Mohon tunggu...
Julianda
Julianda Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN RMS SURAKARTA/MAHASISWA

tenis meja

Selanjutnya

Tutup

Book

Review Buku "Menapak Jejak Poligami Nabi SAW" Karya Abdul Mutakabbir

14 Maret 2024   11:10 Diperbarui: 14 Maret 2024   11:17 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isteri Kedelapan : Ramlah Binti Abu Sufyan

            Ramlah Binti Abu Sufyan atau lebih dikenal sebagai Umm Habibah, yang memiliki latar belakang sebagai anggota terhormat suku Quraisy, memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakatnya. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh kedudukan ayahnya yang merupakan salah satu tokoh penting di suku Quraisy. Namun, ketika Nabi Muhammad menikahinya, pernikahan itu tidak hanya berdampak pada hubungan peribadi mereka, tetapi juga memiliki implikasi politis yang besar. Nabi Muhammad berhasil melunakkan hati Abu Sufyan, ayah Umm Habibah, yang sebelumnya keras menentang ajaran Nabi. Pernikahan ini tidak hanya membuat Abu Sufyan memeluk Islam, tetapi juga menginspirasi orang-orang di sekitarnya, bahkan memimpin mereka dalam mendukung dan menyebarkan ajaran Islam. Dengan demikian, pernikahan ini tidak hanya merupakan keberhasilan politik dalam menyebarkan pesan tauhid di seluruh dunia, tetapi juga mencerminkan tujuan spiritual yang mendasari pernikahan dalam Islam, yaitu atas dasar keimanan kepada Allah dan kasih sayang kepada sesama manusia.

Rumah Tangga Monogamis 

Isteri Kesembilan : Juwairiyah Binti Al-Haris

            Juwairiyah lahir empat belas tahun sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Namanya semula adalah Burrah, tetapi kemudian Nabi mengubahnya menjadi Juwairiyah. Juwairiyah memiliki nama lengkap Juwairiah bint al-Haris ibn Abi Dirar ibn Habib ibn 'Aid ibn Malik ibn Juzaimah ibn Mustaliq ibn Khuza'ah. Ayahnya adalah al-Haris ibn Abi Dirar, seorang pemimpin dari suku Bani Mustaliq yang beragama berhala. Juwairiyah dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang masih memeluk agama musyrik. Ketika mendapat kabar tentang kekalahan kaum Quraisy dalam pertempuran melawan umat Muslim, mereka berencana untuk menyerang umat Muslim dengan harapan merebut kembali wilayah yang telah lama dikuasai oleh kaum Quraisy dan saat itu dikuasai oleh umat Islam. Namun, sebelum mereka dapat melaksanakan rencana itu, Nabi Muhammad dan kaum Muslim telah mendengar kabar tersebut dan melancarkan serangan terlebih dahulu, menyebabkan keadaan menjadi kacau balau. Ayah Juwairiyah, al-Haris, melarikan diri, sementara suaminya meninggal dalam pertempuran tersebut.

            Dalam insiden tersebut, Juwairiyah, yang pada awalnya ditahan oleh seorang lelaki bernama Sabit bin Qais dari suku Bani Mustaliq, menghadap kepada Nabi Muhammad untuk mengonfirmasi perjanjian pembebasannya serta membicarakan tarif yang ditetapkan oleh Sabit untuk pembebasannya, yaitu sembilan keping emas.Nabi Muhammad kemudian menebus Juwairiyah dari Sabit dengan membayar jumlah yang telah ditetapkan. Setelah itu, beliau memberikan pilihan kepada Juwairiyah, yaitu untuk memeluk agama Islam dan menikahinya atau untuk kembali ke suku asalnya. Juwairiyah memilih untuk memeluk Islam dan hidup bersama Nabi Muhammad sebagai istri. Tindakan pembebasan Juwairiyah oleh Nabi Muhammad menginspirasi semua sahabat yang memiliki budak dari suku Bani Mustaliq untuk secara spontan memerdekakan mereka, sebagai bentuk kegembiraan dan penghargaan terhadap tindakan beliau serta sebagai contoh kebaikan dan keadilan yang harus diikuti.

