarga dan saling menghargai.

2. Jalin komunikasi dan terbuka terhadap permasalahan

Cobalah untuk menjalin komunikasi dengan anggota keluarga, terbuka terhadap perasaan dan situasi yang sedang dirasakan. Sampaikan dengan sopan dan cari suasana yang nyaman. Agar apa yang diharapkan dapat terwujud melalui komunikasi yang baik tersebut.

3. Hindari pemicu permasalahan

Berusaha sebisa mungkin untuk selalu menghindari situasi yang dapat memicu terjadinya permasalahan di lingkungan toxic family. Berusahalah untuk menjaga perkataan dan perbuatan yang bisa menyakiti orang lain. 

Jangan berkata sesuatu yang kasar yang bisa memantik amarah. Saling menjaga perasaan dan saling menghargai akan bisa menghindari situasi toxic family.

4. Membangun kepercayaan

Walaupun sulit, kita harus bisa mulai membangun kepercayaan dengan pasangan. Dengan begitu, maka kita akan saling terbuka tentang perasaan masing-masing dan tentang situasi yang sedang dihadapi bersama. Ketika timbul rasa saling percaya, maka mudah untuk bisa mengubah situasi dalam keluarga yang tercemari karena toxic family.

5. Perbaiki hubungan dengan sang Pencipta

Tidak ada permasalahan tanpa ada jalan keluarnya. Segala masalah yang tengah kita hadapi ada sebabnya. Sudah saatnya kita harus menyadari bahwa segala permasalahan terjadi atas izin sang Pencipta, Allah SWT. Untuk itu, perbaiki kembali hubungan dengan Allah SWT, medekatkan diri dan meminta petunjuk-Nya. Mudah-mudahan kita diberikan solusi dan paling tidak kita bisa menjalani situasi toxic family dengan pikiran yang waras.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun