Perkawinan merupakan kodrat alamiah khususnya bagi kalangan umat manusia dalam melanjutkan keturunan. Dalam upaya menjalankan perkawinan, setiap individu menginginkan sebuah perkawinan yang penuh dengan kebahagiaan. Setiap orang bercita-cita membentuk keluarga yang bahagia sehingga menimbulkan suatu kehidupan yang penuh dengan ketentraman dan kedamaian.Â
Dalam hukum Islam, perkawinan disebut juga dengan pernikahan merupakan sebuah akad (perjanjian) yang mengandung ketentuan hukum kebolehan melakukan hubungan seksual dengan menggunakan lafal tertentu (Ghozali, 2014).
Tujuan perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Syarifuddin, tujuan suatu perkawinan adalah untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan rasa kasih sayang atau yang disebut dengan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah (Syarifuddin, 2009).
Al-Qur'an telah menjelaskan bahwa di antara tujuan pernikahan adalah agar mempelai laki-laki dan perempuan mendapatkan kedamaian dalam hidup seseorang (litaskunu ilaiha) (Atabik, 2014). Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan hanya sekedar sebagai sarana penyaluran kebutuhan seks namun lebih dari itu pernikahan juga menjanjikan perdamaian hidup bagi manusia dimana setiap manusia dapat membangun surga dunia di dalamnya.Â
Menurut Atabik, inilah hikmah disyari'atkannya pernikahan dalam Islam, selain memperoleh ketenangan dan kedamain, juga dapat menjaga keturunan (hifdzu al-nasli). Islam mensyari'atkan pernikahan untuk membentuk mahligai keluarga sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan hidup.
Dalam menjalani suatu hubungan, idealnya setiap individu akan saling menyayangi, mengasihi, dan memberikan rasa aman. Terkadang, kedamaian dan hubungan kasih sayang dalam keluarga terusik oleh akibat adanya situasi negatif yang tidak diharapkan. Adanya hubungan tidak sehat.Â
Misalnya, salah satu pihak biasanya akan berupaya untuk mendominasi pihak lainnya, maupun memanipulasi pasangan (gaslighting) untuk mengontrolnya. Padahal idealnya, masing-masing pihak yang menjalin hubungan itu berada di posisi yang sama selayaknya mitra atau partner. Hubungan tersebut dikenal dengan istilah toxcid familiy (keluarga racun).
Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka sedang terjebak dalam toxic family. Namun, hubungan ini sering kali membuat salah satu pihak merasa tertekan. Inilah mengapa toxic family tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Dengan demikian, tujuan suatu perkawinan untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan rasa kasih sayang tidak akan tercapai.
Apa itu toxic family?
Toxic family atau juga dikenal dysfunctional family adalah  kondisi di mana setiap anggota keluarga yang berperilaku saling menyakiti anggota lainnya baik secara lisan maupun verbal. Toxic family adalah kondisi dengan anggota keluarga yang menjatuhkan atau menyakiti satu sama lain baik secara secara fisik, mental, dan psikologis.Â