            Dalam konteks ini, pernikahan Nabi Muhammad dengan Juwairiyah memiliki tujuan yang lebih luas daripada sekadar pernikahan biasa. Tujuan dari pernikahan tersebut adalah untuk menyebarkan dakwah Islam serta menghapus praktik perbudakan dan penindasan manusia. Pada saat itu, Juwairiyah dan kaumnya telah kalah dalam peperangan dengan kaum Muslimin, sehingga mereka menjadi tawanan perang yang berpotensi menjadi budak atau diusir dari tempat tinggal mereka. Nabi Muhammad menikahi Juwairiyah sebagai langkah untuk melindungi dirinya dan kaumnya dari penindasan dan siksaan yang mungkin terjadi, terutama dalam konteks perbudakan. Setelah Juwairiyah memeluk Islam dan menikah dengan Nabi Muhammad , semua anggota kaumnya dimerdekakan dan secara sukarela mengikuti ajaran Islam. Hal ini menunjukkan bahwa pernikahan tersebut tidak hanya menyelamatkan Juwairiyah secara individual, tetapi juga membawa pembebasan bagi seluruh kaumnya serta membawa mereka kepada jalan kebenaran dan kebebasan.

Rumah Tangga Monogamis 

Isteri Kesepuluh : Safiyyah Binti Huyay
            Safiyyah, yang lahir sebelas tahun sebelum Hijrah atau sekitar dua tahun setelah masa kenabian, memiliki nama lengkap Safiyyah bint Huyay ibn Akhtab ibn Sa'yah ibn 'Amir ibn 'Ubaid ibn Ka'ab ibn al-Khazraj ibn Habib ibn Nadir ibn al-Kham ibn Yakhum. Dia adalah keturunan dari Harun ibn 'Imran. Ayahnya adalah pemimpin suku Bani Nadir, sementara ibunya bernama Barrah bint Samaual dari Bani Quraidah. Sejak kecil, Safiyyah memiliki ketertarikan yang besar pada ilmu pengetahuan. Dia rajin mempelajari sejarah dan kepercayaan bangsanya. Safiyyah juga gemar membaca kitab Taurat, dan dari pembacaannya, dia menemukan prediksi tentang kedatangan seorang nabi dari Jazirah Arab sebagai penutup semua nabi.

            Beberapa waktu kemudian, pada bulan Muharram, terjadi pertempuran antara kaum Muslimin dengan Yahudi Bani Quraidah. Bani Quraidah dan Bani Nadir dianggap sebagai golongan penghianat dan munafik, hal ini disaksikan dan diutarakan langsung oleh Safiyyah karena ia menyaksikan pengkhianatan yang dilakukan oleh ayah dan kaumnya terhadap perjanjian dengan kaum Muslimin. Perang terjadi karena pengkhianatan terhadap perjanjian Hudaibiyah yang dilakukan oleh Bani Quraidah, serta persiapan mereka untuk menyerang kaum Muslimin. Pertempuran berlangsung selama beberapa hari dan dimenangkan oleh umat Islam. Semua benteng pertahanan yang telah dibangun hancur, dan banyak yang gugur dalam pertempuran, termasuk suami Safiyyah. Oleh karena itu, harta mereka menjadi rampasan perang dan kaum wanitanya menjadi tahanan perang, termasuk Safiyyah. Setelah Bani Quraidah ditaklukkan, Bilal membawa Safiyyah dan sepupunya untuk menghadap Nabi Muhammad , melewati mayat-mayat yang bergelimpangan, termasuk mayat suaminya. Nabi Muhammad melihat kesedihan di wajah keduanya. Namun, Safiyyah tetap diam dan sabar dalam kesedihannya, sementara sepupunya meronta-ronta seolah tidak menerima semua yang dialami.

Rumah Tangga Monogamis 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun